Rabu, 03 Juni 2015

ANALISIS KRITIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA PADA MASA PRESIDEN K.H.ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam perjalanan pemerintahanya, Indonesia beberapa kali mengalami pergantian pemimpin. Salah satu tokoh yang pernah memimpin Indonesia adalah K. H. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal dengan sebutan nama Gus Dur.
Gus Dur memimpin Indonesia pada tahun 1999 sampai dengan 2001, yang menggantikan presiden RI sebelumnya, yaitu Presiden B. J. Habibi. Meskipun dapat dihitung bahwa masa kekuasaan gustur tidaklah lama, namun cukup memberikan peran terhadap percaturan pemerintahan di Indonesia. Dan tentunya dengan peran yang diberikan, pasti memiliki dampak bagi keadaan Indonesia baik pada saat Gus Dur memimpin mauapun setelahnya.
Beberapa kali gusdur mengeluarkan kebijakan dalam pemerintahanya untuk diterapakan dalam kehidupan negara Indonesia. Tidak dipungkiri dalam mengeluarkan kebijakanya, banyak masyarakat yang kurang sepaham dan lebih terkejut dengan kebijakan yang dibuat oleh Gus Dur.
Dengan sikap kebijakan yang sebentar namun kontroversial tersebut, perlu adanya sauatu kajian analitis terhadapa kebijakan-kebijakan selama pemerintahan Gus Dur di Indonesia. Sehingga dapat diketahui secara mendalam, dapat dibuat suatu pelajaran maupun dijadikan sebagai perbandingan dengan pemerintah lainya demi mencapai suatu pemerintahan yang sesungguhnya diinginkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)      Bagaimana sosok Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)?
2)      Bagaimana proses pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Indonesia?
3)      Apa saja kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk pemerintahan Republik Indonesia?
4)      Bagaimana reaksi terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)?
5)      Bagaimana analisis kelebihan dan kekurangan terhadap kebijakn-kebijakan pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta keberhasilan dan kegagalanya dalam menyelenggarakan pemerintahan di Indonesia?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Mengetahui dan memahami akan seorang tokoh Indonesia yaitu Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
2)      Mengetahui dan  memahami proses pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
3)      Mengetahui dan memahami kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
4)      Mengetahui dan memahami reaksi yang muncul akibat kebijakan yang dibuat pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
5)      Mengetahui dan memahami analisis kelebihan dan kekurangan terhadap, kebijakan-kebijakan pemerintah Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) setta keberhasilan dan kegagalannya dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Dapat memahami lebih dalam akan sosok K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
2)      Dapat memahami lebih jauh akan proses pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
3)      Dapat mengetahui lebih jauh akan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
4)      Dapat mengetahui lebih jauh akan reaksi yang muncul akaibat kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
5)      Dapat mengetahui lebih jauh akan analisis kritis terhadap pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).








BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Kiai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Ciganjur, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

2.1.1        Proses Menuju Kepemimpinan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

1.      Reformasi

a.       Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga partai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.
Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.

b.      Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim.  Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

2.2      Masa Kepresidenan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

a.       Tahun 1999

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.
Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Tiongkok.
Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat. Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel.
Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

b.      Tahun 2000

Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto.
Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.
Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.
Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (Bulog) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.
Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.

c.       Tahun 2001 dan akhir kekuasaan

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.
Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertemuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukkan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.
Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekret yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkarsebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekret tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.[1]

2.3      Kebijakan-Kebijakan Pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid
Kabinet pertama Gus Dur, yaitu Kabinet Persatuan Nasional adalah koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik, yaitu PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. K.H. Abdurrahman Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang dianggap tidak efisien. Langkah presiden K.H. Abdurrahman Wahid ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Alasan pembubaran kedua lembaga tersebut adalah untuk efisiensi dan perampingan kabinet, sekaligus untuk melaksnakan UU No. 2/1999 tentang otonomi daerah. Langkah melikuidasi kedua departemen tersebut dilandasi oleh pemikiran untuk mengurangi kekuasaan negara dan menyerahkan urusan masyarakat melaui pengurangan hegemoni kekuasaan oleh negara.
Setelah satu bulan Kabinet Persatuan Nasional, Menteri-Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November.[2]
Seperti yang diuraiakn tersebut, sudah tergamabarkan sedikit kebijakan yang dikeluarkan Abdurrahman Wahid ketika barusaja menjabat sebagai Presiden republik Indonesia. menyangkut mengenai kebijakan-kebijakan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid yang dalam pemerintahanya dapat dikatakan singkat, ada beberapa kebijakan-kebijakan yang pernah dibuat, anatara lain:
2.3.1        Pemulihan Hak-hak Sipil Penganut Konghucu
K. H. Abdurrahman Wahid atau kerap dipanggil Gus Dur adalah seorang intelektual, budayawan, dan tokoh masyarakat yang dikenal sangat mengedepankan pliralisme. Akan tetapi, gagasan-gagasanya yang terkadang kontroversial kerap menjadi perdebatan masyarakat. K. H. Abdurrahman Wahid menyadari bahwa Indonesia terdiri atas berbagai kelompok masyarakat  yang memiliki latar belakang identitas kultural yang beragam termasuk agama. Pada Era Orde Baru, kehidupan beragamadi Indonesia diatur melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/B.A.012/4683/95 yang menyatakan bahwa agama yang diakui pemerintah adalah Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha, sedangkan Konghucu tidak diakui sebagai agama dan tidak boleh diajarakan di sekolah-sekolah. Untuk mengatasi hal itu, Abdurrahman Wahid menerbitkan keputusan Presiden No. 6 tahun 2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut Konghucu. Etnis cina yang selama bertahun-tahun diperlakukan sebagai kelompok minoritas, pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahiddapat merasakan kelegan yang berarti.
Presiden Abdurrahman Wahid berupaya membebaskan kehidupan umat beragama dari campur tangan negara. Ia mengajak semua komponen bangsa untuk saling menghargai satu dengan yang lain. Wawasan kebangsaan yang berlandaskan relativisme ternyata masih berbenturan dengan sebagai kelompok masyarakat yang berpaham etnosentrisme, lebih-lebih dalam kaitanya dengan isu agama. Tantangan keras pertama terjadi pada awal pemerintahanya karena ia berkeinginan membuka hubungan perdagangan dengan Israel. Keinginan tersebut mendapat tentangan keras dari kekuatan-kekuatan Islam dan membawa persoalan ini sebagai kasus agama.
2.3.2        Perhatian Presiden pada Kebebasan Pers
Abdurrahman Wahid juga meneruskan kebijakan Presiden B. J. Habibi di bidang pers, kendati beberapa peristiwa justru menunjukkan kebalikan sikapnya yang selama ini dianggap sebagai seorang demokrat. Pada masa pemerintahanya terjadi pengrusakan dan penyegelan terhadap kantor harian Jawa Pos di Surabaya yang dilakukan oleh masa pendukungnya karena dianggap memuat pemberitaan tentang berbagai kasus negatif di jaringan kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid. Walaupun demikian, kejadian tersebut justru didukung oleh Abdurrahman Wahid yang menganggao bahwa harian Jawa Pos telah menempuk mekanisme yang salah. Ia juga seringkali menyalahkan dunia pers yang dianggap salah mengutip berbagai pernyataan-pernyataan yang kontroversial.
2.3.3        Kasus KKN Suharto Dibuka Kembali
Kasus KKN yang dituduhkan terhadap mantan Presiden Suharto, pada masa Abdurrahman Wahid dibuka kembali pada tanggal 6 Desember 1999. Gus Dur mengusulkan agar Suharto sebaiknya menyerahkan hartanya kepada negara, selain juga diproses hukum. Jaksa Agung Marzuki Darusman bertekad menyelesaiakn kasus mantan Presiden RI ini di pengadilan. Namun Gus Dur tampaknya lebih cenderung menghindari proses peradilan dan lebih mengutamakan penyelesaian secara politis, asal Suharto mau mengembalikan sebagian kekayaanya kepada masyarakat.
Di kemudian hari, proses peralihan Suharto pun dimulai. Akan tetapi, pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan dengan alasan kondisi kesehatan Suharto terganggu. Kejaksaan agung akhirnya hanya mengenakan tahanan kota dan larangan bepergian ke luar negeri kepada mantan Presiden Orde Baru tersebut. Setelah status tahanan kota berubah menjadi tahanan rumah, pada tanggal 3 Agustus 2000 Suharto dinyatakan sebagai terdakwa kasus korupsi yang berkaitan dengan yayasan-yayasan yang pernah dipimpinya.
2.3.4        Perjalanan Luar Negeri Presiden
Pada bulan Januari 2000, K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melakukan perjalanan keluar negeri yaitu ke Swiss untuk menghadiri forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Pada bulan February, Abdurrahman Wahid melakukan perjalanan luar negeri lainya dengan mengunjungi Ingris, Prancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Abdurrahman Wahid juga mengunjungi Timor Leste. Pada bulan April, Abdurrahman Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Abdurrahman Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Prancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan paru dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Ketika Abdurrahman Wahid berkelanan ke negara-negara Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Abdurrahman Wahid melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Tiomor-Timur oleh Wiranto. Abdurrahman Wahid kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Abdurrahman Wahiduntuk tidak menggantikanya. Pada bulan April 2000, Abdurrahman Wahid memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Abdurrahman Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasusu korupsi, meskipun Abdurrahman Wahid tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Abdurrahman Wahid dengan Golkar dan PDI-P.
2.3.5        Negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Pada bulan Maret 2000, pemerintahan Abdurrahman Wahid mulai melakukan negosiasi dengan gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepakatan dengan GAM.
2.3.6        Pencabutan Pelarangan Marxisme dan Leninisme
Abdurrahman Wahid juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninnisme dicabut.
2.3.7        Membuka Hubungan dengan Israel
Selain itu, Presiden Abdurrahman Wahid juga membuka hubungan dengan Israel, yang meyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini dianggkat dalam pidato Ribbhi Awud, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain muncul adalah keanggotaan Abdurrahman Wahid pada Yayasan Shimon Peres. Baik Abdurrahman Wahid dan menteri luar negerinya Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untu Indonesia, diganti.
2.3.8        Reformasi Militer  
Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial politik, Abdurrahman Wahid menentukan sekutu, yaitu Agus Wirahardikusuma, yang diangkat menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada bulan Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melkibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Abdurrahman Wahid mengikuti tekanan tersebut, tapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun sehingga Abdurrahman Wahid kembali harus menurut pada tekanan.
2.3.9        Amandemen Kedua UUD 1945
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR kemabali melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen yang dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2000 tersebut berkaiatan dengan susunan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten, dan kota dengan memperhatikan kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerah. Sementara itu, institusi ABRI yang selama rezim Orde Baru diindikasikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dan melakukan tindakan represif terhadap berbagai gerakan dan upaya demokrasi, dirombak dengan memisahkan Polri dan ABRI sehingga terbentuk dua institusi, yakni TNI dan Polri. Penegasan pemisahan ini sekaligus merupakan upaya untuk mengambil fungsi-fungsi tiap-tiap institusi tersebut, yakni TNI sebagai alat pertahanan negara dan Polri sebagai alat keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakkan hukum. Bila pada masa Orde Baru ABRI menempati posisi sentral, pada masa reformasi ABRI harus rela memberi jalan bagi instansi fungsional terkait untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya.[3]
2.4      Reaksi Terhadap Kebijakan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
Dalam segala tindakan, pasti menimbulkan suatu reaksi dari berbagai pihak atau berbagai sisi. Begitu pula dengan tindakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur memunculkan berbagai rekasi di berbagai kalangan masyarakat Indonesia.

2.4.1        Ketegangan antara Presiden dengan DPR
Dalam masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, beberapa kali terjadi ketegangan antara Presiden dengan DPR. Diantara beberapa ketegangan itu ialah kasus likuidasi Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, setrta seringnya Presiden memberhentikan dan mengangkat Menteri, misalnya dalam kasus pemberhentian Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara BUMN danm Jusuf Kalla sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pemberhentian kedaua menteri tersebut memancing kemarahan partai politik di DPR. Sebanyak 277 angota DPR mengajukan hak Interpelasinya. Presiden kemudian memenuhi hak Interpelasinya dengan menghadiri rapat DPR pada 20 Juli 2000. Akan tetapi, dalam rapat tersebut Presiden tidak memberikan alasan yang memuaskan. Sebaliknya, ia menggugat penggunaan hak Interpelasi tersebut karena dasar hukumnya tidak kuat, hanya berdasarkan Undang-Undang dan tidak tercamtum dalam UUD. Pemecatan Jusuf Kalla sebagai Menteri juga menimbulkan reaksi kemarahan dari sejumlah warga masayarakat Sulawesi selatan; dan ketika Jusuf Kalla kembali ke Makasar, di Bandara Hasnuddin, ia justru disambut “bak pahlawan”. Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin juga dipecat, tetapi ia menolak pemecatan tersebut. 
2.4.2        Memorandum untuk Presiden Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 11 February 2001, DPR mengadakan rapat paripurna untuk memberikan tanggapan dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas hasil kerja Pansus. Rapat dipimpin oleh wakiln ketua DPR Sutarjo Suryoguritno dari PDIP, dan mengambil keputusan untuk mengeluarkan memorandum pertama kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Melalui keputusan DPR No. XXXVI tanggal 1 Februari 2001 DPR menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Selanjutnya, melalui ketetapan MPR No. III/MPR/1978 Pasal 7, DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan bahwa presiden Abdurrahman Wahid telah melanggar haluan negara, yaitu UUD 1945 Pasal 9 tentang sumpah jabatan dan melanggar ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menanggapi situasi politik nasional tersebut, ribuan massa baik yang pro ataupun yang anti presiden melakukan aksi unjuk rasa, bahkan puluhan masa menuntut presiden mundur dengan mengepung istana merdeka 12 Maret 2001. Ketua MPR Amin Rais beserta sejumlah pemimpin MPR lain turut hadir dalam demonstran tersebut. Dan di dalam istana sedang ada sidang kabinet yang dipimpin oleh presiden Abdurrahman Wahid.
Pada tanggal 28 Maret 2001, Abdurrahman Wahid menjawab memorandum pertama DPR di depan sidang paripurna DPR, presiden menyatakan menerima memorandum sebagai kenyataan politik yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi ia tidak menerima isi karena tidak memenuhi landasan konstitusional.
Dua bulan sesudah memberikan memorandum yang pertama, DPR menjatuhkan memorandum yang kedua dalam rapat paripurna 30 April 2001. Dengan dikeluarkanya memorandum kedua ini oleg DPR kepada Presiden, situasi politik dan keamanan semakin memanas. Pada 25 Mei 2001 Abdurrahman Wahid mengeluarkan ancaman, apabila DPR meneruskan niatnya untuk melanggar sidang istimewa MPR, ia akan mengambil tiga langkah;  Mengumumkan keadaan darurat, mengadakan pemilu dipercepat enam bulan mendatang,  dan selaku pemegang kekuasaan tertinggi AD, AL, AU, dan Kepolisian Negara, ia akan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan hukum terhadap sejumlah orang tertentu.
2.4.3        Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid
Dua hari menjelang pelaksanaan sidang paripurna DPR, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa hasil penyelidikan kasus skandal keuangan Yayasan Yanatera Bulog dan sumbangan Sultan Brunei yang diduga melibatkan presiden Abdurrahman Wahid tidak terbukti. Hasil akhir tersebut disampaikan Jaksa Agung Marzuki Darusman kepada pimpinan DPR tanggal 28 Mei 2001. Pada hari yang sama, Presiden mengeluarkan maklumat Presiden republik Indonesia yang dibacakan oleh juru bicaranya, Yahya Staquf. Dan berikut isi pokok maklumat tersebut:
1.      Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
2.      Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggrakan pemilu dalam waktu satu tahun;
3.      Menyelamatkan gerakan reformasi total dari unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan partai Golongan Karya sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi seperti biasa.
Mengenai rencana sidang istimewa MPR yang akan menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid, ribuan masa pendukungnya di berbagai kota di Jawa Timur turun ke jalan. Aksi tersebut berujung pada pengrusakan dan pembakaran fasilitas umum. Serta terjadi bentrok masa dengan aparat keamanan yang menyebabkan beberapa orang cidera dan meninggal dunia.
Sementara itu langkah DPR untuk meminta MPR menyelenggarakan sidang istimewa semakin kuat. Presiden dianggap tidak mengindahkan memorandum yang kedua. Sehari sebelum rapat paripurna DPR, presiden melalui suratnya tanggal 29 Mei 2001 menyampaikan jawabanya tentang memorandum kedua DPR. Berbeda dengan jawaban memorandum pertama, tanggapan memorandum kedua ini lebih mendetail dijelaskan langkah presiden pasca memorandum kedua. Selain itu juga menyatakan bahwa landasan hukum memorandum kedua belum jelas.
Rapat paripurna DPR yang meminta MPR supaya menyelenggarakan sidang istimewa akhirnya dilaksnakan pada 30 Mei 2001. Menanggapi hasil rapat tersebut Menko Polsoskam (memegang maklumat presiden) Susilo Bambang Yudoyono mengatakan bahwa semua pihak wajib menghormati proses politik atau demokrasi di DPR demi terselenggaranya sidang MPR. Meski demikian presiden Abdurrahman Wahid tidak merencanakan untukl mengundurkan diri.
Akhirnya rapat MPR terlaksana pada 21 Juli 2001, namun juga tidak menghasilkan kompromi politik. Pada intinya, Dekrit Presiuden tersebut berisi keinginan presiden Abdurrahman Wahid dengan rasa tanggungjawab untuk menyelamatkan negara dan bangsa, terpanksa mengambil ting langakah yang diuraiakn pada maklumat sebelumnya. Dan pada kenyataanya, Dekrit itu tidak dijalankan karena TNI dan Polri yang diperintah untuk mengamankan langkah-langkah “penyelamatan” negara tidak melaksnakan tugasnya, karena tidak mau terlibat dengan politik praktis.
2.4.4        Pemakzulan Terhadap Presiden Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 23 Juli 2001, MPR akhirnya menggelar sidang istimewa yang dipimpin langsung oleh ketua MPR Amien Rais dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertangungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid tidak memenuhi undangan MPR untuk menyampaikan pidato pertanggungjawabanya. Dalam sidang tersebut, dari 601 anggota MPR yang hadir,559 anggota dari 9 fraksi menolak maklumat presiden. MPR menyatakan bahwa Maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001 tidak sah karena bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Acara sidang kemudian dilanjutkan dengan pemungutan suara untuk menerima atau menolak Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan WAKIL Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia. Seluruh anggota MPR yang hadir, menerima kedua ketetapan MPR tersebut yang menetapkan bahwa, ketidak hadiran dan penolakan Presiden Republik Indonesia K. H. Abdurrahman Wahid untuk memberikan pertanggungjawaban dalam sidang istimewa MPR Republik Indonesia tahun 2001, serta penerbitan maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001, melanggar haluan negara. Oleh karena itu, MPR memberhentikan K. H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia dan melantik Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI kelima pada tanggal 23 juli 2001.

2.5      Analisis Kelebihan dan Kekurangan pada Kebijakan yang Dibuat Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid serta Keberhasilan dan Kegagalannya dalam Melaksnakan Pemerintahan di Indonesia
2.5.1 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
Berikut uraian analisis terhadap kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid di Indonesia dengan berbagai kebijakanya, antara lain:
1.      Di Bidang Politik
·         Kelebihan :
1)      Membentuk Kabinet Persatuan Nasional;
2)      Sering melakukan perjalanan luar negeri dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara lain, menarik investasi, menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri bebagai forum dunia seperti forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.;
3)      Politik Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan kunjungan keluar negeri sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini dilakukan untuk mengangkat citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto, citra Indonesia dikenal sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi yang rendah. Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan ke Negara Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua Amerika. Karena kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara. Seringnya Presiden Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama dalam bidang perdagangan);
4)      Iklim Politik Yang Demokratis
Semua tahu bahwa pada masa Gus Dur suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini dapat terlihat dengan tindakan gusdur yaitu:
o   Penghapusan peraturan yang merugikan kaum minoritas;
o   Pembubaran instansi negara yang tak lagi efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga “niat” Gusdur ini membuka hubungan diplomati dengan Israel;
o   Kecenderungan pemikiran Gusdur yang menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari demokrasi) serta reformis;
o   Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga media massa lebih leluasa melakukan aktivitasnya;
o   Gus Dur terkenal dengan faham pluralismenya. Pada eranya lah kelompok minoritas Tionghoa mendapatkan pengakuan lebih besar, seperti dalam pengurusan dokumen kependudukan dan penetapan Imlek sebagai hari libur nasional;
o   Sayang, sistem dan pola pemerintahan Gus Dur tidak berjalan dengan baik. Terjadi kegaduhan politik yang tidak perlu, sehingga stabilitas politik tidak terjaga;
o   Stabilitas politik yang buruk menyebabkan stabilitas ekonomi berjalan pincang.
·         Kelemahan :
1)      Presiden Abdurahman Wahid sering melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang kerap memanaskan suhu politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan situasi politik dalam negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau desakan mundur terhadap sejumlah menteri;
2)      Rendahnya tingkat popularitas Gusdur;
3)      Masyarakat kurang antusias dengan gaya pemerintahan Gusdur;
4)      Dengan beberapa keputusan yang kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis. Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasionalyang diakui kecemerlangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis massa keagamann organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif  dalammembuat kebijakan, Gus Dur diragukan kemampuannya;
5)      Tak Punya Basis Politik yang Kuat di Paremen (MPR/DPR);
6)      Gus Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenangkan pemilu. Partai  yang  mengusungnya saat itu (PKB), bukan partaidengansuara terbanyak;
7)      Proses terpilihnya Gus Dur pun terbilang unik. Hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat Gus Dur dipilih sebagai  presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang dibentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa”  merengkuh semua partai tanpamelihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
8)      Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari Istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.
2.      Di Bidang Ekonomi
·         Kelebihan :
1)      Memberi kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya;
2)      Berani bersikap dan tegas juga pada sector-sektor ekonomi
·         Kelemahan :
1)      Keterbatasan fisik sehingga performa beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang berimbas pada bidang ekonomi;
2)      Seringnya melakukan perjalanan luar negeri sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3.      Di Bidang Sosial
·         Kelebihan :
1)      Dapat menciptakan kehidupan rukun antar umat beragama dan antar suku di Indonesia.
·         Kelemahan :
1)      Ada banyak pengangguran di Indonesia sekitar 13,7 juta penganggur.
4.      Di Bidang Budaya
·         Kelebihan :
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antar umat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Hak tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1)      Keputusan Presiden No.6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka misalnya pertunjukan barongsai.
2)      Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
·         Kelemahan :
Kerusuhan antar etnis terus berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5.      Di Bidang Pertahanan dan Keamanan
·         Kelebihan :
1)      Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
2)      Gus Dur memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
·         Kelemahan :
1)      Akibat restrukturisasi lembaga pemerintahan menyebabkan kondisi politik yang tidak stabil atau sering terjadi pertentangan antar partai bahkan pertentangan intern partai.
6.      Di Bidang Ideologi
Ideologi yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan Ideologi Pancasila.[4]

2.5.2 Keberhasilan dan Kegagalan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
Meskipun memimpin kurang lebih 2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Gus Dur telah menuai keberhasilan pada masany namun juga mengalami kegagalan dalam pemerintahannya di Indonesia.
·         Keberhasilan
1)      Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
Mampu memperbaiki citra Indonesia di mata negara-negara lain dengan melalui kunjungan ke luar negeri dan sekaligus membuka peluang kerjasama.
2)      Iklim Politik yang Demokratis
Telah membawa Indonesia ke dalam taraf demokratisasi yang lebih baik lagi melalui perdamaianny dengan Israel.
·         Kegagalan
1)      Rendahnya Tingkat Popularitas Gus Dur
Dengan beberapa keputusannya yang kontroversial (menuai banyak kritik), membuat Gus Dur buka sosok yang populis. Bahkan ketika masa 100 hari pemerintahannya pun, tingkat popularitas Gus Dur sudah melorot jauh dari tingkat sebelumnya.
Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui kecermelangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis masa keagamaan organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif dalam membuat kebijakan, Gus Dur siragukan kemampuannya.
2)      Tidak Memiliki Basis Politik yang Kuat di Parlemen (MPR/DPR)
Gus Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenagkan pemilu. Partai yan mengusungnya pada saat itu ( PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses terpilihnya Gus Dur adalah hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat Gus Dur terpilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang di bentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpa melihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukan dukungan. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.[5]






















BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Kiai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Ciganjur, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1999.
Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[6]
Dalam melaksnakan pemerintahanya, Presiden Abdurrahman Wahid melahirkan beberapa kebijakan, antara lain: pemulihan hak-hak sipil penganut konghucu, perhatian terhadap pers, kasus KKN Suharto dibuka kembali, perjalanan ke luar negeri, negosiasi dengan GAM, pencabutan pelarangan Marxisme dan Leninisme, membuka hubungan dengan Israel, amandemen UUD 1945, dll. Yang akhirnya menimbulkan berbagai reaksi, antara lain: ketegangan presiden dengan DPR, memorandum untuk presiden, dekrit Presiden Abdurrahman Wahid, pemakzulan terhadap presiden Abdurrahman Wahid.[7]
Mengenai masalah kelebihan, kekurangan, keberhasilan, dan kegagalan Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahanya, secara garis besar dapat ditarik simpulan yaitu presiden Abdurrahman Wahid lebih menjunjung asa demokrasi serta menghormati pluralitas masyarakat Indonesia. Sehingga hal tersebut melahirkan berbagai kebijakan dari Gus Dur. Dan mengenai hasil akhirnya, secara beragam ada beberapa yang tercapai dan beberpa yang belum tercapai. 

3.2 Saran
Dalam suatu keputusan atau kelakuan, mendapatkan suatu reaksi adalah hal yang sudah biasa. Lebih-lebih suatu tindakan atau keputusan tersebut menyangkut hal-hal yang besar, seperti dalam pembahasan kali ini mengenai kebijakan presiden.
Suatu tanggapan yang terkadang mendukung ataupun menentang, merupakan koridor masyarakat sebagai warga negara yang demokratis. Namun dari semua ini perlu diingat, bahwa resiko dalam setiap tindakan suadah pasti mengikuti, entah itu resiko baik maupun buruk. Sebagai masyarakat atau orang yang bijak, berpendapat dengan informasi tampak semata bukanlah sebagai landasan utama. Melainkan banyak sisi yang perlu dilihat supaya kritikan-kritikan mengenai suatu hal bukanlah hanya menjadi sampah belaka, melainkan dapat memerbaiki keadaan sesuai yang diinginkan bersama kedepanya.











DAFTAR PUSTAKA
Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. Hlm. 21-24.
Suryaningsih, Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman Wahid). [20 Mei 2015].







[2] Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. Hlm. 20-21.
[3] Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. Hlm. 21-24.
[4] Suryaningsih, Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman Wahid).
[5] Suryaningsih, Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman Wahid). http://ikasurya.blogspot.com/2013/12/makalahtentang-gusdur-abdul-rahman-wahid.html. [20 Mei 2015].

[7] Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA. Hlm. 21-31.

3 komentar:

  1. ..............KISAH NYATA..............
    Assalamu Alaikum Saya Ibu Siti Dari Kota Makassar Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Kanjeng Taat Pribadi di nmr 085325576777 Kyai Dari Probolinggo,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.


    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!


    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))


    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 085325576777
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS hanya untuk 25 Orang saja..

    BalasHapus
  2. Ki kanjengnya masuk penjara hahahaha tu syirik kan elu, gak ada kaya harta kalau gak berusaha. Tobat.....

    BalasHapus

Unordered List

Sample Text

Sample text

Total Tayangan Halaman

Social Icons

Blogger templates

Feature (Side)

Blogger news

Pages

AD (728x90)

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Pengikut

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget