Rabu, 29 Oktober 2014

PENGARUH PERANG DUNIA 1 DAN PERANG DUNIA 2 TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA (SEJARAH INDONESIA 3)



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perang Dunia merupakan perang global, yaitu perang yang aktor dalam kejadian tersebut adalah tidak hanya dalam lingkup suatu daerah atau tempat saja, melainkan antara negara-negara yang ada diseluruh dunia meskipun tidak semuanya menjadi pelaku perang. Tetapi sebagian besar negara-negara di dunia telah bergejolak karena melakukan perang ini.
Dalam sejarahnya, perang dunia berlangsung selama dua kali yaitu Perang Dunia 1 pada tahun 1914 sampai 1918 dan Perang Dunia 2 yang terjadi pada tahun 1939-1935. Perang yang terjadi dalam kurun beberapa tahun dan dalam beberapa perode ini telah membawa suatu pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat dunia. Tentu saja dalam hal yang mendasar dalam hidup manusia yang utama, Perang Dunia juga membawa suatu pengaruh yang besar bagi kehidupan dunia yaitu yang bersangkutan dengan negara-negara yang ada di dunia baik yang ikut dalam perang dunia maupun yang tidak.
Di Indonesia sendiri, meletusnya Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 dibarengi dengan keadaan di Indonesa saat itu adalah dalam masa pergerakan nasional melawan penjajah (Belanda). Tentunya keadaan sebelum maupun keadaan sesudah Perang Dunia sangatlah berbeda di Indonesia, banyak pengaruh yang diberikan oleh Perang Dunia terhadap Indonesia baik yang positif maupun negatif.
Dari pengaruh-pengaruh yang diberikan sedikit banyak telah mengantarkan pergerakan rakyat Indonesia pada wujud nyata keinginan bangsa yaitu meredeka. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian yang mendalam mengenai pengaruh Perang Dunia 1 dan  Perang Dunia 2 terhadap pergerakan nasional Indonesia, sehingga akan tampak seberapa besar pengaruhnya bagi bangsa Indonesia.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1)      Apakah yang dimaksud dengan Perang Dunia Satu dan Perang Dunia Dua?
2)      Bagaimana keadaan pergerakan nasional Indonesia sebelum terjadi Perang Dunia Satu?
3)      Apa Pengaruh Perang Dunia Satu Terhadap Pergerakan Nasional Indonesia dan Bagaiman Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu?
4)      Apa Pengaruh Perang Dunia Dua Terhadap Pergerakan Nasional Indonesia dan Bagaiman Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu?
1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1)      Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Perang Dunia Satu dan Perang Dunia Dua beserta aspek di dalamnya;
2)      Mengetahui dan memahami keadaan pergerakan nasional Indonesia sebelum Perang Dunia;
3)      Mengetahui dan memahami pengaruh yang diberikan dari kejadian Perang Dunia satu dan dampaknya setelah perang dunia terjadi;
4)      Mengetahui dan memahami pengaruh yang diberikan dari kejadian Perang Dunia dua dan dampaknya setelah perang dunia terjadi;
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah
1)      Dapat mengetahui lebih jauh akan pengertian Perang Dunia Satu dan Perang Dunia Dua serta aspek-aspek didalamnya secara lebih mendalam;
2)      Dapat mengetahui lebih dalam akan keadaan pergerakan nasional Indonesia sebelum dan sesudah Perang Dunia Satu dan Perang Dunia Dua;
3)      Dapat mengetahui lebih jauh akan pengaruh Perang Dunia Satu dan Perang Dunia Dua terhadap pergerakan nasional Indonesia. 


BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2
2.1.1 Perang Dunia 1
Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Kekuatan Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[10][11] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria, diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil. Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.
·         Latar Belakang Perang Dunia 1
Penyebab Perang Dunia I, yang dimulai di Eropa Tengah pada akhir Juli 1914, termasuk faktor saling terkait, seperti konflik dan permusuhan dari empat dekade menjelang perang. Militerisme, aliansi, imperialisme, dan nasionalisme juga memainkan peran utama dalam konflik ini. Meskipun begitu, asal usul langsung dari perang terletak pada keputusan yang diambil oleh para negarawan dan jenderal selama Krisis 1914, casus belli yang merupakan pembunuhan Archduke Franz Ferdinand dari Austria dan istrinya oleh Gavrilo Princip, seorang Serbia.
Krisis itu terjadi setelah serangkaian pertikaian diplomatik yang panjang dan sulit antara negara-negara besar (Italia, Prancis, Jerman, Kerajaan Inggris, Kekaisaran Austria-Hongaria dan Rusia) atas isu-isu Eropa dan kolonial di dekade sebelum 1914 yang telah meninggalkan ketegangan tinggi. Pada gilirannya, bentrokan diplomatik ini dapat ditelusuri dengan perubahan keseimbangan kekuatan di Eropa sejak tahun 1867. Penyebab lebih cepat untuk perang adalah ketegangan atas wilayah di Balkan. Austria-Hungaria bersaing dengan Serbia dan Rusia untuk wilayah dan pengaruh di wilayah ini dan mereka menarik seluruh negara-negara besar ke dalam konflik melalui berbagai aliansi dan perjanjian.
Topik penyebab Perang Dunia I adalah salah satu yang paling banyak dipelajari dalam sejarah dunia. Para ahli telah menafsirkan topik tersebut secara berbeda.
Latar Belakang dari perang ini adalah Pada bulan November 1912, karena Rusia dipermalukan oleh ketidakmampuannya untuk mendukung Serbia selama krisis Bosnia pada 1908 dan Perang Balkan I, negara itu mengumumkan rekonstruksi militernya secara besar-besaran.
Pada tanggal 28 November, Menteri Luar Negeri Jerman, Gottlieb von Jagow mengatakan kepada Reichstag (parlemen Jerman), bahwa "Jika Austria dipaksa, untuk alasan apa pun, untuk memperjuangkan posisinya sebagai negara adidaya, maka kita harus mendampinginya." Akibatnya, Menteri Luar Negeri Inggris Sir Edward Grey menanggapi dengan memperingati Pangeran Karl Lichnowsky, Duta Besar Jerman di London, bahwa jika Jerman menawarkan Austria "cek kosong" untuk perang di Balkan, maka "konsekuensi dari kebijakan tersebut tak akan bisa dihitung." Untuk mempertegas peringatan ini, R.B. Haldane, Lord Chancellor, bertemu dengan Pangeran Lichnowsky untuk memberi peringatan eksplisit bahwa jika Jerman yang menyerang Perancis, Inggris akan mengintervensi untuk mendukung Perancis.
Dengan rekonstruksi militer Rusia dan komunikasi eksplisit dari Inggris, kemungkinan perang merupakan topik utama di Dewan Perang Kerajaan Jerman tanggal 8 Desember 1912 di Berlin, pertemuan informal dari beberapa pucuk pimpinan militer Jerman yang dipanggil dalam waktu singkat oleh Kaiser.[3] Yang menghadiri konferensi itu antara lain Kaiser Wilhelm II, Laksamana Alfred von Tirpitz, Sekretaris Angkatan Laut, Laksamana Georg Alexander von Müller, Ketua Kabinet Angkatan Laut Kekaisaran Jerman (Marinekabinett), Jenderal von Moltke, Kepala Staf Angkatan Darat , Laksamana August von Heeringen, Kepala Staf Umum Angkatan Laut dan Jenderal Moriz von Lyncker, Kepala Kabinet Militer Kerajaan Jerman.[3] Kehadiran para pemimpin dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jerman di Dewan Perang membuktikan pentingnya pertemuan ini. Namun, Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg dan Jenderal Josias von Heeringen, Menteri Urusan Perang Prusia, tidak diundang.
Wilhelm II menyebut prinsip penyeimbangan kekuasaan Inggris sebagai sebuah "kebodohan," tapi setuju bahwa pernyataan Haldane adalah sebuah "klarifikasi yang diinginkan" dari kebijakan Inggris. Pendapatnya adalah bahwa Austria harus menyerang Serbia pada bulan Desember, dan jika "Rusia mendukung Serbia, yang ia jelas tidak ... maka perang akan dihindari untuk kita juga," dan itu akan lebih baik daripada pergi berperang setelah Rusia menyelesaikan modernisasi besar-besaran dan ekspansi militer mereka, yang baru saja dimulai. Moltke setuju. Dalam pendapat profesional militer "adalah perang dapat dihindari dan lebih cepat lebih baik". Moltke "ingin melancarkan serangan langsung".
Baik Wilhelm II maupun pimpinan Angkatan Darat setuju bahwa jika perang diperlukan, perang itu lebih baik dilancarkan segera. Laksamana Tirpitz, bagaimanapun, meminta "penundaan pertempuran besar untuk satu setengah tahun" karena Angkatan Laut Jerman tidak siap untuk perang besar, dimana Inggris termasuk sebagai lawan. Dia bersikeras bahwa penyelesaian pembangunan dasar U-boat di Heligoland dan pelebaran Terusan Kiel adalah prasyarat Angkatan Laut untuk perang. Sejarawan Inggris, John Röhl mencat, tanggal untuk penyelesaian pelebaran Terusan Kiel adalah musim panas 1914. Meskipun Moltke keberatan dengan penundaan perang, Wilhelm memihak Tirpitz. Moltke "setuju untuk penundaan dengan enggan."
Sejarawan lebih bersimpati kepada pemerintah Wilhelm II, sering menolak pentingnya Dewan Perang karena hanya menunjukkan pemikiran dan rekomendasi dari mereka yang hadir, tanpa keputusan yang diambil. Mereka sering mengutip bagian dari buku harian Laksamana Müller, yang menyatakan: "Itu adalah akhir dari konferensi Hasilnya tak ada.." Tentu saja keputusan yang diambil adalah tak melakukan apa-apa.
Sejarawan lebih simpatik terhadap Entente, seperti sejarawan Inggris, John Rohl, kadang-kadang agak ambisius menafsirkan kata-kata Laksamana Müller yang mengatakan bahwa "tidak ada" diputuskan untuk 1912-1913, tapi perang itu diputuskan selama musim panas 1914. Rohl berpendapat bahwa bahkan jika Dewan Perang tidak mencapai keputusan yang mengikat yang jelas tidak, itu tetap menawarkan pandangan yang jelas tentang niat mereka, atau setidaknya pikiran mereka, yang adalah bahwa jika harus ada perang, tentara Jerman ingin sebelum program persenjataan baru Rusia mulai menghasilkan sesuatu.
Pada November 1912, program restrukturisasi militer Rusia diumumkan, pimpinan Angkatan Darat Jerman mulai menyuarakan "perang pencegahan" melawan Rusia. Moltke menyatakan bahwa Jerman tidak bisa memenangkan perlombaan senjata dengan Perancis, Inggris dan Rusia, yang dia sendiri telah mulai pada tahun 1911, karena struktur keuangan dari negara, yang memberikan memberi pemerintahan Reich sangat sedikit kekuasaan atas pajak, dan berarti Jerman akan membangkrutkan diri mereka sendiri dalam perlombaan senjata. Dengan demikian, Moltke dari akhir 1912 dan seterusnya adalah advokat terkemuka untuk perang besar, dan lebih cepat lebih baik.
2.1.2 Perang Dunia 2
Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.
Serbuan Poros berhenti tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Uni Soviet dan Amerika Serikat muncnul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.
·         Penyebab Perang Dunia 2
1.      Secara umum
Penyebab umum terjadinya Perang Dunia II antara lain:
Ini berarti merupakan tantangan terhadap imperialisme Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat.
2.      Secara Khusus
·         Di Eropa, sebab khusus terjadinya Perang Dunia II adalah serbuan Jerman ke Kota Danzig, Polandia pada tanggal 1 September 1939. Polandia merupakan negara dibawah pengawasan Liga-Liga Bangsa. Hitler menuntut Danzig karena penduduknya adalah bangsa Jerman, tetapi Polandia menolak tuntutan itu. Pada tanggal 3 September 1939 negara-negara pendukung LBB terutama Inggris dan Perancis mengumumkan perang kepada Jerman, kemudian diikuti sekutu-sekutunya.
·         Asia Pasifik
·         Perang Dunia di Pasifik disebabkan oleh serbuan Jepang terhadap Pangkalan Armada Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour, Hawai 7 Desember 1941.
2.2  Keadaan Pergerakan Nasional Sebelum Perang Dunia
Dalam penjelasan mengenai keadaan pergerakan nasioan Indonesia sebelum terjadinya Perang Dunia atau yang awal terjadi adalah Perang Dunia satu, dapat diuraiakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
·         Politik Kolonial Menjelang Akhir Abad Ke-19
Menjelang akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia merupakan masyarakat kolonial yang serba terbelakang. Penjajahan serta penindasan mengakibatkan kemunduran segala bidang, baik dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun pendidkan.
Dalam bidang politik misalnya dalam pemerintahan, semua jabatan-jabatan rendah penting berada di tangan bangsa asing, sedangkan bangsa Indonesia hanya menduduki jabatan-jabatan rendah, selain itu pihak penjajah selalu menanmkan benih-benih perpecahan dengan menjalankan politik “devide et impera”.
Dalam bidang ekonomi, keadaan bangsa Indonesia sangat menderita karena penghasilan, yang sangat rendah diterima oleh rakyat Indonesia dengan bekerja sebagai buruh upah pada perkebunan-perkebunan milik swasta. Rakyat dipaksa untuk meningkatkan produksi, sedangkan dalam lingkungan ekonomi tradisional, masyarakat Indonesia hanya mengenal perusahaan rumah atau kerajinan tangan sehingga tidak ada ketrampilan yang berkembang
Dalam bidang pendidikan, pihak penjajah tidak memperhatikan kepentingan pendidikan bagi bangsa Indonesia, sehingga pada umumnya rakyat indonesia tidak pandai membaca dan menulis. Sedangkan kesempatan pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak kaum bangsawan, pegawai negeri, anak-anak orang yang berkedudukan atau berstatus tinggi.
Dalam bidang budaya, kaum penjajah berhasil memasukkan nilai-nilai budaya asing, sehingga mengakibatkan merosotnya beberapa budaya Indonesia dan hampir kehilangan kepribadianya.
Kesemuanya merupakan akibat langsung dari politik Kolonial Belanda. Bumi Indonesia merupakan objek eksploitasi untuk diambil keuntungan sebesar-besarnya bagi penjajah, sistem tanam paksa berkembang sebagai suatu usaha berskala tinggi dengan mengidentifikasikan pemerintah sebagai pengusaha dengan Nederlandsche Handels Schappij sebagai agen tunggal dan pulau jawa merupakan sebuah perusahaan negara besar.
Menjelang pergantian abad ke -19 semakin gencar dilontarkan kritik-kritik terhadap pemerintahan Belanda terutama yang menyangkut nasib rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan karena kalangan masyarakat luas kemudian timbul kesadaran akan sikap humanitarisme dalam hubungan kolonial yaitu memperhatikan nasib rakyat pribumi.
Program dari berbagai golongan politik semuanya dan secara serentak menitik beratkan tanggung jawab moril dalam melaksanakan politik kolonial. Kesadaran akan tujuan kolonial ini diperkuat oleh masalah-masalah yang timbul pada dasa warsa terakhir abad ke-19, yaitu masalah keuangan bersama antara Indonesia dan Negeri Belanda masalah kemiskinan rakyat yang berlawanan dengan kemajuan industri perkebunan.
Politik baru yang kemudian diperjuangkan terutama bertujuan untuk mengadakan desentralisasi rakyat yang kemudian politik ini dikenal dengan nama politik Etis. [1]
·         Bangkitnya Pergerakan Nasional Indonesia
Politik etis yang dijalankan oleh belanda telah memungkinkan masuknya ide-ide barat ke Indonesia yang membawa pembaharuan-pembaharuan di dalam agama islam. Disamping itu faktor luar negeri antara lain memasukkan gagasan nasionalisme moderenisasi di beberapa negara Asia seperti Turki, Cina dan Indonesia sertab restorasi meiji di Jepang dan kemenangan negara itu atau rusia pada tahun-tahun pertama abad ke-20, suatu kemenangan yang dianggap sebagai kemenangan orang asia (Kulit Berwarna) terhadap orang Eropa (Kulit Putih).
Karena pengaruh gagasan moderen, anggota elite nasional menyadari bahwa perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan organisasi modern. Baik pendidikan, perjuangan politik, maupun perjuangan sosial Budaya. Pada tahun 1906-1607 dr. Wahidin Sudirohoesoedo, mengadakan suatu kampanye ke beberapa daerah di Pulau Jawa. Ia menggugah pikiran kaum priyayi untuk mencari jalan bagi usaha meningkatkan derajat orang indonesia yang nampaknya hanya dapat dilakukan dengan memperluas pengajaran.
Bertemunya dr. Wahidin Sudirohoesoedo dengan pemuda STOVIA, di Jakarta akhir tahun 1907. Dan ternyata keduanya mempunyai gagasan yang sama. Pertemuan itu makin mendorong hasrat untuk melaksanakan cita-cita tersebut yang sesungguhnya sudah mulai bersemi dalam pikiran pelajar STOVIA.
Pada tanggal 20 Mei 1908 di gedung perguruan STOVIA, dibentuklah organisasi moderen pertama dikalangan bangsa Indonesia yang diberi nama BOEDI OETOMO dengan ketuanya Soetomo.[2]
Pada bulan Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Yogyakarta. Pada saat itu, Wahidin tinggal menjadi sesepuh saja dan bermunculan suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Tjipto Mangunkusumo (1885-1943), yang radikal dan juga seorang dokter, memimpin sekelompok minoritas. Gubernur Jenderal Van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persisi seperti ia sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang progresif moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. Pada umumnya, Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awal permulaanya, baik karena kekurangan danamaupun karena kekurangan yang dinamis. Organisasi ini mendesak pemerintah untuk menyediakan lebih banyak pendidikan Barat, tetapi desakan itu tidak begitu berperan dalam upaya-upaya perbaikan.
Organisasi-organisasi yang lebih aktif dan penting segera berdiri. Beberapa di antaranya bersifat keagaman, kebudayaan, dan pendidikan beberapa lagi bersifat politik, dan beberapa yang lain bersifat keduanya. Organisasi-organisasi itu bergerak di kalangan masyarakat bawah dan untuk yang pertama kalinya terjalin hubungan antara rakyat desa dan elite-elite baru. Dalam masyarakat Jawa, kelompok minoritas yang berusaha benar-benar menaati kewajiban-kewajiban islam dalam kehidupan sehari-hari disebut secara silih berganti, wong muslimin (kaum muslim), putihan (golongan putih), atau santri (murid sekolah agama). Pada tahun 1909, seorang lulusan OSVIA bernama Tirtohadisurjo (1880-1918), yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, dia mendirikan organisasi semacam itu lagi di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia.
Pada tahun 1912, organisasi tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Tirtoadisurjo dan Samanhudi terlibat cekcok. Samanhudi, yang sebagian besar waktunya tersita untuk urusan dagang, lalu meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu. Sejak tahun 1912, SI berkembang dengan pesat, dan untuk yang pertama kalinya tampak adanya basis rakyat walaupun sukar dikendalikan dan hanya berlangsung sebentar. Pada tahun 191, SI menyatakan mempunyai anggota 2 juta orang, tetapi jumlah yang sesungguhnya mungkin tidak pernah lebih dari setengah juta orang.
SI menyatakan setia kepada rezim Belanda. Tetapi ketika organisasi tersebut berkembang di desa-desa, maka meletuslah tindak kekerasan. Rakyat pedesaan tampaknya lebih menganggap SI sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan lokal yang kelihatanya monolitis, yang tidak sanggup mereka hadapi, daripada sebagai gerakan politik moderen. Gubernur Jenderal Idenburg secara hati-hati mendukung SI. Pada tahun 1913, dia memberi pengakuan resmi kepada SI. Meskipun demikian, dia tidak mengakuinya sebagai suatu organisasi nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya, melainkan hanya sebagai kumpulan cabang-cabang yang otonom. Suatu bentuk protes pedesaan yang lebih istimewa juga mencapai puncaknya pada tahun 1914. Di daerah Blora bagian selatan (Jawa Tengah-Utara), seorang petani Jawa yang buta huruf bernama Surantiko Samin (1859-1914) telah menghimpun pengikut dari kalangan para petani yang menolak segala bentuk kekuasaan dari luar, dan yang khususnya tidak menyukai peraturan-peraturan kehutanan yang baru diterapkan dikawasan hutan jati ini.
Pada masa sesudah sekitar tahun 1909, di seluruh Indonesia banyak bermunculan organisasi-organisasi baru dikalangan elite terpelajar, yang sebagian besar didasarkan atas identitas-identitas kesukuan. Para mahasiswa STOVIA di Batavia, tempat Budi Utomo lahir pada tahun 1908, juga menghasilkan beberapa organisasi baru ini, meliputi TRI Koro Dharmo (1915) yang di tahun 1918 menjadi Jong Java, “pemuda Jawa”, Jong Sumantranen Bond, ‘PERSERIKATAN PEMUDA Sumatera”, (1917), Studerenden Vereeniging Minahasa, “perserikatan mahasiswa Minahasa”, (1918), dan Jong Ambon, “pemuda Ambon”, (1918). Serikat-serikat buruh pun bahkan di Indonesia selama masa ramai-ramainya pembentukan organisasi ini, serikat pertama didirikan tahun 1905 untuk karyawan-karyawan perusahaan kereta api negara yang berkebangsaan Eropa. Tapi karyawan-karyawan Indonesia segera bergabung dan, pada tahun 1910, menjadi anggota mayoritas walupun tanpa hak suara. Pada tahun 1908 didirikan Vereniging voor Spoor en Tramweg Personeel, “serikat buruh kereta api dan trem”, (VSTP); keanggotaanya terbuka untuk karyawan-karyawan berkebangsaan Indonesia dengan status yang sama dengan karyawan-karyawan Eropa sejak awal.[3]


2.3 Pengaruh Perang Dunia Satu Terhadap Pergerakan Nasional Indonesia dan Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu
Periode sejak 1900 sampai akhir Perang Dunia 1 menyaksikan perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Meskipun negeri Belanda apabila dibanding dengan negara-negara lain dalam urusan daerah jajahan yang agak terlambat, kegiatanya dalam masa itu cukup menghasilkan kemajuan.[4] Namun dinamika perjalanan keadaan Indonesia tersebut tidak hanya sampai di situ, melainkan Perang Dunia Satu dan setelahnya memberikan pengaruh yang besar terhadap keadaan di Indonesia terutama dalam pergerakan Nasional.
2.3.1 Keadaan Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi memang cukup dirasakan Semua ini berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah dengan cepat, aksi-aksi penaklukan di daerah-daerah luar Jawa telah memperluas wilayah kekuasaan Belanda, dan daerah-daerah tersebut menjadi fokus yang lebih penting daripada Jawa dalam pembangunan ekonomi baru. Adanya kandungan-kandungan minyak bumi di daerah Langkat, Sumatera Utara, telah diketahui sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan kawasan yang tidak tenang selama berkecamuknya Perang Aceh. Pada tahun 1883, A.J. Zijlker mendapat persetujuan pemerintahan untuk suatu konsesi dari Pangeran Langkat, dan dimulailah pengeboran-pengeboran percobaan. Setelah menghadapi banyak masalah di bidang personel, keuangan medan, iklim, dan kebakaran sumur pada tahun 1888, akhirnya minyak mulai mengalir dalam jumlah yang menjanjikan.
Pada mulanya, minyak bumi dimanfaatkan terutama untuk minyak lampu. Memang merupakan salah satu kejadian luar biasa yang sifatnya kebetulan di dalam sejarah moderen bahwa tepat ketika lampu pijar, yang diproduksi secara komersial mulai tahun 1880-an, mengancam akan menghancurkan industri minyak bumi, mobil-mobil dengan mesin yang menggunkan minyak bumi memberi peluang baru kepada industri minyak bumi, mulai sekitar tahun 1900 dan seterusnya. Perusahaan-perusahaan-perusahaan lain segera tertarik pada kandungan minyak bumi Indonesia. Produk baru lainya adalah karet, yang juga berhubungan erat dengan industri mobil yang baru itu. Pohon karet yang asli, ficus elastica, diusahakan menjadi tanaman perkebunan di Jawa Barat dan pesisir timur Sumatera mulai tahun 1864.
Bukan hanya para pengusaha Belanda yang aktif di Indonesia. Pembentukan Royal Dutch Shell pada tahun 1907 mencerminkan internasionalisasi investasi secara umum. Pengembangan pertanian hampir sepenuhnya dikuasai Belanda. Akan tetapi, kira-kira 70% dari modal Belanda pada tahun 1929 diinvestasikan di Jawa, kira-kira separo diantaranya pada tebu. Pembangunan di luar Jawa lebih menginternasional. Semua kegiatan tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah luar Jawa telah mengungguli Jawa, baik sebagai pusat investasi maupun sumber expor. Komoditi-komoditi ekspor Jawa yang terpenting adalah kopi, teh, gula, karet, ubi kayu, dan tembakau. Untuk sebagian besar komoditi ini, hasil produksi daerah-daerah luar Jawa lebih banyak daripada Jawa. Sering sekali terjadi pasang surut, akan tetapi secara keseluruhan nilai ekspor di Jawa menurun hampir 70% dari tahun 1880.[5]
Namun kemajuan tersebut tidaklah berlangsung lama dikarenakan timbul permaslahan baru yaitu dengan Bergesernya kegiatan ekonomi ke daerah-daerah luar Jawa itu menimbulkan kesulitan yang besar dalam kebijakan pemerintah, kesulitan yang terus berlangsung sejak saat itu. Kini lapangan-lapangan investasi dan penghasil-penghasil komoditi ekspor yang terpenting adalah daerah-daerah luar Jawa. Akan tetapi, masalah-masalah kesejahteraan yang utama, tuntutan-tuntutan pokok terhadap ‘hutang kehormatan’ adalah di Jawa. Dalam teori, program-program kesejahteraan di Jawa dapat dibiayai dengan mengharuskan daerah-daerah luar jawa memberikan subsidi bagi program-program tersebut, sehingga menghindari naiknya pajak yang sudah sangat berat di Jawa. Dengan demikian, perbedaan antar Jawa dan luar Jawa yang berakar pada masa lalu menjadi semakin mencolok sekarang. Daerah-daerah luar Jawa mempunyai ikatan dengan islam yang lebih mendalam, kegiatan kewiraswastaan yang lebih besar, komoditi-komoditi ekspor yang lebih berharga, dan investasi asing yang lebih besar.
Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteaan penduduk pribumi hanya berkaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Misalnya, perluasan jaringan rel kereta api dan trem. Pada tahun 1867, jaringan rel kereta api diseluruh wilayah Hindia Timur Belanda hanya mencapai panjang kira-kira 25 kilometer, dan pada tahun 1873 hanya sekitar 260 kilometer. Akan tetapi setelah itu terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1930, jaringan rel kereta api dan trem sudah mencapai panjang 7.425 kilometer. Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan mengadakan percobaan dengan bibit-bibit baru, mendorong pemakaian pupuk, dan sebagainya. Usaha-usaha ini sangat berhasil, tetapi tidak sebanding dengan banyaknya penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk memengaruhi semua perkembangan yang terjadi selama zaman penjajahan baru ini dan juga menghantui sejarah Indonesia semenjak itu. Singkatnya, penduduk Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur) meningkat sampai sangat berlebihan, sementara di daerah-daerah luar Jawa masih banyak daerah yang jarang penduduknya atau tidak berpenduduk samasekali. Dengan demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada tahun 1930 tinggal di Jawa dan Madura, yang luasnya sekitar 7%dari luas seluruh daratan Indonesia. Jawa, yang pernah menjadi lumbung padi lumbung padi Nusantara, sekarang telah menjadi wilayah yang kekurangan bahan pangan.
Pertumbuhan penduduk Jawa mempunyai kaitan yang mendasar dengan tingkat kesejahteraanya yang rendah, tetapi pihak Belanda tidak mempunyai kebijakan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Memang sulit untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan. Kecuali beberapa eksperimen yang terbatas dan gagal dalam pembaharuan agraria, satu-satunya jawaban yang diberikan Belanda adalah emigrasi dari Jawa ke luar Jawa, suatu kebijakan yang masih terus dilanjutkan setelah kemerdekaan Indonesia dengan nama ‘transmigrasi’. Pihak Belanda telah meningkatkan anggaran belanja mereka untuk proyek-proyek kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat antara tahun1900 dan 1930. Akan tetapi, menghadapi kemiskinan yang mendalam dan penduduk Jawa yang terlalu banyak, hasilnya terbatas. Diadakanya berbagai program imunisasi, kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barangkali menyebabkan turunya angka kematian, walaupun angka-angka statistinya masih diragukan. [6]
·         Represi dan Krisis Ekonomi (1927-1942).
Sehabis perang, ekonomi sangat maju[7], dalam 10 tahun setelah 1914, ekspor Hindia Belanda ke Amerika Serikat meningkat tujuh kali lipat, yakni meningkat dari dua persen dari ekspor total sebelum perang menjadi 14 persen.[8] Namun dalam konteks ekonomi yang ada di dalam bangsa Indonesia hidup tiba-tiba berubah karena depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 1930-an. Sebagaimana ada gejala krisis yang akan terjadi di negara-negara industri. Harga  beberapa produk Indonesia telah mengalami penurunan dan pasar ekspor seperti pasar ekspor gula menciut karena produksi gula meluas dimana-mana, terutama di Inggris dan Jepang. Indonesia amat bergantung pada ekspornya, terutama produk minyak bumi dan pertanian. Tidak hanya pada produksi itu saja, produksi karet, kopi, dan tembakau juga menghadapi bencana. Krisis ekonomi di kedua daratan ini yang berakibat diberlakukannya kebijakan proteksi secara menyeluruh, ditambah dengan harga-harga yang menurun, tiba-tiba menjerumuskan Indonesia ke dalam  suatu krisis ekonomi. Dampak krisis ini terhadap bangsa Indonesia jelas sangat serius. Memang benar, seperti yang dikatakan oleh beberapa pengamat bahwa para pekerja Indonesia cenderung kembali ke pertanian untuk menyambung hidup, namun juga benar bahwa banyak diantaranya tidak memiliki kesempatan itu sama sekali. Sebagian lahan tidak lagi digunakan untuk produksi gula dan digunakannya kembali produksi padi, tetapi peningkatan produksi padi tidak sepenuhnya dapat menyediakan keperluan makanan dan pekerjaan bagi populasi yang terus menerus bertambah.[9]
2.3.2        Keadaan Politik
Setelah lebih daripada dua ratus tahun pengaruh Belanda sangat menonjol di Indonesia, terlihat bahwa sesudah Perang Dunia Pertama, kebijakan kolonial yang baru mulai menghasilkan buah.[10]
Perang Dunia I (1914-8) menandai dimulainya zaman kegiatan politik yang bergejolak di Indonesia.[11] Kehebohan politik di Eropa yang mencapai puncaknya antara 1917 dan 1920 menyebabkan pandangan yang sebelumnya dianggap sangat radikal sebelum perang menjadi dominan. Di Belanda konsep baru kebijakan kolonial maju pesat, dan di Indonesia baik gerakan Internasional maupun nasional menjadi semakin kuat.[12] Dan dari hal ini perlu diketahui mengenai pergerakan politik pada masa setelah Perang Dunia 1 di Indonesia.
·         Proses Radikal
Apabila sekitar tahun 1915 dan 1916 organisasi utama seperti SI dan BO pada umumnya bersikap lunak dan loyal terhadap gubernemen Hindia Belanda maka dalam tahun-tahun berikutnya tumbuhlah sikap politik yang semakin radikal, semata-mata sebagai kelakuan reaktif terhadap politik kolonial yang semakin bertentangan dengan politik etis.[13]
Mulai pecahnya Perang Dunia 1pada tahun 1914, kelihatan ada usaha untuk mengembalikan kekuatan yang ada pada Budi Utomo. Berdasarkan akan adanya kemungkinan intervensi kekuasaan asing lain, Budi Utomo Melancarkan isu penting pertahanan sendiri, dan yang menjadi penyokong alasan wajib militer pribumi. Diskusi yang terjadi berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat sebaliknya menggeser perhatian rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat. Dikirimkanya sebuah misi ke negeri Belanda oleh Kote “Indie Weerbaar” untuk pertahanan Hindia dalam tahun 1916-1917 merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi Budi Utomo.[14]
·         Polarisasi dan Radikalisasi (1918-1926)
Pada akhir dasawarsa kedua perkembangan politik mengalami intensifikasi dan ekstensitas, tidak hanya karena ada peningkatan politik kolonial, tetapi juga karena ada peningkatan tuntunan politik serta meluasnya mobilisasi politik dikalangan rakyat. Tambahan pula tersedia kepemimpinan yang di jalankan oleh tokoh – tokoh yang menunjukkan integritas luar biasa.
Meskipun fokus aktivitas politik tetap ada pada organisasi pergerakan nasional, namun lewat saluran – saluran lain dilancarkan pelbagai aksi, seperti aksi pemogokan sarekat pekerja dan sarekat buruh, protes, deklarasi, dan lain sebagainya.
Di samping itu muncul aktivitas di bidang ekonomi, sosial dan budaya, seperti pendirian koperasi, sekolah – sekolah, kursus – kursus pusat latihan kesenian. Mulai disadari bahwa semua bidang kegiatan itu menjadi saluran yang berfungsi sangat instrumental untuk meningkatkan kesadaran nasional pada umumnya dan kesadaran pilitik khusunya. Hal ini lebih dirasakan manfaatnya terutama dalam menghadapi pembatasan kebebasan berbicara dan berkumpul serta pengekangan kegiatan antara pemimpin dan aktivitas pergerakan. Setiap bentuk solidaritas akan merupakan simbol politik seperti lazimnya pada manifesti kolektif.
Sejak dilancarkannya gerakan Indie Weerbaar yang segera disusul oleh kesibukan sekitar persiapan pembentukan DR ( Dewan Rakyat ), arena politik meluas sekali serta aktivitas politik menjadi sangat intensif. Permasalahan sekitar kedua hal itu menjadi fokus konflik politis tidak lain karena timbul pendirian pendirian yang antagonistis, yaitu pro dan kontra menurut aliran ataupun orientasi ideologinya. Spektrum politik benar – benar mencerminkan pluralisme dari masyarakat indonesia. Golongan sosialis dan komunis ada pada ujung tempat kaum radikal dan ekstrim kiri , sedang golongan BO ada di ujung tempat kaum moderat. Keduduka SI ada diantara golongan itu. Paling sedikit sampai tahun 1923 waktu itu ada larangan terhadap keanggotaan rangkap. Perkembangan dari tahun ke tahun sejak 1918 menunjukkan kecenderungan ke arah orientasi radikal. Ada beberapa faktor yaang menyebabkannya:
1)      Dibidang politik di Eropa dampak pergolakan politik  pasca perang dunia I di Eropa pada umumnya dan di Negeri Belanda khususnya. Revolusi Oktober 1917 di Rusia yang disusul oleh gerakan revolusioner kaum sosial – demokrat Belanda yang dipimpin oleh Troelstra memberi inspirasi kepada unsur – unsur progresif di Indonesia yang bergabung dalam ISDV untuk menuntut pemerintahan sendiri dan perwakilan dengan hak – hak yang luas. Pidato Van Limburg Strium pada 18 November 1918 memberi angin kepada semangat revolusioner itu;
2)      Dibidang sosial – ekonomi, perang dunia I mengakibatkan kemacetan pengangkutan hasil perkebunan sehingga pengusaha perkebunan mengurangi produksinya dengan akibat banyak rakyat kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Penderitaan rakyat bertambah besar lebih – lebih gubernemen membebankan pajak yang lebih berat kepada rakyat. Kalau sejak 1920 ekonomi membaik karena produksi perkebunan mendapat pasaran yang baik sekali, kebijaksanaan gubernemen lebih condong membiarkan pengusaha yang memungut sebagian besar keuntungannya, sedang rakyat tetap ditekan dengan beban pajak serta hidup dalam kondisi yang merana;
3)      Proses politisasi lewat organisasi, kongres, media massa memperoleh rangsangan dari proses memburuknya kondisi sosial – ekonomi rakyat. Lewat garis organisasi serikat buruh dan serikat pekerja sekerja ada kesempatan untuk memobilisasikan rakyat tingkat bawah, karena statusnya sebagai komponen sangat fungsional dalam sistem produksi ekonomi kolonial. Sesuai dengan struktur ekonomi dualistisnya, ekonomi perkebunan sebagai tulang punggung politik eksploitasi daerah jajahan tetap menuntut tenaga kerja yang murah, sehingga dalam situasi ekonomi bagaimanapun kepentingan kaum pengusaha perlu dijamin, sedang kaum buruh sebanyak – banyaknya ditekan.
4)      Bertolak dari prinsip bahwa kepentingan kaum modal perlu di lindungi maka politik kolonial yang dijalankan oleh GJ Fock mau tak mau bersifat raksioner dalam menghadapi aliran – aliran politik serta segala manifestasinya seperti yang direalisasikan oleh organisasi – organisasi pergerakan nasional. Adalah suatu proses wajar apabila dalam hubungan penuh konflik kepentingan itu timbul peningkatan sikap reaksioner pada satu pihak dan radikalisme di pihak lain.
5)      Memburuknya kondisi hidup pada umumnya dan kondisi kaum buruh khususnya menciptakan iklim yang penuh kegelisahan serta keresahan dikalangan rakyat sehingga ada kecenderungan kuat mengikuti himbauan para pemimpin untuk aksi –aksi, antara  lain pemogokan. Sudah barang tentu pemimpin – pemimpin radikal ISDV, VSTP, PKI, sangat aktif dalam propaganda untuk melakukan perjuangan melawan kapitalisme dan imperialisme. Secara terus – menerus mereka berusaha membawa organisasi ke arah radikalisme dan polarisme.[15]

·         Gaya Baru dalam Pergerakan Nasional Setelah Tahun 1926
Suatu dampak yang menonjol dari politik konserfatif Gubernur Jendral Fock ialah pergerakan Nasional menempuh jalan makin radikal dalam memperjuangkan tujuannya yang semakin berubah menjadi politik murni lokasi sosial golongan yang mendukung suatu organisasi pergerakan akan sangat menentukan derajat radikalismenya.[16]
1.      Bentuk Ideologi Politik Masa Pergerakan Nasional Setelah Tahun 1926
Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin partai nasionalis sebagai elite modern menghadapi masalah bagaimana mencapai terpisah oleh jarak sosial dari rakyat. Berbagai dengan SI (PSI) yang berdasarkan ideologi religius, PNI dan kemudian Partindo atau PNI Baru sebagai organisasi nasionalis sekuler membutuhkan ideologi politik yang non religius. Dalam hal ini lingkungan PNI soekarnolah yang telah banyak memberikan sumbangan konsepsi-konsepsi politik, antara lain konsep marhanisme, sosio-nasionalisme, dan sosio – demokratisnya.[17]
2.      Perkembangan Organisasi-Organisasi Politik dan Gerakan Sesudah Tahun 1926
·         Sekitar Pendirian PNI (Partai Nasional Indonesia)
Politik kolonial Belanda telah memberikan jalan ke arah organisasi yang bercorak nasional murni dan bersifat radikal. Inisiatif in adalah Ir. Soekarno tahun 1925 mendirikan Aglemeene Studie Club di Bandung. Tahun 1926 setelah terbitnya karya H.O.S Tjokroaminoto tentang islam dan sosialisme, Ir. Soekarno memasukkan unsur kekuatan idiologi ketiga yaitu nasionalisme dalam karangan,’ Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”. Ketiga kekuatan itu menjadi landasan pergerakan nasional secara garis besar dan oleh Ir. Soekarno juga dianggap sebagai alat pemersatu pergerakan rakyat Indonesia. Kemudian disebut sebagai nasakom. Tanggal 4 Juli 1927 atas inisiatif Aglemeene Studie Club mendirikan rapat perserikatan Naional Indonesia sebagai rapat pembetukan partai yang dihadiri oleh Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokroadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Sunario. Pada rapat itu dr. Tjipto tidak setuju dibentuk partai baru namun disarankan menyalurkan nama baru sebab PKI harus ditindas.[18]
·         Partindo (Partai Indonesia)
Pada tanggal 29 April 1931 di Jakarta didirikan partai politik baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo). Pada dasarnya, Partindoa adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya yakin bahwa cara itu akan mencegah tindakan dari pemerintah menentang Partindo. Dalam maklumatnya tertanggal 30 April 1931 dalam majalah Persatuan Indonesia dinyatakan bahwa Partindo berdiri di atas dasar nasionalisme,dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun (self help),dan tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia. Dalam mencapai tujuan itu Partindo yang dipimpin oleh Sartono akan mendasarkan pada kekuatan sendiri. Anggota Partindo sebagian besar berasal dari anggota PNI. Pada permulaan bulan Februari 1932 Partindo mempunyai anggota sekitar 3000 orang.
·         PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia)
Golongan Merdeka tidak senang melihat pembubaran PNI itu yang kemudian disusul dengan didirikannya Partindo. Mereka tidak tinggal diam,tetapi berusaha untuk mendirikan suatu organisasi sendiri. Mereka selalu berhubungan dengan Mohammad Hatta yang masih berada di Negeri Belanda. Akhirnya pada bulan Desember 1931 di Yogyakarta didirikan organisasi baru bagi mereka dengan nama Pendidikan Nasional Indonesia (disingkat PNI-Baru).
Jika PNI-Baru dibandingkan dengan Partindo, pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang besar. Kedua organisasi tersebut berdiri di atas dasar yang tidak jauh berbeda,yaitu nasionalisme. Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia yang hendak dicapai dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun (self-help) dan tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (nonkooperasi).
·         Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya merupakan fusi (gabungan) dari Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Penggabungan dua organisasi ini dilaksanakan pada kongresnya di Surakarta tanggal 25 Desember 1935. Tujuan Partai Indonesia Raya adalah untuk mencapai Indonesia mulia dan sempurna, dengan dasar nasionalisme Indonesia. Taktik perjuangannya adalah kooperasi.  Oleh karena itu, Parindra mempunyai wakilnya di Volksraad untuk membela kepentingan rakyat. Selain perjuangan melalui volksraad Parindra juga melakukan beberapa usaha, antara lain sebagai berikut : 1) Di bidang pertanian dengan mendirikan Perhimpunan Rukun Tani untuk membantu kehidupan petani dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. 2) Di bidang pelayaran dengan membentuk Rukun Pelayaran Indonesia. Kepengurusan Parindra. Pada awal terbentuknya organisasi ini adalah Dr. Sutomo sebagai ketua dan Wuryaningrat sebagai wakil ketua. Sedangkan Kepala Departemen Politik dalam Pengurus besar Parindra adalah Muhammad Husni Thamrin
·         Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Pertengahan Mei 1937 di Jakarta dibentuk partai gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Dengan ketuanya Adnan Kapau Gani. Asas Gerindo yaitu kebangsaan,kerakyatan. Didasarkan atas satu darah satu keturunan. Asas kerakyatan dari gerindo adalah demokrasi dalam berbagai lapangan masyarakat. Jalan untuk mencapai tujuan, yaitu dengan cara:
                                                              i.      Membimbing rakyat sampai mencapai tingkat keinsafan, ekonomi dan sosial.
                                                            ii.      Menyusun kekuatan rakyat diluar dan didalam rakyat-rakyat ketika didalam dewa-dewan.
Gerindo mengutamakan bidang politknnya. Organisasi ini mendapat dukungan dan partisipasi dari mantan anggota partindo. Sehingga kolonial mencoba menghangatkannya dengan cara membubarkan rapat pendirian cabang gerindo. Sedangkan politiknya ditunjukkan terhadap petisi Sutarjo menuju konferensi imperiaslisme ketika hak Belanda dan Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di Indonesia.
3.      Berakhirnya Masa Nonkooperasi
Periode antara awal 1932 sampai pertengahan 1933 tidak hanya di tandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha pengintegrasian organisasi – organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi politik yang semakin meningkatkan terutama sebagai dampak politik agitasi yang di jalankan Soekarno. Disini dijumpai kekuatan – kekuatan sosial yang anatgonistik sehingga gerakan nasionalis sebagai totalitas menjadi kontra produktif,bahkan dalam rangka kondisi ekonomis serta situasi politik menuju ke perbenturan kekuatan nasionalis dengan nasionalis dengan kekuasaan kolonial.
Dalam suasana yang semakin panas dapat diduga bahwa penguasa sudah siap untuk bertindak tindakan pertama ialah pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada tanggal 19 Juli 1933 yang memuat sebuah cartoon. Pada tanggal 1 Agustus semua rapat Partindo dan PNI baru dilarang dan hari itu juga Soekarno ditahan. Sehari kemudian dikeluarkan larangan bagi semua pegawai negeri masuk menjadi anggota partai tersebut. Tindakan – tindakan itu kesemuanya dilegitimasikan oleh pemerintahan HB semata – mata untuk menjamin rust en orde dan dilandaskan pada artikel 153 bis dan ter.[19]

·         Reorganisasi dan Reorientasi

Menjelang krisis dunia serta pecahnya Perang Dunia 2 politik kolonial membeku, tidak ada kemampuan menyesuaikan diri dari perubahan zaman. Dari gerakan nasionalis ada pelbagai usaha untuk menyesuaikan diri, antara lain dengan menjalankan politik kooperasi gerakan yang bersifat progresif-moderat.
Ancaman dan tekanan yang terus menerus diberikan pemerintah kolonial terhadap organisasi-organisasi kebangsaan dan tokoh-tokoh pergerakan pada masa itu, merupakan sebagian sebab mengapa pergerakan kebangsaan Indonesia pada tahun1930-an tidak dapat bersifat demikian radikal, malah sebaliknya bersikap lunak terhadap pemerintah kolonial. Pada tahun 1930-an pemerintah kolonial Belanda telah mengefisienkan alat-alat represif dan preventifnya terhadap pergerakan kebangsaan.
Pemerintah kolonial tidak berniat untuk mematikan pergerakan kebangsaan Indonesia. Pemerintah kolonial mengetahui bahwa aspirasi rakyat yang tidak tersalurkan dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang tidak diinginkan (gerakan sosial).  Pemerintah kolonial pada dasarnya hanya hendak melemahkan aktivitas pergerakan kebangsaan, khususnya pergerakan kebangsaan yang dinilai radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis.
Atas dasar itulah akhirnya banyak organisasi kebangsaan mengubah haluan dari non-kooperasi menjadi kooperasi. Berkembangnya faham fasisme di Eropa serta politik ekspansionisme yang tengah dilancarkan oleh pemerintah militer Jepang sedikit banyak juga telah memberikan pengaruh terhadap pengubahan haluan organisasi kebangsaan Indonesia. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia kaum nasionalis menyadari bahwa untuk menangkal fasisme tersebut tidak ada cara lain kecuali memihak demokrasi.,maka dari itu perjuangan melawan kolonialisme dan imperalisme tidak dilakukan lagi secara mutlak bersikap anti. Ada kebersamaan yang mendekaktkan kaum nasionalis dengan pihak colonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul terlebih dahulu di kalangan PI yang mulai mengambil haluan kooperasi.[20]

·         Perjuangan Mengarah ke Persatuan dan Kesatuan Selama Masa Perang
Selama masa pergerakan nasional, peranan pemuda dan organisasi kepemudaan memiliki andil yang besar terhadap perjuangan yang mengantar bangsa Indonesia menuju persatuan dan kesatuan. Dalam organisasi kepemudaan muncul ide-ide baru, sistem pendidikan, dan disintegrasi tatanan lama.
Akhirnya mereka para pemuda mulai berpikir dan memepertannyakan posisi mereka dalam arus perubahan zaman. Mereka mulai mencari identitas diri dan mencari jati diri demi menatap masa depan yang selama ini di kungkung oleh dekapan generasi tua dan tekanan penjajah Belanda.
Berdasarkan argumen-argumen para pemuda, hal ini mendorong lahirnya organisasi kepemudaan. Organisasi-organisasi tersebut tumbuh dan berkembang sedemikian rupa hingga mengarah pada persatuan dan kesatuan pada satu kesepakatan nasioanl nasional dalam bentuk sumpah bersama untuk satu nusa, tanah air dan bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia.
2.3.3        Keadaan Sosial
Kegagalan Politik etis tampak jelas pada tahun-tahun akhir Perang Dunia 1 sewaktu di mana-mana timbul kelaparan dan kemiskinan. Perbedaan antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi sangat mencolok. Perusahaan mengalami kemajuan pesat dan keuntungan berlipat ganda. Hal itu disebabkan oleh permintaan yang besar akan produksi Hindia Belanda di pasar Dunia. Untuk dapat menghadapi persaingan, pengusaha menuntut agar pemerintah tidak menghalang-halangi perusahaan mereka. Usaha untuk membantu rakyat hanya dijalankan oleh pengusaha di daerah-daerah di mana mereka mempunyai kebun; jadi semata-mata untuk memelihara kepentinganya. Tidak mengerankan apabila waktu itu kegelisahan sosial sangat meluas.[21]
2.4 Pengaruh Perang Dunia dua Terhadap Pergerakan Nasional Indonesia dan Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Dua
Perlu diketahui bahwa selama kedua dasawarsa dari periode antara Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 keretakan sosial antara golongan-glongan rasial menjadi lebih parah dan pertentangan politik menjadi lebih tajam dari pada masa-masa sebelumnya.
Masa Perang Dunia 2 merupakan peristiwa perang yang dilakukan untuk  balas dendam, terutama negara-negara yang kalah perang. Mereka dirugikan oleh perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh blok Sekutu. Terjadinya Perang Dunia 2 secara tidak langsung berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Belanda jatuh ketika dunia memasuki Perang Dunia Kedua pada bulan Mei 1940, ketika tentara Jerman menyerbu dan melancarkan perang kilat (blietzkrieg). Setelah bertempur selama empat hari, tentara kerajaan Belanda menyerah pada tanggal 15 Mei. Sehari sebelumnya, Ratu dan pemerintah kerajaan Belanda telah meninggalkan negerinya untuk mengungsi ke London. Secara tidak terduga, Hindia Belanda harus berjuang sendirian. Amsterdam dan Den Haag tidak lagi menjadi panggung politik yang menentukan perjalanan daerah koloni. Apalagi, pilihan untuk memindahkan pemerintahan kerjaan Belanda ke daerah jajahan Hindia Belanda tidak diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan. Khawatir akan kegiatan subvertif, pemerintah kolonial mengambil keputusan untuk memenjarakan Hindia Belanda.
Ancaman Jepang bermula ketika awal tahun 1930-an suatu elite militer yang menguasai pemerintahan Jepang mengambil keputusan untuk memperluas pengaruhnya di wilayah sekitarnya. Pelaksanaan keputusan itu menghadapi tantangan dari Cina dan negara-negara Barat. Pada tahun 1937 pecah perang antara Cina dan Jepang sebagai akibat dari politik ekspansi itu. Bagi Hindia Belanda, kejatuhan negeri induk menimbulkan keadaan yang tidak menentu dan kebingungan. Kekuatannya terlalu lemah untuk mempertahankan diri atau menghadapi kemungkinan invansi Jepang.
Serangan Jepang terhadap Hindia Belanda bukanlah suatu ancaman yang tidak berdasar. Sejumlah alasan dapat menjadi faktor pendorong serbuan itu. Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk menunjang kemajuan ekonomi dan industrinya sejak pencanangan Restorasi Meiji di abad ke-19.Oleh karena itu, Jepang sangat bergantung pada pasokan dari negeri-negeri yang berlimpah sumber daya alamnya. Tidak mengherankan apabila kepulauan Indonesia yang kaya akan sumber daya itu masuk dalam target invansi dan penguasaan Jepang.
Pada tahun 1942 Jepang berhasil mengalahkan Belanda, maka posisi Belanda terhadap Indonesia diambil alih oleh Jepang. Artinya Indonesia mulai dijajah oleh Jepang. Berbagai kebijakan Jepang di Indonesia diarahkan untuk memperkuat kekuatan militer. Selain itu untuk ikut mendukung kemenangannya dalam menghadapi Sekutu. Perang Dunia 2 juga berpengaruh bagi Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Setelah Jepang kalah menyerah kepada Sekutu tanggal 14 Agustus 1945, Indonesia dalam keadaan “vacuum of power” (kekosongan kekuasaan). Jepang sudah menyerah berarti tidak mempunyai hak memerintah Indonesia, sementara sekutu, saat itu belum datang. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Pengaruh Perang Dunia 2 terhadap pergerakan nasional Indonesia, yaitu kekuasaan Indonesia yang awalnya dikuasai oleh Belanda jatuh ke tangan Jepang. Karena Belanda jatuh ketika memasuki Perang Dunia 2 sehingga kekuasaan Indonesia diambil alih oleh Jepang.

2.4.1 Keadaan Pergerakan Nasional Indonesia sesudah Perang Dunia 2
1.      Bidang Politik
Setelah terjadinya Perang Dunia 2 bangsa Indonesia ini berada dibawah kepemimpinan Jepang. Karena Belanda jatuh ketika dunia memasuki Perang Dunia 2. Keadaan di bidang politik pergerakan nasional Indonesia sesudah Perang Dunia 2 yaitu berada pada kekuasaan Jepang. Tentara Jepang rupanya menyadari betapa pentingnya mengadakan kerja sama dengan kaum pergerakan nasional Indonesia. Jadi kerja sama dengan kaum pergerakan itu dapat memudahkan usaha tentara Jepang untuk mengerahkan tenaga rakyat Indonesia dalam membantu perang yang dilancarkan oleh Jepang. [22]
Namun dalam menghadapi penjajahan Jepang, para pemimpin bangsa Indonesia menggunakan dua macam taktik, yaitu taktik kooprasi atau bersedia bekerja sama dengan kaum penjajah Jepang, dan taktik non kooperasi, yakni menolak kerja sama dengan penjajah. Pihak tentara Jepang berusaha memanfaatkan pengaruh-pengaruh para pemimpin pergerakan untuk mendukung usaha perang mereka, dilain pihak para pemimpin pergerakan nasional Indonesia berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya pula dari kerja sama itu untuk tujuan mencapai kemerdekaan tanah air dan bangsanya.[23]
2.      Bidang Sosial
Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas baru untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.[24]
3.      Bidang Ekonomi
Ketika dunia memasuki Perang Dunia 2 dan jatuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia ke tangan Jepang, dengan itu sistem ekonomi di Indonesia diatur oleh Jepang. Sebenarnya sudah sejak Perang Dunia 1 Jepang tertarik kepada Indonesia setelah ia melihat bahwa Indonesia selain sangat kaya bila dilihat dari segi ekonomi. Indonesia sangat berharga  bagi Jepang karena negara itu kaya akan bahan-bahan mentah untuk keperluan industri Jepang seperti minyak, karet, timah, bauksit, nikel, mangan, dan lainnya. Pihak Hindia Belanda pun mulai merasakan adanya tekanan-tekanan dari pihak Jepang karena adanya barang-barang Jepang yang membanjiri Hindia Belanda sangat tidak menguntungkan stabilitas ekonomi. Maka dengan alasan untuk menyehatkan ekonomi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan yang bersifat proteksi, diantaranya di bidang impor, tenaga kerja, perdagangan, penangkapan ikan, imigrasi, perkapalan, dan lainnya.[25]










BAB 3. PENUTUP
3.1    Simpulan
Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan. Penyebab Perang Dunia I, yang dimulai di Eropa Tengah pada akhir Juli 1914, termasuk faktor saling terkait, seperti konflik dan permusuhan dari empat dekade menjelang perang. Penyebab umum terjadinya Perang Dunia II salah satunya yaitu kegagalan Liga Bangsa-bangsa (LBB) dalam menciptakan perdamaian dunia. Sedangkan secara umun penyebab Perang Dunia II, yaitu Perang Dunia di Pasifik disebabkan oleh serbuan Jepang terhadap Pangkalan Armada Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour, Hawai 7 Desember 1941.
Keadaan pergerakan nasioan Indonesia sebelum terjadinya Perang Dunia atau yang awal terjadi adalah Perang Dunia satu, dapat diuraiakan dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) Politik Kolonial Menjelang Akhir Abad Ke-19; (2) Bangkitnya Pergerakan Nasional Indonesia
Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap pergerakan nasional Indonesia dan dampaknya setelah terjadi Perang Dunia Satu. Periode sejak 1900 sampai akhir Perang Dunia 1 menyaksikan perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Meskipun negeri Belanda apabila dibanding dengan negara-negara lain dalam urusan daerah jajahan yang agak terlambat, kegiatanya dalam masa itu cukup menghasilkan kemajuan.
Pengaruh Perang Dunia Satu terhadap Tergerakan nasional Indonesia dan Dampaknya Setelah Terjadi Perang Dunia Satu perlu diketahui bahwa selama kedua dasawarsa dari periode antara Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 keretakan sosial antara golongan-glongan rasial menjadi lebih parah dan pertentangan politik menjadi lebih tajam dari pada masa-masa sebelumnya.
3.2  Saran
Sesuatu yang pada dasarnya menyangkut hal yang umum, apabila terjadi sesuatu pasti akan memberikan suatu pengaruh. Intensitas dan jenis pengaruh yang diberikan tentusaja sesuai dengan keadaan dan sudut pandang penerima.
Pada suatu kejadian besar seperti Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 merupakan suatu gawe bersama seluruh dunia. Hampi negara-negara di seluruh dunia berpartisipasi dalam perang tersebut walau tidak semua, namunpengaruhnya terasa kepada seluruh dunia.
Mengenai pengaruh Perang Dunia terhadap pergerakan nasional Indonesia, yang yang didpatkan Indonesia baik dalam segi negatif maupun positif. Adapun semua itu diterima ataupun tidak tetap harus dirasakan oleh orang Indonesia. Yang menjadi suatu pokok dari semua ini adalah yang terpenting harus selalu bijak dalam menghadapi dan menanggapi suatu kejadian. Sehingga dapat memanfaatkan dampaknya-dampaknya bukan malahan kerugian yang dirasakan.
Dengan suatu pemikiran, seharusnya dapat dilancarkan siasat-siasat yang baik demi menguatkan pergerakan rakyat Indonesia. Dan hal tersebut sudah terealisasikan oleh para pejuan Indonesia.
Dari kejadian tersebut dapat diambil pelajaran bahwa dalam segala hal orang harus selalu mampu memanfaatkan keadaan/ peluang. Meski tidak semudah yang dipikirkan, namun bukan hal yang mustahil keindahan dapat diraih dengan kegigihan.  






DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoronegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Riclefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
M.D, Sagimun. 1985. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang. Jakarta: Inti Idayu Press.
Kartodijo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia (Seajarah Pergerakan Nasional) Jilid 2. Jakarta: PT. Gramedia.
Vlekke. Bernard H.M. 2008. Nusantara (Sejarah Indonesia). Jakarta: PT. Gramedia.
Murni, Sri Pangestu Dewi. 2005. Pergerakan Nasional Indonesia. Medan: Fakultas Sastra- Universitas Sumatera Utara.




[1][1] Murni, Sri Pangestu Dewi. 2005. Pergerakan Nasional Indonesia. Medan: Fakultas Sastra- Universitas Sumatera Utara. Hlm. 3-4.
[2] Murni, Sri Pangestu Dewi. 2005. Pergerakan Nasional Indonesia. Medan: Fakultas Sastra- Universitas Sumatera Utara. Hlm. 4-5.
[3] Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
[4] Poeponegoro, Marwati Djoened., Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 42.
[5] Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.

[6] Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
[7] Poeponegoro, Marwati Djoened., Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 60.
[8] Vlekke, Bernard H. M. 2008. Nusantara (Sejarah Indonesia). Jakarta: Gramedia. Hlm. 383.
[9] Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
[10] Vlekke, Bernard H. M. 2008. Nusantara (Sejarah Indonesia). Jakarta: Gramedia. Hlm. 380.
[11] Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
[12] Vlekke, Bernard H. M. 2008. Nusantara (Sejarah Indonesia). Jakarta: Gramedia. Hlm. 383.
[13] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999.hlm. 141.
[14] Poeponegoro, Marwati Djoened., Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 338.
[15] Kartodirdjo,Sartono. PengantarSejarahIndonesiaBaru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramdia Pustaka Utama. Jakarta, 1999. Hlm. 144.
[16] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999.154.
[17] Ibid. hlm. 170.
[18] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999. Hlm. 155.
[19] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999. Hlm. 176.
[20] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1999. Hlm. 180.
[21] Poeponegoro, Marwati Djoened., Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 59.
[22] Sagimun M.D. Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap fasisme Jepang. Hal: 29
[23] Sagimun M.D. Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap fasisme Jepang. Hal: 30
[24] M.C Ricklef. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Hal: 428
[25] Sagimun M. D Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Fasisme Jepang Hal : 16

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

Sample text

Total Tayangan Halaman

Social Icons

Blogger templates

Feature (Side)

Blogger news

Pages

AD (728x90)

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Pengikut

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget