BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pergolakan
merupakan suatu keadaan yang tidak tenang, tidak kondusif, terjadi kekeruhan
suasana sehingga tidak terkendali seperti yang diinginkan. Dalam pendapat awam,
pergolakan lebih diidentikkan kepada suatu keadaan huru-hara atau terjadi
pertikaian fisik yang tidak terkendalikan untuk suatu alasan.
Pergolakan
yang terjadi di Ethiopia selama ini pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu
perubahan radikal dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup
singkat.[1]
Hal
ini merupakan hasil reaksi dari suatu perlakukan yang dilakukan pemerintah yang
dikepalai oleh Kisar Haile Selassie. Dalam konteks ini, pergolakan menjadi hal
yang unik, karena huru-hara yang dibuat bukanlah tanpa tujuan yang berarti atau
menunjukkan kean pribadi dan golongan, melainkan menunjukkan suatu perintah dan
kemauan rakyat atas keadaan yang begitu hancur dan pemerintah dengan sadar
membiarkan serta tidak memberikan kebaikan.
Berbagai
usaha dilakukan dan mengusahakan revolusi di Ethiopia ini, terutama dengan
jalan secara tegas mengambil ali langsung peran pemerintah sehingga dapat
dikendalikan dan diatur dengan baik sesuai dengan rakyat.
Keadaan
yang bergejolak ini, seperti yang dikatakan sebelumnya merupakan pada kehidupan
Kaisar Haile selassie, namun lebih ditekankan pada masa setelah Ethiopia
diserahkan kembali pada Kaisar Haile Selassie oleh orang-orang eropa.
Dalam
membahas hal ini, ada banyak hal yang menarik untuk pelajari secara memndalam,
oleh karena itu perlu adanya suatu kajian akan hal ini supaya dapat lebih diketahui
akan berita akan pengetahuan ini benar-benara dapat diperoleh.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1) Bagaimana
keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile Selassie?
2) Apa
yang melatar belakangi terjadinya pergolakan di Ethiopia?
3) Bagaimana
proses pergolakan di Ethiopia?
4) Bagaimana
akhir dari pergolakan Ethiopia?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Mengetahui
dan memahami keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile Selassie;
2) Mengetahui
dan memahami latar belakang terjadinya pergolakan di Ethiopia;
3) Mengetahui
dan memahami proses pergolakan di Ethiopia;
4) Mengetahui
dan memahami akhir dari pergolakan di Ethiopia.
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Dapat
mengetahui lebih dalam mengenai keadaan Ethiopia pada masa Kaisar Haile
Selassie;
2) Dapat
mengetahui lebih dalam mengenai latar belakang, proses, dan akhir dari
pergolakan di Ethiopia.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Ethiopia pada Masa Kaisar Haile
Selassie
Republik Demokratik Federal Etiopia atau Etiopia adalah sebuah negara yang
terletak di Afrika,[2]
tepatnya pada belahan Afrika Bagian Timur (Tanduk Afrika). Letak Geografis dan
Penduduk Ethiopia berbatasan dengan Somalia, Kenya, Sudan, Eritrea dan
Djibouti, dengan luas wilayah 1.127.127 km2.[3]
Ethiopia,
kadang-kadang disebut pula Abyssinia, adalah negara kekaisaran. Secara
legendaries diperintah oleh keturunan Puteri Sheba dan Raja Sulaiman. Negara
ini dapat mempertahankan kemerdekaannya dari serangan tentara Islam pada abad
perluasan agama Islam ke Afrika Tengah dan Afrika Timur dan terhindar pula dari
perebutan kekuasaan negara negara Eropa di Afrika dalam abad ke 19. Ethiopia
dapat menggagalkan usaha Italia untuk menguasai daerahnya pada tahun 1896.
Dahulu,
pada permulaan pencarian daerah daerah baru, Ethiopia terkenal di Eropa dengan
nama Prester John, yaitu suatu daerah yang penduduknya sebagian besar beragama
Kristen (Koptik).
Nama
Heile Selassie I sering dihubungkan dengan nama Puteri Sheba dan Raja Sulaiman,
dua tokoh legendaries yang dipandang menurunkan kaisar-kaisar Ethiopia,
sehingga kaisar Heile Selassie itupun dipandang sebagai keturunan kedua tokoh
tersebut. Oleh karena itu segala perintah Heile Selassie I sangat dihormati
oleh rakyatnya.
Daerah
kekuasaan Ethiopia meliputi daerah Ethiopia dulu dan daerah daerah Eritrea,
bekas jajahan Italia. Terletak di sebelah Timur Laut Afrika, berbatasan di
sebelah Utara Laut Merah, di sebelah Barat Sudan di sebelah Selatan Kenya dan
Somalia, di sebelah Timur Somalia Perancis dan Republik Somalia.
Luas
Ethiopia adalah 395000 mil. Daerahnya bergununggunung yang mer rangkaian
pegunungan, sehingga tempat ketinggian ini merupakan cirri daerah Ethiopia. Lembah
Rift yang terbent dari Timur Laut ke Tenggara, membelah negeri itu menjad dua
bagian yang memisahkan daerah dataran tinggi Ethiopia di sebelah Barat dengan
dataran tinggi Somalia di sebelah Timur.[4]
2.1.1 Kaisar Haile
Selassie
Kaisar
Heile Selassie I adalah keturunan ke 225 dari Raja Sulaiman dan Puteri Sheba.
Jadi ia adalah kaisar Ethiopia yang ke-225. Heile Selassie I merupakan pusat
politik dan pusat rohani rakyat Ethiopia.
Kaisar
Heile Selassie I lahir pada tanggal 23 Juli 1892 di provinsi Harar. Sebelum
beliau mengambil nama Heile Selassie, yang berarti : “alat untuk mewujudkan
kekuatan,” nama aslinya ialah ras Tafari Makonnen. Ayahnya ialah ras Makonnen,
adalah seorang perwira yang cakap yag menjadi kepercayaan Menelik. Kehidupan
Ras Tafari penuh dengan penderitaan. Sepuluh saudara laki-laki dan perempuan
telah meninggal dunia ketika masih kanak, dalam suatu kecelakaan perahu di
Danau Aramaya. Hanya Ras Tafari sajalah yng terhindar dari maut itu.
Kemudian
beliau mempergunakan waktunya selama tujuh tahun di Eropa untuk belajar bahasa
Perancis pada sekolah Missi. Ketika beliau berusia limabelas tahun, ayahnya
meninggal dunia, pada tahun 1907 dan tak lama sesudah itu, pengasuhnya yang
bernama Ras Tasama mati diracun.
Pada
saat ayahnya meninggal Ras Tafari kembali ke Addis Ababa dan memperpendek
studinya. Sebagai seorang muda dan seorang bangsawan dengan kecakapan tertentu,
ia diangkat menjadi gubernur Sidamo.
Pada
saat itu usianya baru 18 tahun. Dalam tahun 1910 beliau menjadi gubernur Harar
dan kemudian secara berturut-turut dapat pula menjadi gubernur Muleta dan
Salali.
Ras
Tafari dinobatkan pada tanggal 2 November 1930 dengan gelar Heile Selassie I
Raja diraja, singa penahluk Yudea dan pilihan tuhan. Sesudah itu dilaksanakanlah
serangkaian perubahan: dalam tahun pertama masa pemerintahannya, beliau
mendekritkan satu undang-undang dasar dan pembentukan DPR, sistem badan
kehakiman yang bebas dan administrasi yang dipusatkan. Kemudian beliau mulai
menyusun program pembangunan Etiopia secara modern. Salah satu persoalan yang
dihadapi dalam moderenisasi ini ialah adanya konsep kepemimpinan yang
tradisional yang dipersonifikasikan pada diri seorang pemimpin, dimana ia
memerintah karena hak suci. Bertolak dari kenyataan ini, maka politik yang
dijalankan oleh kaisar, ialah:
1. Mengadakan
sentralisasi pemerintahan dan moderenisasi dibawah mahkota;
2. Meningkatkan
kedudukan Etiopia dalam pergaulan masyarakat dunia.
Langkah
pertama yang ditempuhnya, ialah memberikan perhatian yang serius kepada pelayanan
kesehatan masyarakat dan perluasan system pendidikan. Sayang sekali untuk
menyelanggarakan moderenisasi ini, waktunya sempit sekali, sebab dalam bulan
Oktober 1934, Italia mualai meniadakan semua ikatan-ikatan yang pernah
dibuatnya dan mulai pula menggerakkan roda perangnya terhadap Etiopia.
Pada
masa (1936) nasib Ethiopia yang diserang oleh Italia sama dengan nasib Spanyol
yang diduduki oleh Nazi dan dikacau oleh orang orang komunis.
Ketika
tentara Fasis menyeberangi perbatasan Tigre dan mulai menyerang Ethiopia,
kaisar menyerukan kepada rakyatnya untuk mempertahankan tanah airnya. Kaisar
menyatakan “lebih baik mati sebagai ksatria daripada hidup sebagai budak”.
Rakyat Ethiopia berjuang dengan gagah berani, tetapi pada musim semi tahun 1936
tentara Italia memaksa kaisar untuk meninggalkan negerinya. Beliau pergi ke
Jenewa, di mana dalam salah satu pidatonya, beliau mengharapkan adanya
kesadaran manusia untuk melindungi keadilan yang sedang terancam, sebagaimana
yang dialami oleh rakyat Ethiopia. Juga dikatakan bahwa jika negerinya yang
kecil itu telah diperlukan dengan jalan memalukan itu, maka sebenarnya negara
negara lain juga berada dalam bahaya. Bagaimanapun kebenaran yang ada padanya.
Dalam
suasana keprihatinan tahun 1936, pemimpin pemimpin dunia tidak berani
mengamnbil resiko sebagai pemimpin
Ethiopia itu. Mereka tidak mengutuk tindakan Italia itu. GBB mengabaikan
begitu saja tindakan Italia dan menyampingkan persetujuan persetujuan
internasional. Melihat kenyataan ini, Heile Selassie I mengatakan : “Saya tidak
akan berhenti berharap, bahwa pada suatu ketika keadilan itu akan ditegakkan.”
Akhirnya
Heile Selassie I bertempat tinggal di Inggris, beliau merupakan tokoh yang
terkenal di parlemen Inggris. Ketika Inggris mengumukan perang kepada negara
negara AS, maka diputuskanlah untuk membantu Ethiopia. Kemudian Heile Selassie
I pergi ke Iskandariyah sebagai seorang sipil dan dari sana merencanakan untuk
kembali ke Ethiopia. Semua kepala suku menyatakan kesetiaannya dan didukung
oleh pasukan Inggris, akhirnya Heile Selassie I berhasil memasuki Ethiopia pada
tanggal 15 Januari 1941 dan pada tanggal 5 Mei 1941 Addis Ababa dapat diduduki
kembali.
Sebagai
seorang beragama, maka tindakan pertama yang dikerjakannya ialah masuk ke dalam
Kathedral untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkatnya menghilangkan kesengsaraan yang diderita oieh bangsanya. Sesudah
itu, dalam salah satu pernyataan
resminya, beliau mengajak rakyatnya untuk mengikuti prinsip prinsip
Kristen dalam memperlakukan 60 ribu tentara Italia yang ditawan oleh tentara
pembebasan Ethiopia. Dan dalam salah satu berkah Kristen yang paling besar,
rakyat Ethiopia, dengan menyampingkan semua penderitaan akibat perang dan
pendudukan, mengikuti ajaran kaisarnya untuk tidak mengadakan balas dendam
terhadap bangsa Italia.
Setelah
kemerdekaan pulih kembali, maka mulailah kaisar mengadaka perbaikan negerinya
dan mengadakan pengawasan yang relative atas pemerintahannya. Kebanyakan pemuda
pemuda yang berpendidikan tewas dalam perang. Sumber penghasilan hancur. Dalam
kesulitan yang dihadapi Ethiopia, pada tahun 1945 didirikanlah satu kekuasaan
pemerintah pusat.
·
Kelanjutan
Kepemimpinan Kaisar Haile Selasie
Dalam
musim panas tahun 1950, kaisar mengumumkan program pembaharuan yang meliputi 3
yaitu: perluasan pendidikan, perbaikan perhubungan, dan perbaikan nasib pegawai
negeri. Dalam tahun 1930. Ketika beliau dinobatkan sebagai kaisar, di Ethiopia
hanya terdapat sekolah kurang dari 10 bulan. Tahun 1935 beliau meletakkan dasar
dasar pendidikan untuk sekolah sekolah negeri. Tahun 1945 terdapat kurang lebih
10 ribu sekolah dasar yang didirikan oleh gereja, dan 416 sekolah negeri, 24
buah sekolah menengah dan 10 buah perguruan tinggi. 10% lebih anggaran belanja
negara dipergunakan untuk kepentingan pendidikan. Universitas Heile Selassie I
terdiri dari Fakultas Sastera, Hukum dan Eksakta. Hampir seribu orang mahasiswa
mahasiswa Ethiopia yang dikirim ke luar negeri setiap tahunnya.
Ketika
kaisar dinobatkan, prasarana di Ethiopia rusak sama sekali. Sekarang keadaannya
sudah lebih baik; perhubungan udara menghubungkan 23 kota-kota dan hubungan
dengan luar negri juga dilaksanakan dengan dengan melalui hubungan udara.
Perluasan sistem pos dari telekomunikasi melalui 4 ribu mil hubungan telegraf
dan 3 ribu mil melalui hubungan radio. Hubungan dengan radio dapat menjelajahi
seluruh negeri dan melayani pula hubungan dengan luar negeri. Hubungan darat
diselenggarakan melalui jalur jalur darat mempergunakan kereta api, truk, dn
bus. Di Ethiopia terdapat dua buah jalan kereta api. Salah satu jalan kereta
api itu ialah The Franco E Line, panjangnya 486 mil dab menghubungkan Addis
Ababa dengan pelabuhan Somalia, Prancis, Jibouti. Jalan kereta Api yang kedua
panjangnya 207 mil, menghubungkan Addis Ababa dengan Eritrea. Pengangkutan di
daerah daerah pedalaman pada umunya diselenggarakan dengan keledai, unta yang
mempunyai jarak kurang lebih 5200 mil.
Setiap
orang Ethiopia memiliki pekerjaan adalah cita cita kaisar. Hal ini merupakan
persoalan yang sukar untuk dipecahkan. Ethiopia adalah tanah yang subur. Hasil
pertanian yang utama adalah kopi dan menjadi barang ekspor. Di samping itu,
terdapat pula daerah daerah yang menghasilkan daging dan gandum. Barang barang
ini menjadi barang ekspor bagi Ethiopia di Afrika sendiri. Barang barang
tambang sampai sekarang belum diolah secara baik. Dalam usaha mengembangkan dan
memajukan semua ini, pemerintah Ethiopia memerlukan investasi asing untuk
menanamkan modalnya dan memberikan jaminan jaminan keamanan kepada investor
investor asing itu. Ethiopia mempunyai daya tarik dalam bidang pariwisata yang
akan menambah devisa negara.[5]
Namun
pada sisi lain dalam pemerintahan Kaisar Haile Selassie ada
beberapa permaslahan bermunculan, salah satunya korupsi di pemerintah Haile
Selassie, seperti yang terjadi di hampir semua pemerintah. Meskipun upaya untuk
membuat negara yang lebih modem dan kesatuan bangsa, tetapi keserakahan,
kelalaian dan isu-isu rasial mewabah pada reputasi Haile Selassie.
Tanah adalah salah satu kebutuhan benar
di Ethiopia. Tanah adalah kunci untuk menjadi kaya, tetapi hanya orang kaya
memiliki akses ke sana. Seperti yang terlihat oleh banyak budaya, tanah adalah
satu-satunya nilai sejati. Terutama tanah yang subur sehingga ketika
mempertimbangkan Ethiopia daerah pegunungan.
Tanah sangat berharga dengan cara lain
daripada hanya menghasilkan makanan, meskipun pertanian tetap menjadi alasan di
balik dasar nilainya. Jumlah tanah orang harus mendistribusikan berbanding
lurus dengan jumlah kekuatan satu telah. Kekurangan lahan juga berarti bahwa
orang-orang dapat dieksploitasi lebih mudah. Hal ini terjadi di utara
berpenduduk lebih dari Ethiopia.
Selama pemerintahannya, Selassie telah
membagi-bagikan lebih dari lima juta hektar tanah kepada umat-Nya. Baru dua
puluh satu persen itu diberikan kepada petani miskin yang tidak memiliki tanah.
Sisanya dibagikan di antara para bangsawan, gereja, pejabat pemerintah, dan
tentara dan polisi.
Para pelaku pemerintahan mempunyai
reputasi buruk mengenai penimbunan kekuasaa, dan Mereka menikmati akan hal itu.
Ini adalah masalah lain yang melanda pemerintahan Haile Selassie (mendirikan
keunggulan atas dinasti kekaisaran provinsi).
Cuaca memiliki banyak pengaruh pada
nasib penduduk, terutama yang Sebagian besar agraria. Dampak kekeringan yang
terjadi pada tahun 1972 yang menghancurkan. Bencana kelaparan yang terjadi
telah dapat dikurangi jika pemerintah telah bertindak segera. Diperkirakan
bahwa selama 250,000 orang meninggal akibat kelaparan, dan lebih dari 1,6 juta
orang yang terpengaruh olehnya. Ketika kelaparan menyerang penduduk, hampir
selalu didampingi oleh penyakit dan epidemi. Ethiopia menjadi korban wabah
penyakit yang umum untuk orang-orang yang kekurangan gizi.
Hujan telah mengalami penurunan sejak
awal 1960-an. Departemen Pertanian laporan pada tahun 1973 telah meramalkan
bahwa panen buruk bagi banyak tanaman penghasil. Jika pemerintah telah
bertindak segera dan mendapatkan makanan untuk Provinsi Utara, bencana
kelaparan bisa saja sangat berkurang. Pemerintah asing yang prihatin, tapi
tidak berusaha untuk mendapatkan makanan ke negara sampai pemerintah Ethiopia
sendiri mengenali masalah.[6]
2.2 Latar Belakang Pergolakan di
Ethiopia
Pergolakan
sendiri merupakan suatu keadaan yang tidak tenang, tidak kondusif, terjadi
kekeruhan suasana sehingga tidak terkendali seperti yang diinginkan. Dalam
pendapat awam, pergolakan lebih diidentikkan kepada suatu keadaan huru-hara
atau terjadi pertikaian fisik yang tidak terkendalikan untuk suatu alasan.
Ketika
membahas pergolakan Ethiopia merupakan suatu revolusi, suatu perubahan radikal
dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup singkat.[7]
Pergolakan ini merupakan pergolakan intern dalam negara yang terjadikarena
pengupayaan perbaikan suatu keadaan menuju keadaan yang diinginkan ole rakyat.
Dalam
hal ini, berbagai faktor telah mendorong Angkatan Bersenjata Ethiopia untuk
melancarkan kampanye yang mencapai puncaknya dalam penggulingan Kaisar Haile
Selassie itu. Salah satu yang penting ialah sifat otoriter dan represif rezim
yang berkuasa. Diatas kertas sejak tahun 1930 Ethiopia adalah suatu kerajaan
konstitusional dimana kekuasaan Kaisar sebagai kepala Eksekutif dibatasi dan
diimbangi oleh parlemen yang terdiri atas dua majelis dan suatu lembaga
kehakiman yang bebas. Akan tetapi kenyataan Rezim Ethiopia adalah suatu
diktatur yang ketat dan represif. Kaisar memerintah sebagai seorang otokrat
dengan kekuasaan tak terbatas. Dia mengangkat dan memberhentikan Perdana
Menteri dan Menteri-menteri yang lain sesuai dengan keauannya dan mempunyai
kekuasaan yang luas dalam pemerintahan. Dewan Perwakilan dan Senat, kedua
majelis parlemen, tidak banyak berarti dan hampir semata-mata berfungsi sebgai
penasihat kaisar dan pengesah keputusan-keputusanya. Kekuatan-kekuatan politik
sebenarnya ialah angkatan bersenjata, kaum bangsawan yang hampir semuanya tuan
tanah yang luas. Kaisar mengawasi ketiga kekuatan itu dan berusaha memelihara
keseimbangan antara mereka. Untuk mencegah salah satu mendapatkan terlalu
banyak kekuasaan, dia memusatkan kekuasaan di tanganya sendiri dsan secara
teratur mengadakan perputaran pejabat-pejabat yang menduduki posisi kunci.
Dalam sistem kekuasaan itu tiada tempat bagi partai-partai politik dan mereka
mengecam kebijakan pemerintah dan membahayakan kedudukanya ditahan. Salah satu
tuntutan Angkatan Bersenjata ialah pembebasan tahanan-tahanan politik dan
kebebasan politik bagi rakyat.
Faktor
penting lain ialah susunan feodal masyarakat dimana kaum bangsawan menduduki
tempat-tempat penting dalam pemerintahan dan memiliki sebagian besar tanah.
Mereka memperlakukan para petani yang menggarap tanah mereka sebagai bawahan
yang harus melayani mereka. Dua per tiga hasil tanah, harus diserahkan kepada
mereka. Sebagai akibatnya para petani hidup dalam keadaan serba kekurangan
biarpun giat bekerja, sedangkan tuan-tuan tanah menjadi kaya. Untuk
mempertahankan kedudukan yang istimewa itu dan kekuasaan mereka atas petani,
kebanyakan tuan tanah itu memiliki laskar-laskar bersenjata. Sehunbungan dengan
itu Komite Koordinasi Angkatan Bersenjata menuntut agar diadakan land reform.
Faktor
ketiga ialah aparatur pemerintah yang lemah dan kurang mampu, disebabkan oleh
adanya fragmentasi fungsi antara berbagai departemen dan lemabaga, duplikasi
pekerjaan dan konsentasi jabatan-jabatan penting pada orang-orang tertentu.
Sebagai akibatnya tiada koordinasi yang baik dan efisiensi berkurang. Selain
itu kemampuan, semangat dan sikap pegawai negeri umumnya kurang menunjang
pembangunan ekonomi. Kebanyakan mengutamakan kepentingan pribadi diatas
kepentingan negara dan masyarakat, sehingga banyak terjadi penyalahgunaan
wewenang dan kedudukan, dan korupsi merajalela. Sesuai dengan alam feodal, rakyat dianggap sebagai bawahan
yang dapat diperbudak dan diperas, dan milik negara diperlakukan sebagai milik
pribadi. Secara demikian kekayaan menumpuk di tangan sedikit orang dan
perbedaan antara kaya dan miskin sangat menyolok. Sehubungan dengan itu
Angkatan Bersenjata menuntut agar korupsi diberantas sampai akar-akarnya dan
para pejabat yang korup dijatuhi hukuman yang berat.
Dengan
demikian pemerintah kurang mampu menjalankan tugasnya memajukan kesejahteraan
umum khusunya dalam bidang pendidikan, kesehatan, sarana, dan prasrana.
Pendidikan masih sangat terbatas. Lebih dari 90% penduduk masih buta huruf dan
di segala bidang terdapat suatu tenaga terdidik pada semua tingkat. Kebanyakan
pegawai negeri tidak memiliki kecakapan untuk menjalankan roda pemerintahan
negara dan pembangunan yang diperlukan untuk memperbaiki tingkat hidup rakyat.
Faktor
lain ialah kegagalan pemerintah untuk menghadapi bencana kekeringan yang lama
dan banyak meminta korban pada tahun 1973. Berjuta-juta ekor ternak mati,
panenan gagal sehingga pangan menjadi masalah, dan sekitar 100.000 orang
meninggal karena kelaparan sebelum kabinet mengambil langkah-langkah
menghadapinya. Akan tetapi langkah-langkah tersebut kurang memadahi, tidak
hanya karena sukarnya pengangkutan bantuan pangan kedaerah-daerah bencana,
tetapi juga karena kurangnya rasa tanggungjawab pejabat-pejabat dan
petugas-petugas yang bersangkutan. Banyak bantuan luar negeri tidak pernah
sampai pada orang-orang yang dimaksud tetapi menghilang ditengah jalan. Juga
atas desakan kaum cendekiawan dan mahasiswa-mahasiswa yang sangat tidak pus
dengan kelalianan dan inefesiensi yang banyak meminta korban itu, Komite Koordinasi
menuntut agar para pejabat yang bertanggungjawab diajukan ke muka pengadilan.
Faktor
kelima ialah mengganasnya inflasi sebagai akibat gagal panenan karena
kekeringan tersebut dan melonjaknya harga minyak. Harga barang-barang keperluan
hidup meningkat dan pemerintah ternyata tidak mempu menekanya. Maka timbulah
amarah dan kekecewaan dikalangan rakyat. Karenanya dikemukakan tuntutan supaya
harga-harga diturunkan.
Mengingat
sistem pemerintahan yang berlaku pada analisa terakhir Kaisarlah yang dianggap
bertanggung jawab dan kenyataanya dia disalahkan sebagai faktor utama
kepincangan-kepincangan sosial tersebut. Dia disalahkan tidak berbuat apa-apa
untuk mengatasi masalah-maslah itu dan membiarkan pejabat-pejabat
menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan korupsi besar-besaran secara yang
sangat merugikan negara dan rakyat. Selain itu ia juga dituduh telah memperkaya
diri dengan uang negara dan menyimpanya di bank-bank Swis. Menurut perkiraan
sementara jumlahnya mencapai US $10 milyar, suatu jumlah yang luar biasa.
Komite Koordinasi meminta kepadanya agar menarik jumlah itu dan menyerahkanya
kepada negara. Penolakanya merupakan salah satu alasan mengapa ia diturunkan
dari tahtanya. Menggelapkan uang negara dan menyimpanya di luar negeri padahal
uang itu sangat diperlukan untuk pembangunan dalam negeri, dilihat sebagai
suatu tindakan kriminal yang serius. Kenyataanya praktik itu, yang tidak hanya
dilakukan oleh kaisar tetapi juga oleh banyak pejabatnya, adalah salah satu
penyebab kemiskinan dan keterbelakangan Ethiopia, yang mengakibatkan
penderitaan berjuta-juta rakyatnya.
Akhirnya
perlu disebutkan demonstrasi-demonstrasi yang makin banyak dilancarkan
mahasiswa-mahasiswa, kaum buruh dan golongan-golongan lain untuk memprotes
kepincangan-kepincangan sosial tersebut dan menuntut perbaikan-perbaikan. Semua
itu ikut memperkuat keyakinan perwira-perwira muda yang memimpin gerakan
Angkatan Bersenjata itu bahwa diperlukan perubahan-perubahan yang mendorong
mereka untuk bertindak dan melancarkan kampanyenya mereka.[8]
2.3 Proses Pergolakan di Ethiopia
2.3.1 Maksud (Tujuan) Pergolakan
di Ethiopia
Dari
tuntutan-tuntutan yang diajukan kepada kaisar. Dan tindakan-tindakan yang
diambil oleh Angkatan Bersenjata dapat disimpulkan, bahwa maksud kampanye itu
bukanlah semata-mata kenaikan gaji dan perbaikan nasib atau penggantian
pemerintah, penangkapan, penahanan, dan pengadilan pejabat-pejabat yang
menyeleweng atau melalaikan tugasnya, melainkan perubahan-perubahan radikal
baik dalam masyarakat maupun dalam hidup kenegaraan. Berdasarkan asumsi, bahwa
orde yang ada busuk sampai akar-akarnya dan tidak dapat diperbaiki secara
tambal sulam, kampanye mereka bertujuan untuk menjebol orde yang menjamin
hak-hak asasi, termasuk kebebasan-kebebasan, dan keadilan sosial.
Dalam
rangka itu Kaisar Haile Selassie dipaksa turun tahta, tidak hanya karena
kesalahan-kesalahan dan kegagalanya menghentikan inflasi, salah urus
pemerintah, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat-pejabat,
meningkatnya penggangguran dan sebagainya, melainkan juga sebagai penghambat
perubahan-perubahan radikal yang perlu untuk memperbaiki masyarakat dan
meningkatkan taraf hidup rakyat.
Dengan
demikian yang dimaksud dan diperjuangkan Komite Koordinasi Angkatan Bersenjata
pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu perubahan mendalam dalam
pemerintahan dan masyarakat dalam waktu singkat. Bukan hanya perbaikan tambal
sulam, tetapi perubahan-perubahan total yang mendalam. Orde lama harus
ditumbangkan dan orde baru dibangun sebagai gantinya. Akan tetapi revolusi ini
berbeda dengan revolusi ini dilakukan tahap demi tahap secara sistematis dimana
setiap tahap menyiapkan tahap berikutnya, sampai akhirnya kekuasaan tertinggi
ditumbangkan.
2.3.2 Proses Berlangsungnya
Pergolakan di Ethiopia
Angkatan
Bersenjata bertindak secara berhati-hati dan tahap demi tahap karena menyadari
bahwa mereka menghadapi perlawanan kuat dari kekuatan-kekuatan politik lainya,
yaitu kaum bangsawan dan pemimpin-pemimpin gereja yang sebagai golongan vested intererst berkepentingan dengan
kelangsungan sistem feodal dan oleh sebab itu akan berusaha menggalkan setap
usaha untuk menghancurkan sistem itu. Seperti diketahui mereka itu merupakan
suatu kekuatan yang besar, tidak hanya karena mempunyai kedudukan yang penting
dalam pemerintahan dan masyarakat, tetapi juga kebanyakan memiliki
laskar-laskar bersenjata. Lagi pula rakyat yang menghormati Kaisar sebagai
seorang dewa dan loyal secara mutlak kepadanya harus disiapkan secara
psikologis terlebih dahulu. Tanpa persiapan semacam itu akan mudah dibakar
untuk melawan suatu pemberontakan yang ditujukan terhadap Kaisar. Sikap
berhati-hati dan pentahapan itu kenyataanya merupakan salah satu faktor
suksesnya. Kudeta berhasil tanpa pertumpahan darah dan rakyat tidak hanya tidak
memberikan perlawanan, tetapi juga menyambutnya dengan gembira setelah
diyakinkan bahwa sumber penderitaan mereka adalah pemerintah dan Kaisar.
Selanjutnya rakyat menaruh harapan akan perbaikan-perbaiakan atas Angkatan
Bersenjata, khususnya Komite Koordinasi yang menjadi otak dan dalang revolusi
itu.
Pada
tahap terakhir Komite Koordinasi mengambil alih kekuasaan sepenuhnya,
memberhentikan kaisar, membubarkan parlemen yang tidak dipilih rakyat secara
demokratis yang sejauh itu sangat mengecewakan, membekukan konstitusi yang merupakan
dasar hukum orde lama, dan membentuik suatu rezim militer sementara yang
bertugas untuk menyelesaikan pembersihan aparatur pemerintah dan menyiapkan
lahirnya orde baru. Sehubungan dengan itu Komite Koordinasi membentuk suatu
komisi penasihat sipil untuk menyusun rancangan konstitusi baru dan menetapkan
suatu prosedur bagi pembentukan suatu pemerintah sipil, yang pada waktunya akan
menggantikan pemerintah militer sementara.
Sejauh
ini kampanye Angkatan Bersenjata berjalan dengan lancar dan berhasil baik. Pemerintah lama
yang tidak mampu diberhentikan dan digantikan dengan suatu pemerintah sementara
yang menyiapkan penyususnan orde baru. Pejabat pejabat yang menyeleweng dan
menyalah gunakan kedudukan serta kekuasaan tanpa pandang bulu ditangkap dan ditahan
untuk diadili. Korupsi yang selama ini merupakan salah satu penyakit Ethiopia
yang parah sedang dalam proses pemberantasan. Parlemen dibubarkan, konstitusi
dibekukan dan Kaisar Hailev Selassie diberhentikan dan ditahan sebagai orang
yang pada analisa terakhir bertanggungjawab atas kepincangan-kepincangan sosial
negeri.
Akan
tetapi semuanya itu baru sebagian maksud kampanye Angkatan Bersenjata. Revolusi
Ethiopia belum berakhir. Perjuangan masih harus diteruskan untuk membangun orde
baru yang meliputi pelaksanaan cita-cita demokrasi dan keadilan sosial. Dalam
rangka itu inflasi yang mengganas harus dikendalikan dan perekonomian dibangun
dengan mengerahkan segala tenaga dan dana yang tersedia. Penanaman modal baik
dalam negeri maupun asing harus digalakkan, dan uang negara yang diselewengkan
dan disimpan di bank-bank luar negeri ditarik kembali. Sejalan dengan
pembangunan ekonomi itu kekayaan negara harus dibagi kembali secara yang wajar
lewat suatu land reform, perbaikan
sistem perpajakan, sistem pengupahan dan penggajian, perbaikan dan perluasan
fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, perhunbungan dan pengangkutan, dinas
sosial dan lain sebagainya. Selain itu diperlukan suatu kerangka pemerintahan
demokratis yang dapat menjamin hak-hak asasi, termasuk kebebasan-kebebasan, dan
terwujudnya kesejahteraan umum. Dengan maksud itu Komite Koordinasi
memperjuangkan suatu sistem kerajaan konstitusional yang demokratis, dimana
rakyat leluasa mendirikan partai-partai politik dan lewat patai-partai politik
itu ikut serta dalam pemerintahan negara. Secara konkrit sasaran perjuanganya
ialah suatu bentuk pemerintahan dimana
kekuasaan adalah pada parlemen, yang dipilih rakyat secara demokratis,
sedangkan raja hanya berfungsi sebagai kepala negara dan lambang persatuan.
Dengan
demikian rezim militer yang berkuasa di Ethiopia sekarang ini menghadapi suatu
tugas yang sangat berat, terutama karena negara itu menderita kekurangan dana
dan tenaga yang diperlukan untuk pembangunan. Pertama-tama, Ethiopia adalah
salah satu negara miskin dan terbelakang di Afrika. Kebanyakan penduduknya,
sekitar 80%, masih hidup dari pertanian subsistensi dan belum banyak mengenal
ekonomi uang. Pendapatan per jiwa masih rendah, tidak melebihi US$ 50 setahun.
Produksi mineralnya belum banyak dan perdagangan luar negerinya masih berkisar
pada satu hasil pertanian, yaitu kopi yang merupakan 2/3 volume ekspor. Biarpun
potensi ekonominya besar dalam arti bahwa sekitar 70% tanahnya dapat diolah dan
airnya berlimpah-limpah, Ethiopia tidak mempunyai dana dan keahlian yang
diperlukan untuk pembangunanya dalam jumlah yang mencukupi.
Taraf
pendidikan rakyat masih rendah. Lebih dari 90% penduduk masih buta huruf (1971)
dan fasilitas-fasilitas pendidikan sangat terbatas. Pada tahun 1967 hanya 11%
anak usia SD bersekolah. Sebagai salah satu akibatnya Ethiopia kekurangan
tenaga kerja terdidik pada segala tingkat.
Ethiopia
juga masih terbelakang dalam bidang prasarana. Biarpun terdapat dinas bis
antara Addis Abeba dan ibu kota provinsi, perhubungan dan pengangkutan tidak
begitu lancar. Seluruh negeri baru memiliki sekitar 8.000 km jalan baik dan
23.400 km kurang baik. Kurangnya prasarana ini menghambat pembangunan ekonomi.
Hambatan
lain yang penting ialah sistem pemilikan tanah feodal di mana kebanyakan petani
tidak mempunyai hak milik atas tanah yang digarapnya. Komite Koordinasi
merencanakan suatu land reform agar
para petani memiliki tanah yang digarapnya dan secara demikian mampu
memperbaiki nasib mereka, akan tetapi pelaksanaanya tidak akan mudah. Kaum
bangsawan dan gereja yang selama ini memiliki sebagian besar tanah tidak akan
membiarkan perubahan sistem pemilikan tanah yang menguntungkan mereka tanpa
memberikan perlawanan. Lagi pula banyak petani belum mampu memanfaatkan
keuntungan yang akan mereka peroleh dari land
reform itu. Selain belum mengenal cara-cara pertanian modern yang menjamin
tingkat produksi yang lebih tinggi, mereka juga tidak memiliki modal seperlunya
untuk mengolah tanah mereka secara optimal. Sehubungan dengan itu pemerintah
harus memberikan banyak bantuan berupa kredit, penyuluhan, dan bimbingan.
Kesukaran
lain datang dari mahasiswa-mahasiswa yang mengadakan demonstrasi dan menuntut
kepada Angkatan Bersenjata agar segera mungkin menyerahkan kekuasaan kepada
suara pemerintah sipil. Komite Koordinasi sebelumnya memberikan janji akan
mengadakan pemilihan umum dan menyerahkan kekuasaan kepada parlemen yang akan
dibentuk sebagai hasilnya, akan tetapi para mahasiswa meragukan kejujuranya dan
khawatir rezim militer tidak akan melepaskan kekuasaan yang telah diperolehnya.
Sebagai akibatnya timbullah suatu ketegangan yang dapat meruncing menjadi suatu
konfrontasi antara kedua golongan yang telah bekerja sama untuk menumbangkan
orde lama.
Akhirnya
rezim baru menghadapi gerakan sparatis Eritrea, yang dilancarkan Front
Pembebasan Eritrea sejak tahun 1963 ketika rezim lama membubarkan federasi
Ethiopia-Eritrea dan merubah status Eritrea menjadi salah satu Propinsi
Ethiopia. Gerakan itu memperjuangkan kemerdekaan, yang berarti pemisahan dari
Ethiopia, dan tidak akan berhenti sebelum berhasil, biarpun menyatakan bersedia
mengadakan perundingan-perundingan dengan pemerintah Ethiopia di bawah
pengawasan PBB.[9]
2.4 Akhir Pergolakan di Ethiopia
Pada
waktu sekarang ini keadaan di Ethiopia belum begitu jelas, sehingga kita sukar
mengatakan apakah Angkatan Bersenjata akan berhasil menyelesaikan revolusinya
dengan baik. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat menjadi petunjuk. Pertama
adalah perwira-perwira muda yang menjadi otak dan dalang gerakan Angkatan
Bersenjata. Mereka ini tidak hanya memperhatikan soal-soal militer, tetapi juga
banyak menarik perhatian atas soal-soal militer, tetapi juga banyak menaruh
perhatian atas soal-soal ideologi dan politik. Slogan mereka ialah Ethiopia
dahulu, demokrasi, kesempatan yang sama, pemberantasan korupsi dan feodalisme,
modernisasi, keadilan sosial dan lain sebagainya. Karena tidak berasal dari
kalangna bangsawan dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah, mereka tidak
mempunyai komitmen terhadap establishment dan oleh sebab itu lebih terbuka
untuk gagasan-gagasan tersebut. Mereka juga tidak mempunyai tradisimiliter dari
ayah ke anak, antara lain karena dipaksa masuk Akademi Militer di Harrar untuk
mengisi kekurangan sukarelawan. Dengan demikian mereka mudal mengambil tindakan
terhadap atasan mereka yang menyeleweng, termasuk panglima-panglima mereka.
Kejadian-kejadian
selama ini menunjukkan, bahwa perwira-perwira muda itu adalah orang-orang
idealis yang selain keberanian dan keuletan juga memiliki kebijaksanaan dan
perhitungan. Biarpun menghadapi banyak kesukaran, mereka berhasil mengambil
alih kekuasaan tanpa pertumpahan darah dean dalam proses itu juga berhasil
menggalang persatuan yang cukup kompak dalam tubuh Angkatan Bersenjata dean
mendapatkan dukungan luas di kalangan rakyat, yang memperkuat kedudukan mereka.
Dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan selama ini dapat disimpulkan bahwa
mereka akan mengganti pejabat-pejabat itu dengan orang-orang yang kompeten dan
bersih, sehingga lambat laun akan tercipta suatu aparatur pemerintahan yang
efisien.
Demonstrasi-demonstrasi
yang baru-baru ini dilancarkan oleh mahasiswa-mahasiswa dan serikat-serikat
buruh kiranya tidak akan berkembang menjadi suatu konfrontasi yang akan
menghambat penyusunan orde baru. Perbedaan pendapat antara mereka dan Angkatan
Bersenjata tidak mengenal prinsip, tetapi semata-mata soal waktu. Sesudah
demonstrasi-demonstrasi itu Komite Koordinasi mengulangi janjinya akan
menyeraahkan kekuasaan kepada parlemen yang akan dipilih rakyat secara
demokratis. Rejim militer tidak bermaksud berkuasa untuk selama-lamanya akan tetapi
memerlukan waktu untuk mengidentifisir dan menyingkirkan pendukung-pendukung
rejim lama dan untuk menetapkan suatu prosedur bagi rakyat untuk memilih
wakil-wakil yang akan merumuskan bentuk pemerintahan demokratis. Rupanya
perwira muda itu menyadari bahwa selama ini rejim-rejim militer itu umumnya
merupakan suatu kemunduran karena menghambat pembangunan demokrasi perwakilan.
Kaisar
Haile Selassie telah berkali-kali berjanji akan mengadakan land reform dan
empat tahun yang lalu mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parmemen,
tetapi rancangan itu tidak pernah disahkan,terutama karena perlawanan tuan-tuan
tanah. Angkatan Bersenjata kiranya akan lebih berhasil dalam hal ini karena
telah dapat mematahkan kekuasaan tuan-tuan tanah itu. Lagi pula mereka
menyadari bahwa system pemilikkan tanah feudal itu merupakan salah satu
penghambat utama kemampuan dan pembaharuan.
Kebutuahan
akan uang untuk membiayai program-program pembangunan tersebut untuk sebagian
kiranya akan dapat ditutup dengan bantuan militer luar negeri yang dapat di
perkirakan akan meningkat apabila rejim militer berhasil membangun demokrasi
dan menciptakan suatu aparatur pemerintah yang kompeten dan bersih. Dalam
keadaan semacam itupenanaman modal asing juga akan meningkat.
Dalam
politik luar negeri rejim baru itu kirannya tidak akan banyak menjumpai
kesukaran untuk melaksanakan programnya yang tidak banyak berbeda dengan
program rezim lama, yaitu tidak memihak dalam permusuhan blok-blok, mentaati
Piagam PBB dan OAU serta menghormati kewajiban-kewajiban internasional atas
dasar saling menghormati dan persamaan derajat, membantu gerakan-gerakan
kemerdekaan dan perjuangan untuk mengakhiri kolonoalisme, dan memelihara
hubungan baik dengan negara-negara Afrika lainnya, terutama Somalia dan Kenya.
Perebutan
kekuasaan yang terjadi dalam tubuh Dewan Militer dan berakhir dengan
tersingkirnya dan tertembak matinya Jendral Andom, yang sejak kudeta tanggal 12
September 1974 memegang jabatan Ketua Dewan Militer, Kepala Pemerintah
Sementara merangkap Menteri Pertahanan dan Kepala Negara, dan pembunuhan tanpa
proses hukum 59 orang tokoh terkemuka orde lama yang ditahan sejak beberapa
waktu termasuk dua orang bekas Perdana Menteri , sejumlah Menteri, 18 orang
Jendral, bekas Panglima AL, dan 2 orang anggota Komite Koordinasi, rupanya
tidak akan menyelewengkan jalannya revolusi. Semuanya itu hanya menunjukkan,
bahwa kelompok Mayor Mengistu Haile Miriam yang mengikuti garis keras tampil ke
muka sebagai pemenang dan menjadi dominan. Dengan perkataan lain, semuanya itu
hanya berarti suatu radikalisasi rejim militer dan revolusi Ethiopia. Mungkin
bahkan dapat dikatakan, bahwa dengan tersingkirnya kelompok Jendral Andom
revolusi Ethiopia kembali pada garis semulanya yang radikal. Jendral Andom
bukan anggota Komite Koordinasi yang sejak permulaannmerupakan otak dan dalang
revolusi itu.
Dengan
demikian dapat diperkirakan, bahwa revolusi Ethiopia akan berjalan terus,
tetapi selanjutnya akan menempuh jalan keras sesuai dengan sasaran-sasarannya,
yaitu perubahan-perubahan yang radikal dalam masyarakat dan pemerintahan.
Dengan perkataan lain, rejim militer akan meneruskan usahanya untuk melenyapkan
sisa-sisa orde lama, memberantas penyakit-penyakit sosial yang telah mendorong
perwira-perwira muda untuk melancarkan kudeta, dan untuk membangun suatu orde
baru sebagai gantinya, akan tetapi dengan cara-cara revolusioner, tanpa banyak
kompromi. Dari lain pihak adanya kecaman opini sunia dan campur tangan PBB akan
ikut mencegah terjadinya ekses-ekses seperti penembakan mati tahanan-tahanan
tanpa proses pengadilan yang wajar.
Dalam
rangka itu pembaharuan-pembaharuan yang telah dijanjikan akan dilakaukan secara
konsekwen. Pemerintah otoriter pada waktunya akan diganti dengan suatu
pemerintahan demokratis yang menjunjung tinggi hak-hak asasi, dan susunan
feudal masyarakat diganti dengan suatu susunan yang baru yang mencerminkan
persamaan hakiki semua warganegar dan
keadilan sosial. Pejabat-pejabat yang korup, melalaikan tugas dan
menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi akan diadili dan dijatuhi
hukuman yang setimpal. Tempat mereka akan diisi dengan orang-orang yang tidak
kompeten tetapi juga dedicated dan bersih. Dengan suatu aparatur yang terdiri
atas pejabat-pejabat semacam itu, Pemerintah
Ethiopia akan mampu mengerahkan tenaga dan dana yang tersedia untuk pembangunan
demi perbaikan nasib rakyat. Termasuk kekayaan yang dikumpulkan Jaile Selassie
dan disimpannya di berbagai bank di Swis, yang kiranya akan dapat ditarik
kembali dengan suraat kuasanya. Menurut Newsweek kekayaan itu adalah sebesar
UUS 250 juta dan menurut BBC bahkan 1500 juta.
Akan
tetapi semua itu berdasarkan atas asumsi, bahkan Komite Koordinasi menepati
janjinya untuk pada waktunya menyerahkan kekuasaan kepada suatu pemerintah
sipil yang dipilih rakyat secara demokratis dalam suatu pemilihan yang bebas.
Apabila sebaliknya Komite mengakhiri janjinya itu dan dengan bermacam-macam
dalih berusaha untuk tetap berkuasa, keadaan orde lama akan kembali dan pada
waktunya akan terjadi suatu kudeta baru
yang akan menumbangkannya. Suatu pemerintah otoriter yang menginjak-injak
hak-hak asasi, khususnya kemerdekaan, dan keadilan sosial tidak akan dapat
bertahan selamanya. Hak-hak azasi dan keadilan sosial adalah aspirasi manusia
yang paling dalam dan paling kuat dan oleh sebab itu tidak dapat diperkosa
untuk jangka waktu yang panjang, terutama apabila rakyat telah sadar akan
hak-haknya. Maka seperti dibanyak negara Afrika lainnya akan terjadilah bahwa
kudeta yang satu akan disusul kudeta lain tanpa membawa perbaikan nasib rakyat.
Kemungkinan itu adalah riil, akan tetapi kiranya tidak akan menjadi kenyataan,
tidak hanya karena para mahasiswa dan kalangan masyarakat lain-lain akan
menentangnya tetapi juga karena Komite Koordinasi terdiri atas perwira-perwira
muda yang dikenal sebagai kaum idealis yang dengan jujur mencita-citakan
demokrasi, hak-hak azasi, persamaan kesempatan, keadilan sosial dan lain
sebagainya.
Sebagai
kesimpulan dapat dikatakan, bahwa rejim militer sementara Ethiopia menghadapi
suatu tugas yang sangat berat, terutama karena kekurangan dana tenaga terdidik
yang diperlukan, akan tetapi mempunyai suatu peluang yang baik untuk
menyelesaikan revolusinya dengan hasil yang baik.[10]
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Pergolakan
yang terjadi di Ethiopia selama ini pada dasarnya adalah suatu revolusi, suatu
perubahan radikal dalam masyarakat dan hidup kenegaraan dalam waktu yang cukup
singkat. Angkatan Bersenjata di bawah pimpinan Komite Koordinasi yang terdiri
atas perwira-perwira muda melancarkan gerakannya itu dengan maksud untuk
merombak orde lama yang berkisar pada rejim otoriter Kaisar Haile Selassie yang
sewenang-wenang dan susunan feudal masyarakat dan sebagai gantinya menyusun
suatu orde baru atas dasar demokrasi, hak-hak azasi termasuk kebebasan-kebebasan
dan keadilan sosial.
Berlainan
dengan revolusi-revolusi lainnya, revolusi di Ethiopia itu di laksanakan secara
sistematis menurut suatu pentahapan dimana setiap tahap menyiapkan tahap
berikutnya. Biarpun sasaran utama ialah Kaisar Haile Selassie sendiri, Angkatan
Bersenjata baru mengambil tindakan terhadapnya, membuat kaum bangsawan yang
mendukungnya tidak berdaya dan membubarkan lembaga-lembaga yang digunakannya
untuk melaksanakan kekuasaannya. Cirri lain ialah peranan yang dimainkan
perwira-perwira muda yang menjadi otak dan dalang revolusi itu. Mereka
mengambil alih kekuasaan tetapi menyatakan hanya akan berkuasa untuk sementara
sebagai pemerintah transisi yang bertugas tuntuk menyusun orde baru dan sesudah
itu akan menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang sipil yang akan dipilih
rakyat secara demokratis.
Setelah
berhasil menumbangkan orde lama dan mengambil alih kekuasaan, Angkatan
Bersenjata meletakkan dasar-dasar orde baru sambil meneruskan membersihkan
sisa-sisa orde lama, termasuk peradilan pejabat-pejabat yang ditahan atas
tuduhan melalaikan tugas, menyeleweng dan melakukan korupsi. Rejim baru segera
mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi kepincangan-kepincangan sosial yang
telah mendorong Angkatan Bersenjata untuk melancarkan gerakannya sepreti
inflasi, pengangguran, korupsi, sistim pemilikan tanah feodal yang mengarah
pada suatu pemerasan terhadap
petani-petani penggarap tanah. Pada waktu yang sama pemerintah mulai
melaksanakan pembaharuan-pembaharuan dan perbaikan-perbaikan dalam bidang administrasi,
pendidikan, kesehatan, perburuhan, perpajakan, dan lain sebagainya.
Tahanan-tahanan politik di bebaskan dan kepada rakyat diberikan
kebebasan-kebebasan. Sebagai dasar dan kerangka hokum semuanya itu di siapkan
suatu konstitusi baru yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi, hak-hak azasi
dan keadilan sosial. Pada waktunya akan diadakan pemilihan umum di mana rakyat
dapat memilih suatu parlemen yang pada gilirannya akan memilih suatu pemerintah
baru.[11]
3.2 Saran
Dalam
menjalankan suatu kehidupan resiko terjadinya suatu masalah sudahlah hal yang
biasa apabila terjadi. Semua itu berlangsung begitusaja, beriringan dengan
berjalanya kepentingan hidup masing-masing.
Suadah
merupakan suatu keharusan apabila seorang pemimpin yang dipilih untuk mengemban
tugas mewujudkan kesejahteraan rakyat serta mewujudkan keinginan-keinginan
rakyat.
Dalam
suatu keadaan yang mengalami kebobrokan terutama dalam pemerintahan, suatu
upaya perbaikan sangat diperlukan. Hal tersebut demi terwujudnya kehidupan yang
sesungguhnya diinginkan oleh rakyat.
Dalam
konteks pergolakan, secara awam memang ditafsirkan sebagai sesuatu yang selalu
menimbulkan kerugian dan permasalahan. Namun dalam sudut pandang lain bisa jadi
suatu tindakan pergolakan merupakan suatu usaha yang digunakan untuk mengubah
sesuatu yang salah menjadi benar. Sehingga ada kalanya suatu usaha yang dalam
konotasi negatif menjadi baik sesuai dengan konteksnya. Oleh sebab itu sinergi,
kejasama, dan amanat merupakan hal yang harus diterapkan untuk mewujudkan
kepemimpinan dan masyarakat yang dipimpin menjadi tumbuh harmonis dan sesuai
yang diharapkan bersma.
DAFTAR PUSTAKA
Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam
Pergolakan 1. Jakrta: Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International
Studies.
Meladi, Thomas Patrik. 1960. Wajah
Tokoh-Tokoh Afrika. Surabaya: Usaha Nasional.
Heru, Agung. 2010. Emperor Haile Selassie 1, part 1. http:// AGUNG HERU Emperor Haile Selassie I, Part 1.htm. [06 Mei
2015].
http://id.wikipedia.org/wiki/Etiopia.
[11 Mei 2015].
Fahlan, Asidah. 2011. Islam di Ethiopia. http://
asidah.kimuin Islam di Ethiopia.htm. [22
Mei 2015].
[1] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 117.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Etiopia.
[11 Mei 2015].
[3] Fahlan,
Asidah. 2011. Islam di Ethiopia.
http:// asidah.kimuin Islam di
Ethiopia.htm. [22 Mei 2015].
[5]
Meladi, Thomas Patrik. 1960. Wajah
Tokoh-Tokoh Afrika. Surabaya: Usaha Nasional. Hlm. 39-48.
[6] Heru,
Agung. 2010. Emperor Haile Selassie 1,
part 1. http:// AGUNG HERU Emperor
Haile Selassie I, Part 1.htm. [06 Mei 2015].
[7] Dipoyudo, Kirdi. 1983.
Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies.
[8] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm. 101-108.
[9] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm.
108-112.
[10] Dipoyudo, Kirdi. 1983.
Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm.
112-117.
[11] Dipoyudo, Kirdi. 1983. Afrika dalam Pergolakan 1. Jakrta:
Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and International Studies. Hlm.
117-119.
0 komentar:
Posting Komentar