Rabu, 03 Juni 2015

Pergolakan di Ethiopia (Revolusi Ethiopia)





BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pergolakan merupakan suatu keadaan yang tidak tenang, tidak kondusif, terjadi kekeruhan suasana sehingga tidak terkendali seperti yang diinginkan. Dalam pendapat awam, pergolakan lebih diidentikkan kepada suatu keadaan huru-hara atau terjadi pertikaian fisik yang tidak terkendalikan untuk suatu alasan.
Pergolakan yang terjadi di Ethiopia selama ini pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu perubahan radikal dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup singkat.[1]
Hal ini merupakan hasil reaksi dari suatu perlakukan yang dilakukan pemerintah yang dikepalai oleh Kisar Haile Selassie. Dalam konteks ini, pergolakan menjadi hal yang unik, karena huru-hara yang dibuat bukanlah tanpa tujuan yang berarti atau menunjukkan kean pribadi dan golongan, melainkan menunjukkan suatu perintah dan kemauan rakyat atas keadaan yang begitu hancur dan pemerintah dengan sadar membiarkan serta tidak memberikan kebaikan.
Berbagai usaha dilakukan dan mengusahakan revolusi di Ethiopia ini, terutama dengan jalan secara tegas mengambil ali langsung peran pemerintah sehingga dapat dikendalikan dan diatur dengan baik sesuai dengan rakyat.
Keadaan yang bergejolak ini, seperti yang dikatakan sebelumnya merupakan pada kehidupan Kaisar Haile selassie, namun lebih ditekankan pada masa setelah Ethiopia diserahkan kembali pada Kaisar Haile Selassie oleh orang-orang eropa.
Dalam membahas hal ini, ada banyak hal yang menarik untuk pelajari secara memndalam, oleh karena itu perlu adanya suatu kajian akan hal ini supaya dapat lebih diketahui akan berita akan pengetahuan ini benar-benara dapat diperoleh.


1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)      Bagaimana keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile Selassie?
2)      Apa yang melatar belakangi terjadinya pergolakan di Ethiopia?
3)      Bagaimana proses pergolakan di Ethiopia?
4)      Bagaimana akhir dari pergolakan Ethiopia?

1.3  Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Mengetahui dan memahami keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile Selassie;
2)      Mengetahui dan memahami latar belakang terjadinya pergolakan di Ethiopia;
3)      Mengetahui dan memahami proses pergolakan di Ethiopia;
4)      Mengetahui dan memahami akhir dari pergolakan di Ethiopia.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Dapat mengetahui lebih dalam mengenai keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile Selassie;
2)      Dapat mengetahui lebih dalam mengenai latar belakang, proses, dan akhir dari pergolakan di Ethiopia.


BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Ethiopia pada Masa Kaisar Haile Selassie
Republik Demokratik Federal Etiopia atau Etiopia adalah sebuah negara yang terletak di Afrika,[2] tepatnya pada belahan Afrika Bagian Timur (Tanduk Afrika). Letak Geografis dan Penduduk Ethiopia berbatasan dengan Somalia, Kenya, Sudan, Eritrea dan Djibouti, dengan luas wilayah 1.127.127 km2.[3]
Ethiopia, kadang-kadang disebut pula Abyssinia, adalah negara kekaisaran. Secara legendaries diperintah oleh keturunan Puteri Sheba dan Raja Sulaiman. Negara ini dapat mempertahankan kemerdekaannya dari serangan tentara Islam pada abad perluasan agama Islam ke Afrika Tengah dan Afrika Timur dan terhindar pula dari perebutan kekuasaan negara negara Eropa di Afrika dalam abad ke 19. Ethiopia dapat menggagalkan usaha Italia untuk menguasai daerahnya pada tahun 1896.
Dahulu, pada permulaan pencarian daerah daerah baru, Ethiopia terkenal di Eropa dengan nama Prester John, yaitu suatu daerah yang penduduknya sebagian besar beragama Kristen (Koptik).
Nama Heile Selassie I sering dihubungkan dengan nama Puteri Sheba dan Raja Sulaiman, dua tokoh legendaries yang dipandang menurunkan kaisar-kaisar Ethiopia, sehingga kaisar Heile Selassie itupun dipandang sebagai keturunan kedua tokoh tersebut. Oleh karena itu segala perintah Heile Selassie I sangat dihormati oleh rakyatnya.
Daerah kekuasaan Ethiopia meliputi daerah Ethiopia dulu dan daerah daerah Eritrea, bekas jajahan Italia. Terletak di sebelah Timur Laut Afrika, berbatasan di sebelah Utara Laut Merah, di sebelah Barat Sudan di sebelah Selatan Kenya dan Somalia, di sebelah Timur Somalia Perancis dan Republik Somalia.
Luas Ethiopia adalah 395000 mil. Daerahnya bergununggunung yang mer rangkaian pegunungan, sehingga tempat ketinggian ini merupakan cirri daerah Ethiopia. Lembah Rift yang terbent dari Timur Laut ke Tenggara, membelah negeri itu menjad dua bagian yang memisahkan daerah dataran tinggi Ethiopia di sebelah Barat dengan dataran tinggi Somalia di sebelah Timur.[4]
2.1.1 Kaisar Haile Selassie
Kaisar Heile Selassie I adalah keturunan ke 225 dari Raja Sulaiman dan Puteri Sheba. Jadi ia adalah kaisar Ethiopia yang ke-225. Heile Selassie I merupakan pusat politik dan pusat rohani rakyat Ethiopia.
Kaisar Heile Selassie I lahir pada tanggal 23 Juli 1892 di provinsi Harar. Sebelum beliau mengambil nama Heile Selassie, yang berarti : “alat untuk mewujudkan kekuatan,” nama aslinya ialah ras Tafari Makonnen. Ayahnya ialah ras Makonnen, adalah seorang perwira yang cakap yag menjadi kepercayaan Menelik. Kehidupan Ras Tafari penuh dengan penderitaan. Sepuluh saudara laki-laki dan perempuan telah meninggal dunia ketika masih kanak, dalam suatu kecelakaan perahu di Danau Aramaya. Hanya Ras Tafari sajalah yng terhindar dari maut itu.
Kemudian beliau mempergunakan waktunya selama tujuh tahun di Eropa untuk belajar bahasa Perancis pada sekolah Missi. Ketika beliau berusia limabelas tahun, ayahnya meninggal dunia, pada tahun 1907 dan tak lama sesudah itu, pengasuhnya yang bernama Ras Tasama mati diracun.
Pada saat ayahnya meninggal Ras Tafari kembali ke Addis Ababa dan memperpendek studinya. Sebagai seorang muda dan seorang bangsawan dengan kecakapan tertentu, ia diangkat menjadi gubernur Sidamo.
Pada saat itu usianya baru 18 tahun. Dalam tahun 1910 beliau menjadi gubernur Harar dan kemudian secara berturut-turut dapat pula menjadi gubernur Muleta dan Salali.
Ras Tafari dinobatkan pada tanggal 2 November 1930 dengan gelar Heile Selassie I Raja diraja, singa penahluk Yudea dan pilihan tuhan. Sesudah itu dilaksanakanlah serangkaian perubahan: dalam tahun pertama masa pemerintahannya, beliau mendekritkan satu undang-undang dasar dan pembentukan DPR, sistem badan kehakiman yang bebas dan administrasi yang dipusatkan. Kemudian beliau mulai menyusun program pembangunan Etiopia secara modern. Salah satu persoalan yang dihadapi dalam moderenisasi ini ialah adanya konsep kepemimpinan yang tradisional yang dipersonifikasikan pada diri seorang pemimpin, dimana ia memerintah karena hak suci. Bertolak dari kenyataan ini, maka politik yang dijalankan oleh kaisar, ialah:
1.      Mengadakan sentralisasi pemerintahan dan moderenisasi dibawah mahkota;
2.      Meningkatkan kedudukan Etiopia dalam pergaulan masyarakat dunia.
Langkah pertama yang ditempuhnya, ialah memberikan perhatian yang serius kepada pelayanan kesehatan masyarakat dan perluasan system pendidikan. Sayang sekali untuk menyelanggarakan moderenisasi ini, waktunya sempit sekali, sebab dalam bulan Oktober 1934, Italia mualai meniadakan semua ikatan-ikatan yang pernah dibuatnya dan mulai pula menggerakkan roda perangnya terhadap Etiopia.
Pada masa (1936) nasib Ethiopia yang diserang oleh Italia sama dengan nasib Spanyol yang diduduki oleh Nazi dan dikacau oleh orang orang komunis.
Ketika tentara Fasis menyeberangi perbatasan Tigre dan mulai menyerang Ethiopia, kaisar menyerukan kepada rakyatnya untuk mempertahankan tanah airnya. Kaisar menyatakan “lebih baik mati sebagai ksatria daripada hidup sebagai budak”. Rakyat Ethiopia berjuang dengan gagah berani, tetapi pada musim semi tahun 1936 tentara Italia memaksa kaisar untuk meninggalkan negerinya. Beliau pergi ke Jenewa, di mana dalam salah satu pidatonya, beliau mengharapkan adanya kesadaran manusia untuk melindungi keadilan yang sedang terancam, sebagaimana yang dialami oleh rakyat Ethiopia. Juga dikatakan bahwa jika negerinya yang kecil itu telah diperlukan dengan jalan memalukan itu, maka sebenarnya negara negara lain juga berada dalam bahaya. Bagaimanapun kebenaran yang ada padanya.
Dalam suasana keprihatinan tahun 1936, pemimpin pemimpin dunia tidak berani mengamnbil resiko sebagai pemimpin  Ethiopia itu. Mereka tidak mengutuk tindakan Italia itu. GBB mengabaikan begitu saja tindakan Italia dan menyampingkan persetujuan persetujuan internasional. Melihat kenyataan ini, Heile Selassie I mengatakan : “Saya tidak akan berhenti berharap, bahwa pada suatu ketika keadilan itu akan ditegakkan.”
Akhirnya Heile Selassie I bertempat tinggal di Inggris, beliau merupakan tokoh yang terkenal di parlemen Inggris. Ketika Inggris mengumukan perang kepada negara negara AS, maka diputuskanlah untuk membantu Ethiopia. Kemudian Heile Selassie I pergi ke Iskandariyah sebagai seorang sipil dan dari sana merencanakan untuk kembali ke Ethiopia. Semua kepala suku menyatakan kesetiaannya dan didukung oleh pasukan Inggris, akhirnya Heile Selassie I berhasil memasuki Ethiopia pada tanggal 15 Januari 1941 dan pada tanggal 5 Mei 1941 Addis Ababa dapat diduduki kembali.
Sebagai seorang beragama, maka tindakan pertama yang dikerjakannya ialah masuk ke dalam Kathedral untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya menghilangkan kesengsaraan yang diderita oieh bangsanya. Sesudah itu, dalam salah satu pernyataan  resminya, beliau mengajak rakyatnya untuk mengikuti prinsip prinsip Kristen dalam memperlakukan 60 ribu tentara Italia yang ditawan oleh tentara pembebasan Ethiopia. Dan dalam salah satu berkah Kristen yang paling besar, rakyat Ethiopia, dengan menyampingkan semua penderitaan akibat perang dan pendudukan, mengikuti ajaran kaisarnya untuk tidak mengadakan balas dendam terhadap bangsa Italia.
Setelah kemerdekaan pulih kembali, maka mulailah kaisar mengadaka perbaikan negerinya dan mengadakan pengawasan yang relative atas pemerintahannya. Kebanyakan pemuda pemuda yang berpendidikan tewas dalam perang. Sumber penghasilan hancur. Dalam kesulitan yang dihadapi Ethiopia, pada tahun 1945 didirikanlah satu kekuasaan pemerintah pusat.
·         Kelanjutan Kepemimpinan Kaisar Haile Selasie
Dalam musim panas tahun 1950, kaisar mengumumkan program pembaharuan yang meliputi 3 yaitu: perluasan pendidikan, perbaikan perhubungan, dan perbaikan nasib pegawai negeri. Dalam tahun 1930. Ketika beliau dinobatkan sebagai kaisar, di Ethiopia hanya terdapat sekolah kurang dari 10 bulan. Tahun 1935 beliau meletakkan dasar dasar pendidikan untuk sekolah sekolah negeri. Tahun 1945 terdapat kurang lebih 10 ribu sekolah dasar yang didirikan oleh gereja, dan 416 sekolah negeri, 24 buah sekolah menengah dan 10 buah perguruan tinggi. 10% lebih anggaran belanja negara dipergunakan untuk kepentingan pendidikan. Universitas Heile Selassie I terdiri dari Fakultas Sastera, Hukum dan Eksakta. Hampir seribu orang mahasiswa mahasiswa Ethiopia yang dikirim ke luar negeri setiap tahunnya.
Ketika kaisar dinobatkan, prasarana di Ethiopia rusak sama sekali. Sekarang keadaannya sudah lebih baik; perhubungan udara menghubungkan 23 kota-kota dan hubungan dengan luar negri juga dilaksanakan dengan dengan melalui hubungan udara. Perluasan sistem pos dari telekomunikasi melalui 4 ribu mil hubungan telegraf dan 3 ribu mil melalui hubungan radio. Hubungan dengan radio dapat menjelajahi seluruh negeri dan melayani pula hubungan dengan luar negeri. Hubungan darat diselenggarakan melalui jalur jalur darat mempergunakan kereta api, truk, dn bus. Di Ethiopia terdapat dua buah jalan kereta api. Salah satu jalan kereta api itu ialah The Franco E Line, panjangnya 486 mil dab menghubungkan Addis Ababa dengan pelabuhan Somalia, Prancis, Jibouti. Jalan kereta Api yang kedua panjangnya 207 mil, menghubungkan Addis Ababa dengan Eritrea. Pengangkutan di daerah daerah pedalaman pada umunya diselenggarakan dengan keledai, unta yang mempunyai jarak kurang lebih 5200 mil.
Setiap orang Ethiopia memiliki pekerjaan adalah cita cita kaisar. Hal ini merupakan persoalan yang sukar untuk dipecahkan. Ethiopia adalah tanah yang subur. Hasil pertanian yang utama adalah kopi dan menjadi barang ekspor. Di samping itu, terdapat pula daerah daerah yang menghasilkan daging dan gandum. Barang barang ini menjadi barang ekspor bagi Ethiopia di Afrika sendiri. Barang barang tambang sampai sekarang belum diolah secara baik. Dalam usaha mengembangkan dan memajukan semua ini, pemerintah Ethiopia memerlukan investasi asing untuk menanamkan modalnya dan memberikan jaminan jaminan keamanan kepada investor investor asing itu. Ethiopia mempunyai daya tarik dalam bidang pariwisata yang akan menambah devisa negara.[5]
Namun pada sisi lain dalam pemerintahan Kaisar Haile Selassie ada beberapa permaslahan bermunculan, salah satunya korupsi di pemerintah Haile Selassie, seperti yang terjadi di hampir semua pemerintah. Meskipun upaya untuk membuat negara yang lebih modem dan kesatuan bangsa, tetapi keserakahan, kelalaian dan isu-isu rasial mewabah pada reputasi Haile Selassie.
Tanah adalah salah satu kebutuhan benar di Ethiopia. Tanah adalah kunci untuk menjadi kaya, tetapi hanya orang kaya memiliki akses ke sana. Seperti yang terlihat oleh banyak budaya, tanah adalah satu-satunya nilai sejati. Terutama tanah yang subur sehingga ketika mempertimbangkan Ethiopia daerah pegunungan.
Tanah sangat berharga dengan cara lain daripada hanya menghasilkan makanan, meskipun pertanian tetap menjadi alasan di balik dasar nilainya. Jumlah tanah orang harus mendistribusikan berbanding lurus dengan jumlah kekuatan satu telah. Kekurangan lahan juga berarti bahwa orang-orang dapat dieksploitasi lebih mudah. Hal ini terjadi di utara berpenduduk lebih dari Ethiopia.
Selama pemerintahannya, Selassie telah membagi-bagikan lebih dari lima juta hektar tanah kepada umat-Nya. Baru dua puluh satu persen itu diberikan kepada petani miskin yang tidak memiliki tanah. Sisanya dibagikan di antara para bangsawan, gereja, pejabat pemerintah, dan tentara dan polisi.
Para pelaku pemerintahan mempunyai reputasi buruk mengenai penimbunan kekuasaa, dan Mereka menikmati akan hal itu. Ini adalah masalah lain yang melanda pemerintahan Haile Selassie (mendirikan keunggulan atas dinasti kekaisaran provinsi).
Cuaca memiliki banyak pengaruh pada nasib penduduk, terutama yang Sebagian besar agraria. Dampak kekeringan yang terjadi pada tahun 1972 yang menghancurkan. Bencana kelaparan yang terjadi telah dapat dikurangi jika pemerintah telah bertindak segera. Diperkirakan bahwa selama 250,000 orang meninggal akibat kelaparan, dan lebih dari 1,6 juta orang yang terpengaruh olehnya. Ketika kelaparan menyerang penduduk, hampir selalu didampingi oleh penyakit dan epidemi. Ethiopia menjadi korban wabah penyakit yang umum untuk orang-orang yang kekurangan gizi.
Hujan telah mengalami penurunan sejak awal 1960-an. Departemen Pertanian laporan pada tahun 1973 telah meramalkan bahwa panen buruk bagi banyak tanaman penghasil. Jika pemerintah telah bertindak segera dan mendapatkan makanan untuk Provinsi Utara, bencana kelaparan bisa saja sangat berkurang. Pemerintah asing yang prihatin, tapi tidak berusaha untuk mendapatkan makanan ke negara sampai pemerintah Ethiopia sendiri mengenali masalah.[6]

2.2  Latar Belakang Pergolakan di Ethiopia
Pergolakan sendiri merupakan suatu keadaan yang tidak tenang, tidak kondusif, terjadi kekeruhan suasana sehingga tidak terkendali seperti yang diinginkan. Dalam pendapat awam, pergolakan lebih diidentikkan kepada suatu keadaan huru-hara atau terjadi pertikaian fisik yang tidak terkendalikan untuk suatu alasan.
Ketika membahas pergolakan Ethiopia merupakan suatu revolusi, suatu perubahan radikal dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup singkat.[7] Pergolakan ini merupakan pergolakan intern dalam negara yang terjadikarena pengupayaan perbaikan suatu keadaan menuju keadaan yang diinginkan ole rakyat.
Dalam hal ini, berbagai faktor telah mendorong Angkatan Bersenjata Ethiopia untuk melancarkan kampanye yang mencapai puncaknya dalam penggulingan Kaisar Haile Selassie itu. Salah satu yang penting ialah sifat otoriter dan represif rezim yang berkuasa. Diatas kertas sejak tahun 1930 Ethiopia adalah suatu kerajaan konstitusional dimana kekuasaan Kaisar sebagai kepala Eksekutif dibatasi dan diimbangi oleh parlemen yang terdiri atas dua majelis dan suatu lembaga kehakiman yang bebas. Akan tetapi kenyataan Rezim Ethiopia adalah suatu diktatur yang ketat dan represif. Kaisar memerintah sebagai seorang otokrat dengan kekuasaan tak terbatas. Dia mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri dan Menteri-menteri yang lain sesuai dengan keauannya dan mempunyai kekuasaan yang luas dalam pemerintahan. Dewan Perwakilan dan Senat, kedua majelis parlemen, tidak banyak berarti dan hampir semata-mata berfungsi sebgai penasihat kaisar dan pengesah keputusan-keputusanya. Kekuatan-kekuatan politik sebenarnya ialah angkatan bersenjata, kaum bangsawan yang hampir semuanya tuan tanah yang luas. Kaisar mengawasi ketiga kekuatan itu dan berusaha memelihara keseimbangan antara mereka. Untuk mencegah salah satu mendapatkan terlalu banyak kekuasaan, dia memusatkan kekuasaan di tanganya sendiri dsan secara teratur mengadakan perputaran pejabat-pejabat yang menduduki posisi kunci. Dalam sistem kekuasaan itu tiada tempat bagi partai-partai politik dan mereka mengecam kebijakan pemerintah dan membahayakan kedudukanya ditahan. Salah satu tuntutan Angkatan Bersenjata ialah pembebasan tahanan-tahanan politik dan kebebasan politik bagi rakyat.
Faktor penting lain ialah susunan feodal masyarakat dimana kaum bangsawan menduduki tempat-tempat penting dalam pemerintahan dan memiliki sebagian besar tanah. Mereka memperlakukan para petani yang menggarap tanah mereka sebagai bawahan yang harus melayani mereka. Dua per tiga hasil tanah, harus diserahkan kepada mereka. Sebagai akibatnya para petani hidup dalam keadaan serba kekurangan biarpun giat bekerja, sedangkan tuan-tuan tanah menjadi kaya. Untuk mempertahankan kedudukan yang istimewa itu dan kekuasaan mereka atas petani, kebanyakan tuan tanah itu memiliki laskar-laskar bersenjata. Sehunbungan dengan itu Komite Koordinasi Angkatan Bersenjata menuntut agar diadakan land reform.
Faktor ketiga ialah aparatur pemerintah yang lemah dan kurang mampu, disebabkan oleh adanya fragmentasi fungsi antara berbagai departemen dan lemabaga, duplikasi pekerjaan dan konsentasi jabatan-jabatan penting pada orang-orang tertentu. Sebagai akibatnya tiada koordinasi yang baik dan efisiensi berkurang. Selain itu kemampuan, semangat dan sikap pegawai negeri umumnya kurang menunjang pembangunan ekonomi. Kebanyakan mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan negara dan masyarakat, sehingga banyak terjadi penyalahgunaan wewenang dan kedudukan, dan korupsi merajalela. Sesuai dengan  alam feodal, rakyat dianggap sebagai bawahan yang dapat diperbudak dan diperas, dan milik negara diperlakukan sebagai milik pribadi. Secara demikian kekayaan menumpuk di tangan sedikit orang dan perbedaan antara kaya dan miskin sangat menyolok. Sehubungan dengan itu Angkatan Bersenjata menuntut agar korupsi diberantas sampai akar-akarnya dan para pejabat yang korup dijatuhi hukuman yang berat.
Dengan demikian pemerintah kurang mampu menjalankan tugasnya memajukan kesejahteraan umum khusunya dalam bidang pendidikan, kesehatan, sarana, dan prasrana. Pendidikan masih sangat terbatas. Lebih dari 90% penduduk masih buta huruf dan di segala bidang terdapat suatu tenaga terdidik pada semua tingkat. Kebanyakan pegawai negeri tidak memiliki kecakapan untuk menjalankan roda pemerintahan negara dan pembangunan yang diperlukan untuk memperbaiki tingkat hidup rakyat.
Faktor lain ialah kegagalan pemerintah untuk menghadapi bencana kekeringan yang lama dan banyak meminta korban pada tahun 1973. Berjuta-juta ekor ternak mati, panenan gagal sehingga pangan menjadi masalah, dan sekitar 100.000 orang meninggal karena kelaparan sebelum kabinet mengambil langkah-langkah menghadapinya. Akan tetapi langkah-langkah tersebut kurang memadahi, tidak hanya karena sukarnya pengangkutan bantuan pangan kedaerah-daerah bencana, tetapi juga karena kurangnya rasa tanggungjawab pejabat-pejabat dan petugas-petugas yang bersangkutan. Banyak bantuan luar negeri tidak pernah sampai pada orang-orang yang dimaksud tetapi menghilang ditengah jalan. Juga atas desakan kaum cendekiawan dan mahasiswa-mahasiswa yang sangat tidak pus dengan kelalianan dan inefesiensi yang banyak meminta korban itu, Komite Koordinasi menuntut agar para pejabat yang bertanggungjawab diajukan ke muka pengadilan.
Faktor kelima ialah mengganasnya inflasi sebagai akibat gagal panenan karena kekeringan tersebut dan melonjaknya harga minyak. Harga barang-barang keperluan hidup meningkat dan pemerintah ternyata tidak mempu menekanya. Maka timbulah amarah dan kekecewaan dikalangan rakyat. Karenanya dikemukakan tuntutan supaya harga-harga diturunkan.
Mengingat sistem pemerintahan yang berlaku pada analisa terakhir Kaisarlah yang dianggap bertanggung jawab dan kenyataanya dia disalahkan sebagai faktor utama kepincangan-kepincangan sosial tersebut. Dia disalahkan tidak berbuat apa-apa untuk mengatasi masalah-maslah itu dan membiarkan pejabat-pejabat menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan korupsi besar-besaran secara yang sangat merugikan negara dan rakyat. Selain itu ia juga dituduh telah memperkaya diri dengan uang negara dan menyimpanya di bank-bank Swis. Menurut perkiraan sementara jumlahnya mencapai US $10 milyar, suatu jumlah yang luar biasa. Komite Koordinasi meminta kepadanya agar menarik jumlah itu dan menyerahkanya kepada negara. Penolakanya merupakan salah satu alasan mengapa ia diturunkan dari tahtanya. Menggelapkan uang negara dan menyimpanya di luar negeri padahal uang itu sangat diperlukan untuk pembangunan dalam negeri, dilihat sebagai suatu tindakan kriminal yang serius. Kenyataanya praktik itu, yang tidak hanya dilakukan oleh kaisar tetapi juga oleh banyak pejabatnya, adalah salah satu penyebab kemiskinan dan keterbelakangan Ethiopia, yang mengakibatkan penderitaan berjuta-juta rakyatnya.
Akhirnya perlu disebutkan demonstrasi-demonstrasi yang makin banyak dilancarkan mahasiswa-mahasiswa, kaum buruh dan golongan-golongan lain untuk memprotes kepincangan-kepincangan sosial tersebut dan menuntut perbaikan-perbaikan. Semua itu ikut memperkuat keyakinan perwira-perwira muda yang memimpin gerakan Angkatan Bersenjata itu bahwa diperlukan perubahan-perubahan yang mendorong mereka untuk bertindak dan melancarkan kampanyenya mereka.[8]

2.3 Proses Pergolakan di Ethiopia
2.3.1 Maksud (Tujuan) Pergolakan di Ethiopia
Dari tuntutan-tuntutan yang diajukan kepada kaisar. Dan tindakan-tindakan yang diambil oleh Angkatan Bersenjata dapat disimpulkan, bahwa maksud kampanye itu bukanlah semata-mata kenaikan gaji dan perbaikan nasib atau penggantian pemerintah, penangkapan, penahanan, dan pengadilan pejabat-pejabat yang menyeleweng atau melalaikan tugasnya, melainkan perubahan-perubahan radikal baik dalam masyarakat maupun dalam hidup kenegaraan. Berdasarkan asumsi, bahwa orde yang ada busuk sampai akar-akarnya dan tidak dapat diperbaiki secara tambal sulam, kampanye mereka bertujuan untuk menjebol orde yang menjamin hak-hak asasi, termasuk kebebasan-kebebasan, dan keadilan sosial.
Dalam rangka itu Kaisar Haile Selassie dipaksa turun tahta, tidak hanya karena kesalahan-kesalahan dan kegagalanya menghentikan inflasi, salah urus pemerintah, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat-pejabat, meningkatnya penggangguran dan sebagainya, melainkan juga sebagai penghambat perubahan-perubahan radikal yang perlu untuk memperbaiki masyarakat dan meningkatkan taraf hidup rakyat.
Dengan demikian yang dimaksud dan diperjuangkan Komite Koordinasi Angkatan Bersenjata pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu perubahan mendalam dalam pemerintahan dan masyarakat dalam waktu singkat. Bukan hanya perbaikan tambal sulam, tetapi perubahan-perubahan total yang mendalam. Orde lama harus ditumbangkan dan orde baru dibangun sebagai gantinya. Akan tetapi revolusi ini berbeda dengan revolusi ini dilakukan tahap demi tahap secara sistematis dimana setiap tahap menyiapkan tahap berikutnya, sampai akhirnya kekuasaan tertinggi ditumbangkan.
2.3.2 Proses Berlangsungnya Pergolakan di Ethiopia
Angkatan Bersenjata bertindak secara berhati-hati dan tahap demi tahap karena menyadari bahwa mereka menghadapi perlawanan kuat dari kekuatan-kekuatan politik lainya, yaitu kaum bangsawan dan pemimpin-pemimpin gereja yang sebagai golongan vested intererst berkepentingan dengan kelangsungan sistem feodal dan oleh sebab itu akan berusaha menggalkan setap usaha untuk menghancurkan sistem itu. Seperti diketahui mereka itu merupakan suatu kekuatan yang besar, tidak hanya karena mempunyai kedudukan yang penting dalam pemerintahan dan masyarakat, tetapi juga kebanyakan memiliki laskar-laskar bersenjata. Lagi pula rakyat yang menghormati Kaisar sebagai seorang dewa dan loyal secara mutlak kepadanya harus disiapkan secara psikologis terlebih dahulu. Tanpa persiapan semacam itu akan mudah dibakar untuk melawan suatu pemberontakan yang ditujukan terhadap Kaisar. Sikap berhati-hati dan pentahapan itu kenyataanya merupakan salah satu faktor suksesnya. Kudeta berhasil tanpa pertumpahan darah dan rakyat tidak hanya tidak memberikan perlawanan, tetapi juga menyambutnya dengan gembira setelah diyakinkan bahwa sumber penderitaan mereka adalah pemerintah dan Kaisar. Selanjutnya rakyat menaruh harapan akan perbaikan-perbaiakan atas Angkatan Bersenjata, khususnya Komite Koordinasi yang menjadi otak dan dalang revolusi itu.
Pada tahap terakhir Komite Koordinasi mengambil alih kekuasaan sepenuhnya, memberhentikan kaisar, membubarkan parlemen yang tidak dipilih rakyat secara demokratis yang sejauh itu sangat mengecewakan, membekukan konstitusi yang merupakan dasar hukum orde lama, dan membentuik suatu rezim militer sementara yang bertugas untuk menyelesaikan pembersihan aparatur pemerintah dan menyiapkan lahirnya orde baru. Sehubungan dengan itu Komite Koordinasi membentuk suatu komisi penasihat sipil untuk menyusun rancangan konstitusi baru dan menetapkan suatu prosedur bagi pembentukan suatu pemerintah sipil, yang pada waktunya akan menggantikan pemerintah militer sementara.
Sejauh ini kampanye Angkatan Bersenjata berjalan dengan  lancar dan berhasil baik. Pemerintah lama yang tidak mampu diberhentikan dan digantikan dengan suatu pemerintah sementara yang menyiapkan penyususnan orde baru. Pejabat pejabat yang menyeleweng dan menyalah gunakan kedudukan serta kekuasaan tanpa pandang bulu ditangkap dan ditahan untuk diadili. Korupsi yang selama ini merupakan salah satu penyakit Ethiopia yang parah sedang dalam proses pemberantasan. Parlemen dibubarkan, konstitusi dibekukan dan Kaisar Hailev Selassie diberhentikan dan ditahan sebagai orang yang pada analisa terakhir bertanggungjawab atas kepincangan-kepincangan sosial negeri.
Akan tetapi semuanya itu baru sebagian maksud kampanye Angkatan Bersenjata. Revolusi Ethiopia belum berakhir. Perjuangan masih harus diteruskan untuk membangun orde baru yang meliputi pelaksanaan cita-cita demokrasi dan keadilan sosial. Dalam rangka itu inflasi yang mengganas harus dikendalikan dan perekonomian dibangun dengan mengerahkan segala tenaga dan dana yang tersedia. Penanaman modal baik dalam negeri maupun asing harus digalakkan, dan uang negara yang diselewengkan dan disimpan di bank-bank luar negeri ditarik kembali. Sejalan dengan pembangunan ekonomi itu kekayaan negara harus dibagi kembali secara yang wajar lewat suatu land reform, perbaikan sistem perpajakan, sistem pengupahan dan penggajian, perbaikan dan perluasan fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, perhunbungan dan pengangkutan, dinas sosial dan lain sebagainya. Selain itu diperlukan suatu kerangka pemerintahan demokratis yang dapat menjamin hak-hak asasi, termasuk kebebasan-kebebasan, dan terwujudnya kesejahteraan umum. Dengan maksud itu Komite Koordinasi memperjuangkan suatu sistem kerajaan konstitusional yang demokratis, dimana rakyat leluasa mendirikan partai-partai politik dan lewat patai-partai politik itu ikut serta dalam pemerintahan negara. Secara konkrit sasaran perjuanganya ialah suatu bentuk pemerintahan  dimana kekuasaan adalah pada parlemen, yang dipilih rakyat secara demokratis, sedangkan raja hanya berfungsi sebagai kepala negara dan lambang persatuan.
Dengan demikian rezim militer yang berkuasa di Ethiopia sekarang ini menghadapi suatu tugas yang sangat berat, terutama karena negara itu menderita kekurangan dana dan tenaga yang diperlukan untuk pembangunan. Pertama-tama, Ethiopia adalah salah satu negara miskin dan terbelakang di Afrika. Kebanyakan penduduknya, sekitar 80%, masih hidup dari pertanian subsistensi dan belum banyak mengenal ekonomi uang. Pendapatan per jiwa masih rendah, tidak melebihi US$ 50 setahun. Produksi mineralnya belum banyak dan perdagangan luar negerinya masih berkisar pada satu hasil pertanian, yaitu kopi yang merupakan 2/3 volume ekspor. Biarpun potensi ekonominya besar dalam arti bahwa sekitar 70% tanahnya dapat diolah dan airnya berlimpah-limpah, Ethiopia tidak mempunyai dana dan keahlian yang diperlukan untuk pembangunanya dalam jumlah yang mencukupi.
Taraf pendidikan rakyat masih rendah. Lebih dari 90% penduduk masih buta huruf (1971) dan fasilitas-fasilitas pendidikan sangat terbatas. Pada tahun 1967 hanya 11% anak usia SD bersekolah. Sebagai salah satu akibatnya Ethiopia kekurangan tenaga kerja terdidik pada segala tingkat.
Ethiopia juga masih terbelakang dalam bidang prasarana. Biarpun terdapat dinas bis antara Addis Abeba dan ibu kota provinsi, perhubungan dan pengangkutan tidak begitu lancar. Seluruh negeri baru memiliki sekitar 8.000 km jalan baik dan 23.400 km kurang baik. Kurangnya prasarana ini menghambat pembangunan ekonomi.
Hambatan lain yang penting ialah sistem pemilikan tanah feodal di mana kebanyakan petani tidak mempunyai hak milik atas tanah yang digarapnya. Komite Koordinasi merencanakan suatu land reform agar para petani memiliki tanah yang digarapnya dan secara demikian mampu memperbaiki nasib mereka, akan tetapi pelaksanaanya tidak akan mudah. Kaum bangsawan dan gereja yang selama ini memiliki sebagian besar tanah tidak akan membiarkan perubahan sistem pemilikan tanah yang menguntungkan mereka tanpa memberikan perlawanan. Lagi pula banyak petani belum mampu memanfaatkan keuntungan yang akan mereka peroleh dari land reform itu. Selain belum mengenal cara-cara pertanian modern yang menjamin tingkat produksi yang lebih tinggi, mereka juga tidak memiliki modal seperlunya untuk mengolah tanah mereka secara optimal. Sehubungan dengan itu pemerintah harus memberikan banyak bantuan berupa kredit, penyuluhan, dan bimbingan.
Kesukaran lain datang dari mahasiswa-mahasiswa yang mengadakan demonstrasi dan menuntut kepada Angkatan Bersenjata agar segera mungkin menyerahkan kekuasaan kepada suara pemerintah sipil. Komite Koordinasi sebelumnya memberikan janji akan mengadakan pemilihan umum dan menyerahkan kekuasaan kepada parlemen yang akan dibentuk sebagai hasilnya, akan tetapi para mahasiswa meragukan kejujuranya dan khawatir rezim militer tidak akan melepaskan kekuasaan yang telah diperolehnya. Sebagai akibatnya timbullah suatu ketegangan yang dapat meruncing menjadi suatu konfrontasi antara kedua golongan yang telah bekerja sama untuk menumbangkan orde lama.
Akhirnya rezim baru menghadapi gerakan sparatis Eritrea, yang dilancarkan Front Pembebasan Eritrea sejak tahun 1963 ketika rezim lama membubarkan federasi Ethiopia-Eritrea dan merubah status Eritrea menjadi salah satu Propinsi Ethiopia. Gerakan itu memperjuangkan kemerdekaan, yang berarti pemisahan dari Ethiopia, dan tidak akan berhenti sebelum berhasil, biarpun menyatakan bersedia mengadakan perundingan-perundingan dengan pemerintah Ethiopia di bawah pengawasan PBB.[9]

2.4 Akhir Pergolakan di Ethiopia
Pada waktu sekarang ini keadaan di Ethiopia belum begitu jelas, sehingga kita sukar mengatakan apakah Angkatan Bersenjata akan berhasil menyelesaikan revolusinya dengan baik. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat menjadi petunjuk. Pertama adalah perwira-perwira muda yang menjadi otak dan dalang gerakan Angkatan Bersenjata. Mereka ini tidak hanya memperhatikan soal-soal militer, tetapi juga banyak menarik perhatian atas soal-soal militer, tetapi juga banyak menaruh perhatian atas soal-soal ideologi dan politik. Slogan mereka ialah Ethiopia dahulu, demokrasi, kesempatan yang sama, pemberantasan korupsi dan feodalisme, modernisasi, keadilan sosial dan lain sebagainya. Karena tidak berasal dari kalangna bangsawan dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah, mereka tidak mempunyai komitmen terhadap establishment dan oleh sebab itu lebih terbuka untuk gagasan-gagasan tersebut. Mereka juga tidak mempunyai tradisimiliter dari ayah ke anak, antara lain karena dipaksa masuk Akademi Militer di Harrar untuk mengisi kekurangan sukarelawan. Dengan demikian mereka mudal mengambil tindakan terhadap atasan mereka yang menyeleweng, termasuk panglima-panglima mereka.
Kejadian-kejadian selama ini menunjukkan, bahwa perwira-perwira muda itu adalah orang-orang idealis yang selain keberanian dan keuletan juga memiliki kebijaksanaan dan perhitungan. Biarpun menghadapi banyak kesukaran, mereka berhasil mengambil alih kekuasaan tanpa pertumpahan darah dean dalam proses itu juga berhasil menggalang persatuan yang cukup kompak dalam tubuh Angkatan Bersenjata dean mendapatkan dukungan luas di kalangan rakyat, yang memperkuat kedudukan mereka. Dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan selama ini dapat disimpulkan bahwa mereka akan mengganti pejabat-pejabat itu dengan orang-orang yang kompeten dan bersih, sehingga lambat laun akan tercipta suatu aparatur pemerintahan yang efisien.
Demonstrasi-demonstrasi yang baru-baru ini dilancarkan oleh mahasiswa-mahasiswa dan serikat-serikat buruh kiranya tidak akan berkembang menjadi suatu konfrontasi yang akan menghambat penyusunan orde baru. Perbedaan pendapat antara mereka dan Angkatan Bersenjata tidak mengenal prinsip, tetapi semata-mata soal waktu. Sesudah demonstrasi-demonstrasi itu Komite Koordinasi mengulangi janjinya akan menyeraahkan kekuasaan kepada parlemen yang akan dipilih rakyat secara demokratis. Rejim militer tidak bermaksud berkuasa untuk selama-lamanya akan tetapi memerlukan waktu untuk mengidentifisir dan menyingkirkan pendukung-pendukung rejim lama dan untuk menetapkan suatu prosedur bagi rakyat untuk memilih wakil-wakil yang akan merumuskan bentuk pemerintahan demokratis. Rupanya perwira muda itu menyadari bahwa selama ini rejim-rejim militer itu umumnya merupakan suatu kemunduran karena menghambat pembangunan demokrasi perwakilan.
Kaisar Haile Selassie telah berkali-kali berjanji akan mengadakan land reform dan empat tahun yang lalu mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parmemen, tetapi rancangan itu tidak pernah disahkan,terutama karena perlawanan tuan-tuan tanah. Angkatan Bersenjata kiranya akan lebih berhasil dalam hal ini karena telah dapat mematahkan kekuasaan tuan-tuan tanah itu. Lagi pula mereka menyadari bahwa system pemilikkan tanah feudal itu merupakan salah satu penghambat utama kemampuan dan pembaharuan.
Kebutuahan akan uang untuk membiayai program-program pembangunan tersebut untuk sebagian kiranya akan dapat ditutup dengan bantuan militer luar negeri yang dapat di perkirakan akan meningkat apabila rejim militer berhasil membangun demokrasi dan menciptakan suatu aparatur pemerintah yang kompeten dan bersih. Dalam keadaan semacam itupenanaman modal asing juga akan meningkat.
Dalam politik luar negeri rejim baru itu kirannya tidak akan banyak menjumpai kesukaran untuk melaksanakan programnya yang tidak banyak berbeda dengan program rezim lama, yaitu tidak memihak dalam permusuhan blok-blok, mentaati Piagam PBB dan OAU serta menghormati kewajiban-kewajiban internasional atas dasar saling menghormati dan persamaan derajat, membantu gerakan-gerakan kemerdekaan dan perjuangan untuk mengakhiri kolonoalisme, dan memelihara hubungan baik dengan negara-negara Afrika lainnya, terutama Somalia dan Kenya.
Perebutan kekuasaan yang terjadi dalam tubuh Dewan Militer dan berakhir dengan tersingkirnya dan tertembak matinya Jendral Andom, yang sejak kudeta tanggal 12 September 1974 memegang jabatan Ketua Dewan Militer, Kepala Pemerintah Sementara merangkap Menteri Pertahanan dan Kepala Negara, dan pembunuhan tanpa proses hukum 59 orang tokoh terkemuka orde lama yang ditahan sejak beberapa waktu termasuk dua orang bekas Perdana Menteri , sejumlah Menteri, 18 orang Jendral, bekas Panglima AL, dan 2 orang anggota Komite Koordinasi, rupanya tidak akan menyelewengkan jalannya revolusi. Semuanya itu hanya menunjukkan, bahwa kelompok Mayor Mengistu Haile Miriam yang mengikuti garis keras tampil ke muka sebagai pemenang dan menjadi dominan. Dengan perkataan lain, semuanya itu hanya berarti suatu radikalisasi rejim militer dan revolusi Ethiopia. Mungkin bahkan dapat dikatakan, bahwa dengan tersingkirnya kelompok Jendral Andom revolusi Ethiopia kembali pada garis semulanya yang radikal. Jendral Andom bukan anggota Komite Koordinasi yang sejak permulaannmerupakan otak dan dalang revolusi itu.
Dengan demikian dapat diperkirakan, bahwa revolusi Ethiopia akan berjalan terus, tetapi selanjutnya akan menempuh jalan keras sesuai dengan sasaran-sasarannya, yaitu perubahan-perubahan yang radikal dalam masyarakat dan pemerintahan. Dengan perkataan lain, rejim militer akan meneruskan usahanya untuk melenyapkan sisa-sisa orde lama, memberantas penyakit-penyakit sosial yang telah mendorong perwira-perwira muda untuk melancarkan kudeta, dan untuk membangun suatu orde baru sebagai gantinya, akan tetapi dengan cara-cara revolusioner, tanpa banyak kompromi. Dari lain pihak adanya kecaman opini sunia dan campur tangan PBB akan ikut mencegah terjadinya ekses-ekses seperti penembakan mati tahanan-tahanan tanpa proses pengadilan yang wajar.
Dalam rangka itu pembaharuan-pembaharuan yang telah dijanjikan akan dilakaukan secara konsekwen. Pemerintah otoriter pada waktunya akan diganti dengan suatu pemerintahan demokratis yang menjunjung tinggi hak-hak asasi, dan susunan feudal masyarakat diganti dengan suatu susunan yang baru yang mencerminkan persamaan hakiki  semua warganegar dan keadilan sosial. Pejabat-pejabat yang korup, melalaikan tugas dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi akan diadili dan dijatuhi hukuman yang setimpal. Tempat mereka akan diisi dengan orang-orang yang tidak kompeten tetapi juga dedicated dan bersih. Dengan suatu aparatur yang terdiri atas  pejabat-pejabat semacam itu, Pemerintah Ethiopia akan mampu mengerahkan tenaga dan dana yang tersedia untuk pembangunan demi perbaikan nasib rakyat. Termasuk kekayaan yang dikumpulkan Jaile Selassie dan disimpannya di berbagai bank di Swis, yang kiranya akan dapat ditarik kembali dengan suraat kuasanya. Menurut Newsweek kekayaan itu adalah sebesar UUS 250 juta dan menurut BBC bahkan 1500 juta.
Akan tetapi semua itu berdasarkan atas asumsi, bahkan Komite Koordinasi menepati janjinya untuk pada waktunya menyerahkan kekuasaan kepada suatu pemerintah sipil yang dipilih rakyat secara demokratis dalam suatu pemilihan yang bebas. Apabila sebaliknya Komite mengakhiri janjinya itu dan dengan bermacam-macam dalih berusaha untuk tetap berkuasa, keadaan orde lama akan kembali dan pada waktunya  akan terjadi suatu kudeta baru yang akan menumbangkannya. Suatu pemerintah otoriter yang menginjak-injak hak-hak asasi, khususnya kemerdekaan, dan keadilan sosial tidak akan dapat bertahan selamanya. Hak-hak azasi dan keadilan sosial adalah aspirasi manusia yang paling dalam dan paling kuat dan oleh sebab itu tidak dapat diperkosa untuk jangka waktu yang panjang, terutama apabila rakyat telah sadar akan hak-haknya. Maka seperti dibanyak negara Afrika lainnya akan terjadilah bahwa kudeta yang satu akan disusul kudeta lain tanpa membawa perbaikan nasib rakyat. Kemungkinan itu adalah riil, akan tetapi kiranya tidak akan menjadi kenyataan, tidak hanya karena para mahasiswa dan kalangan masyarakat lain-lain akan menentangnya tetapi juga karena Komite Koordinasi terdiri atas perwira-perwira muda yang dikenal sebagai kaum idealis yang dengan jujur mencita-citakan demokrasi, hak-hak azasi, persamaan kesempatan, keadilan sosial dan lain sebagainya.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan, bahwa rejim militer sementara Ethiopia menghadapi suatu tugas yang sangat berat, terutama karena kekurangan dana tenaga terdidik yang diperlukan, akan tetapi mempunyai suatu peluang yang baik untuk menyelesaikan revolusinya dengan hasil yang baik.[10]















BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Pergolakan yang terjadi di Ethiopia selama ini pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu perubahan radikal dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup singkat. Angkatan Bersenjata di bawah pimpinan Komite Koordinasi yang terdiri atas perwira-perwira muda melancarkan gerakannya itu dengan maksud untuk merombak orde lama yang berkisar pada rejim otoriter Kaisar Haile Selassie yang sewenang-wenang dan susunan feudal masyarakat dan sebagai gantinya menyusun suatu orde baru atas dasar demokrasi, hak-hak azasi termasuk kebebasan-kebebasan dan keadilan sosial.
Berlainan dengan revolusi-revolusi lainnya, revolusi di Ethiopia itu di laksanakan secara sistematis menurut suatu pentahapan dimana setiap tahap menyiapkan tahap berikutnya. Biarpun sasaran utama ialah Kaisar Haile Selassie sendiri, Angkatan Bersenjata baru mengambil tindakan terhadapnya, membuat kaum bangsawan yang mendukungnya tidak berdaya dan membubarkan lembaga-lembaga yang digunakannya untuk melaksanakan kekuasaannya. Cirri lain ialah peranan yang dimainkan perwira-perwira muda yang menjadi otak dan dalang revolusi itu. Mereka mengambil alih kekuasaan tetapi menyatakan hanya akan berkuasa untuk sementara sebagai pemerintah transisi yang bertugas tuntuk menyusun orde baru dan sesudah itu akan menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang sipil yang akan dipilih rakyat secara demokratis.
Setelah berhasil menumbangkan orde lama dan mengambil alih kekuasaan, Angkatan Bersenjata meletakkan dasar-dasar orde baru sambil meneruskan membersihkan sisa-sisa orde lama, termasuk peradilan pejabat-pejabat yang ditahan atas tuduhan melalaikan tugas, menyeleweng dan melakukan korupsi. Rejim baru segera mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi kepincangan-kepincangan sosial yang telah mendorong Angkatan Bersenjata untuk melancarkan gerakannya sepreti inflasi, pengangguran, korupsi, sistim pemilikan tanah feodal yang mengarah pada suatu pemerasan terhadap petani-petani penggarap tanah. Pada waktu yang sama pemerintah mulai melaksanakan pembaharuan-pembaharuan dan perbaikan-perbaikan dalam bidang administrasi, pendidikan, kesehatan, perburuhan, perpajakan, dan lain sebagainya. Tahanan-tahanan politik di bebaskan dan kepada rakyat diberikan kebebasan-kebebasan. Sebagai dasar dan kerangka hokum semuanya itu di siapkan suatu konstitusi baru yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi, hak-hak azasi dan keadilan sosial. Pada waktunya akan diadakan pemilihan umum di mana rakyat dapat memilih suatu parlemen yang pada gilirannya akan memilih suatu pemerintah baru.[11]
3.2 Saran
Dalam menjalankan suatu kehidupan resiko terjadinya suatu masalah sudahlah hal yang biasa apabila terjadi. Semua itu berlangsung begitusaja, beriringan dengan berjalanya kepentingan hidup masing-masing.
Suadah merupakan suatu keharusan apabila seorang pemimpin yang dipilih untuk mengemban tugas mewujudkan kesejahteraan rakyat serta mewujudkan keinginan-keinginan rakyat.
Dalam suatu keadaan yang mengalami kebobrokan terutama dalam pemerintahan, suatu upaya perbaikan sangat diperlukan. Hal tersebut demi terwujudnya kehidupan yang sesungguhnya diinginkan oleh rakyat.
Dalam konteks pergolakan, secara awam memang ditafsirkan sebagai sesuatu yang selalu menimbulkan kerugian dan permasalahan. Namun dalam sudut pandang lain bisa jadi suatu tindakan pergolakan merupakan suatu usaha yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang salah menjadi benar. Sehingga ada kalanya suatu usaha yang dalam konotasi negatif menjadi baik sesuai dengan konteksnya. Oleh sebab itu sinergi, kejasama, dan amanat merupakan hal yang harus diterapkan untuk mewujudkan kepemimpinan dan masyarakat yang dipimpin menjadi tumbuh harmonis dan sesuai yang diharapkan bersma.























DAFTAR PUSTAKA
Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies.
Meladi, Thomas Patrik. 1960. Wajah Tokoh-Tokoh Afrika. Surabaya: Usaha Nasional.
Heru, Agung. 2010. Emperor Haile Selassie 1, part 1. http:// AGUNG HERU  Emperor Haile Selassie I, Part 1.htm. [06 Mei 2015].
Fahlan, Asidah. 2011. Islam di Ethiopia. http:// asidah.kimuin  Islam di Ethiopia.htm. [22 Mei 2015].













[1] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 117.
[3] Fahlan, Asidah. 2011. Islam di Ethiopia. http:// asidah.kimuin  Islam di Ethiopia.htm. [22 Mei 2015].
[4] Meladi, Thomas Patrik. 1960. Wajah Tokoh-Tokoh Afrika. Surabaya: Usaha Nasional.
[5] Meladi, Thomas Patrik. 1960. Wajah Tokoh-Tokoh Afrika. Surabaya: Usaha Nasional. Hlm. 39-48.
[6] Heru, Agung. 2010. Emperor Haile Selassie 1, part 1. http:// AGUNG HERU  Emperor Haile Selassie I, Part 1.htm. [06 Mei 2015].
[7] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies.
[8] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 101-108.
[9] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 108-112.
[10] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 112-117.
[11] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 117-119.

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

Sample text

Total Tayangan Halaman

Social Icons

Blogger templates

Feature (Side)

Blogger news

Pages

AD (728x90)

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Pengikut

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget