Selasa, 29 September 2015

Objek Wisata Prasejarah





BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.[1]
Dalam semakin bertambahnya waktu, suatu konsep yang disebut pariwisata atau aspek-aspek yang mengikutinya, semakin mengalami perkembangan yang signifikan. Salah satunya adalah mengenai jenis-jenis pariwisata. Dapat diambil suatu garis besar, bahwa jenis-jenis pariwisata berkembang sesuai dengan minat wisatawan yang ingin melakukan suatu kegiatan wisata.
Salah satu cabang dari salah satu jenis pariwisata akan menjadi suatu pembahasan yang lebih mendalam dalam makalah ini, yaitu jenis dalam jenis wisata budaya yang terkfokuskan pada objek wisata budaya manusia pada masa prasejarah.
Dalam kajian ini, menguraikan secara umum mengenai salah satu objek wisata yaitu wisata prasejarah. Seperti yang diketahui, bahwa suatu fase budaya manusia yang dinamakan fase prasejarah merupakan tahapan awal manusia membuat suatu peradaban dan mengembangkanya. Dari kegiatan pembuatan mula atau pun pengembangan kebudayaan pada masa prasejarah banyak meninggalkan benda-benda peninggalan sisa-sisa keberadaan aktivitas prasejarah yang sampai saat ini dapat diamati ataupun dinikmatidengan nyata.
Dengan adanya sisa-sisa peninggalan yang masih ada tersebut pastilah memiliki cerita dibaliknya dan daya tarik sendiri bagi manusia jaman sekaran untuk dijadikan bahan penelitian ataupun yang lebih berkembang adalah sebagai suatu objek wisata. Pengembangan suatu fungsi dan pandangan masyarakt tersebut menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji secara menadalam dan lebih jauh yaitu mengenai objek wisata prasejarah.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)      Apa yang dimaksud dengan objek wisata?
2)      Apa yang dimaksud dengan prasejarah?
3)      Apa yang dimaksud dengan objek wisata prasejarah?
4)      Apa karakteristik dan fungsi dari objek wisata prasejarah?
5)      Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari objek wisata prasejarah?
6)      Bagaimana objek wisata prasejarah di Indonesia?
1.3  Manfaat dan Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Mengetahui dan memahami akan pengertian objek wisata;
2)      Mengetahui dan memahami akan pengertian prasejarah;
3)      Mengetahui dan memahami akan pengertian objek wisata prasejarah;
4)      Mengetahui dan memahami karakteristik dan fungsi dari objek wisata prasejarah;
5)      Mengetahui dan memahami kelebiahn dan kekurangan dari objek wisata sejarah;
6)      Mengetahui dan memahami mengenai objek wisata prasejarah di Indonesia.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1)      Memahami lebih jauh akan definisi objek wisata, definisi prasejarah, dan objek wisata prasejarah;
2)      Memahami lebih jauh akan karakteristik, fungsi, kelebihan dan kekurangan dari objek wisata prasejarah;
3)      Memahami lebih jauh akan objek wisata prasejarah di Indonesia.



















BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Objek Wisata
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.[2]
Pengertian pariwisata menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 butir 3 dimana yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Sementara itu pengertian kepariwisatan menurut Undang – Undang No. 10 tahun 2009 pasal 1 angka 4 adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara, serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Menurut Oka Yoeti (1996) Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselengarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud tujuan bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang di kunjungi, tetapi semata-mata menikmati perjalanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan/keinginan yang bermacam-macam.
Salah satu yang sangat berhubungan dengan pariwisata yaitu obyek wisata yang mempunyai pengertian yaitu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang di kunjungi wisatawan. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah dan lain-lain.
2.1.1 Pengertian Objek wisata
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objek wisata diartikan sumber daya alam yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan, baik yang alami maupun yang sudah dibudidayakan[3]
Obyek dan daya tarik wisata menurut Undang-undang No 10 tentang kepariwisataan yaitu Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan dan daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata. Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksebilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Pariwisata adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan wisata, termasuk obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Inti atau komponen pariwisata yaitu:
1.      Atraksi/ attraction seperti atraksi alam, budaya dan buatan.
2.      Amenitas/ amenities berhubungan dengan fasilitas atau akomodasi
3.      Aksesibilitas/ accebilities berhubungan dengan segala jenis transportasi, jarak atau kemudahan pencapaian. Serta unsur pendukung lainnya (masyarakat, pelaku industry pariwisata, dan institusi pengembangan) yang membentuk sistem yang sinergis dalam menciptakan motivasi kunjungan serta totalitas pengalaman kunjungan wisatawan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud;1995;628)
Menurut Ridwan (2012:5) mengemukakan pengertian obyek wisata adalah segala sesuatu yang memilik keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Berdasarkan definisi diatas maka Obyek Wisata adalah tempat yang dikunjungi dengan berbagai keindahan yang didapatkan, tempat untuk melakukan kegiatan pariwisata, tempat untuk bersenang – senang dengan waktu yang cukup lama demi mendapatkan kepuasaan, pelayanan yang baik, serta kenangan yang indah di tempat wisata.
Pada intinya, suatu tempat/daerah agar dapat dikatakan sebagai objek wisata harus memenuhi hal pokok berikut.
1.      Adanya something to see. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat.
2.      Adanya something to buy. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik dan khas untuk dibeli.
3.      Adanya something to do. Maksudnya adalah sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu.[4]
2.2 Pengertian Prasejarah
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum mengenal tulisan.
Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti prasejarah didapat dari artefak-artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs prasejarah.[5]

2.2.1 Periodisasi

Archaeikum, yaitu zaman yang tertua, berlangsung kira-kira 2.500 juta tahun. Kulit bumi masih panas sekali, tak ada kehidupan sedikit pun. Berikutnya dalah Palaeozoikum, yang disebut juga zaman hidup tua. Dalam zaman yang berlangsung sekitar 340 juta tahun ini, sudah nyata ada kehidupan, mulai dari binatang-binatang terkecil yang tak bertulang punggung sampai kepada jenis ikian dan permulaan amfibi dan pertil. Zaman berikutnya adalah Mesozoikum, yang disebut juga zaman hidup pertengahan atau sekunder (kedua). Zaman ini berlangsung sekitar 140 juta tahun. Selama zaman ini, bangsa ikan, amfibi,dan reptile semakin banyak. Zaman yang keempat adalah Neozoikum atau Keinozoikum, yang disebut juga zaman hidup baru, berlangsung kira-kira 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Zaman ini dibagi atas zaman tersier (zaman ketiga) dan kuarter (zaman keempat).[6]
1.      Pembagian Zaman berdasarkan Geologi
Zaman prasejarah hanyalah meliputi zaman terakhir dari pembagian itu, yaitu mulai dengan zaman kuarter. Zaman ini dibagi dalam diluvium dan alluvium.
2.      Pembagian Zaman berdasarkan Arkeologi
Zaman batu terbagi atas zaman Palaeolithikum, Mesolithikum, dan Neolithikum. Palaeolithikum disebut juga zaman batu tua. Ciri pada zaman ini adalah alat-alat dibuat dari batu yang dikerjakan secara kasar, tak diasah atau dihaluskan. Manusianya belum bertempat tinggal tetap, masih mengembara. Zaman ini berlangsung selama zaman geologi plestozen atau diluvium (jadi kira-kira 600.000 tahun). Pembagian zaman selanjutnya jatuh dalam geologi holosen atau aluvium. Mesolithikum disebut juga batu tengah. Alat-alat pada zaman ini masih menyerupai alat-alat pada masa paleolitikum. Orang sudah mulai bertempat tinggal tetap. Neolitikum juga disebut dengan zaman batu muda. Alat-alat batu sudah diasah atau diupam, sehingga halus dan banyak juga yang indah. Kecuali tembikar, tenunan juga sudah dikenal. Orang sudah mulai bertempat tinggal tetap dan bercocok tanam.
Zaman logam adalah zaman dimana orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam, yang ternyata lebih kuat dan lebih mudah dikerjakan daripada batu. Zaman logam dibagi atas zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Zaman besi ini adalah zaman terakhir dari prasejarah.

·         Zaman Batu

Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
a.       Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
  1. Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-variannya seperti kapak perimbas & kapak penetak
  2. Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang)
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada Palaeolithikum antara lain:
  1. Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
  2. Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk menggemburkan tanah).
  3. Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-buahan & umbi-umbian).
  4. Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
  5. Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
  6. Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
  7. Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di China, dimana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
b.      Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
1.      Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur &moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble& batu pipisan.
2.      Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada zaman Mesolithikum antara lain:
a)      Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam pada Zaman Paleolithikum);
b)      Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah);
c)      Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai;
d)     Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
c.       Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:
  1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
  2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
  3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
  4. Pakaian dari kulit kayu
  5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina).
d.      Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:
  1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
  2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
  3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
  4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
  5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
  6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka

·         Zaman Logam (Masa Perundagian)

Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Zaman logam di Indonesia dibagi atas:
a.       Zaman Perunggu
Pada zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tongkin China (pusat kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain:
  • Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian
  • Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti
  • Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
  • Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)

b.      Zaman Besi

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:
  • Mata Kapak bertungkai kayu
  • Mata Pisau
  • Mata Sabit
  • Mata Pedang
  • Cangkul
Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).[7]
3.      Pembagian Zaman berdasarkan Pola Kehidupan Manusia Prasejarah
a)      Zaman kehidupan berburu dan pengumpulan makanan tingkat awal;
b)      Zaman kehidupan berburu dan pengumpulan makanan tingkat lebih lanjut;
c)      Zaman bercocok tanam dan pertukangan (perundagian).[8]
2.3 Pengertian Objek Wisata Prasejarah
Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan.
Dalam pengertian yang lebih teknis, pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.[9]
Dalam uraianya, ada beberapa jenis pariwisata dari suatu sistem kepariwisataan sendiri, Salah satu jenis itu adalah jenis pariwisata budaya. Yang dimaksud pariwisata budaya adalah suatu perjalanan wisata dengan tujuan untuk mempelajari adat istiadat, budaya, tata cara kehidupan masyarakat dan kebiasaan yang terdapat di daerah atau negara yang dikunjungi. Termasuk dalam jenis pariwisata ini adalah mengikuti misi kesenian ke luar negeri atau untuk menyaksikan festifal seni dan kegiatan budaya lainya.[10]
Dalam hal ini, yang menjadi pusat kajian adalah objek wisata prasejarah yang masuk dalam ranah jenis wisata budaya. Dikatakan demikian karena prasejarah seperti yang diuraikan sebelumnya merupakan suatu fase dalam paparan panjang kehidupan manusia yang masih memulai atau membuat peradaban. Dalam aktivitasnya pada masa prasejarah, hal tersebut merupakan suatu kebudayaan manusia meskipun begitu sederhana. Sehingga hal tersebut dapat digolongkan menjadi wisata budaya, serta hal tersebut ditunjang dengan peninggalan-peninggalan yang ada.



2.3.1 Konsep Objek Wisata Prasejarah
Dari uraian-uraian sebelumnya, mulai dari pengertian wisata sampai pada uraian mengenai masa prasejarah, dalam pemikiran awam sudah terpaparkan bagaimana suatu konsep objek wisata prasejarah itu sendiri.
Objek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan benda, hal, Dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti atapun diperhatikan.[11]
Dan dari pengertian tersebut apabila disandingkan dengan pengertian wisata dan uraian prasejarah dapat diartikan sebagai suatu tempat atau pusat wisatawan menyelenggarakan perjalanan wisatanya tentunya dengan tujuan yang ingin didapat dari perjalanan wisatanya, dan dalam hal ini lingkup kunjunganya merupakan nuansa peninggalan baik tempat maupun benda yang merupakan sisa-sisa kehidupan manusia masa lampau pada masa sebelum mengenal tulisan atau umum disebut dengan prasejarah.
Objek wisata prasejarah ini akan terkelompokkan dengan sendirinya sesuai dengan pembabakan waktu yang dimiliki kajian prasejarah. Dari klasifikasi tersebut nantinya sangat berpengaruh terhadap jenis-jenis peninggalan yang ada pada objek wisata prasejarah.
Dalam objek wisata prasejarah, wisatawan akan dibawa pada nuansa masa kehidupan manusia prasejarah. Dengan adanya beberapa objek atau koleksi benda peninggalan atau tempat bekas peradaban prasejarah, akan memunculkan berbagai gambaran dan sensasi tersendiri bagi wisatawan yang tentunya tidak akan didapati pada objek wisata lainya.
Tidak hanya memberikan kesan kesenangan semata layaknya suatu objek wisata, namun objek wisata prasejarah memiliki peranan-peranan yang sangat penting bagi situs prasejarah itu sendiri, antara lain; dalam hal pelestarian, dalam hal pengetahuan atau pembelajaran bagi semua kalangan baik pelajar sampai masyarakat umum, menumbuhkan rasa kecintaan dan kepedulian masyarakat terhadap sejarah kehidupanya, dan masih banyak lagi peranan yang dimiliki objek wisata prasejarah.
Pada intinya, dalam konsep objek wisata prasejarah merupakan suatu pusat destinasi perjalanan wisata para wisatawan yang didalamnya merupakan konten peninggalan prasejarah.
2.4 Karakteristik Objek Wisata Prasejarah
Dalam membahas karakteristik objek wisata prasejarah, sebenarnya tidak terlepas dari ciri-ciri prasejarah itu sendiri. Karena seperti yang diketahui bahwa objek wisata prasejarah tentunya benda-benda peninggalan kehidupan atau kebudayaan yang pernah ada sebelum manusia mengenal tulisan. Dan berikut beberapa karakteristik dari objek wisata prasejarah, antara lain:
1)      Selain sebagai objek wisata rekreasi juga memiliki peran lain terutama pada bidang edukasi;
2)      Sebagai wahana nyata pengamatan atau penelitian, maupun sebagai pembuktian nyata suatu ceritera prasejarah;
3)      Memiliki objek atau koleksi peninggalan-peninggalan kehidupan masa lampau, yaitu masa manusia memulai peradaban dan belum mengenal tulisan (prasejarah);
Benda-benda yang terdapat pada objek wisata prasejarah diantaranya sebagai berikut:
Tabel 1. Contoh Barang-barang Koleksi Objek Wisata Prasejarah
Kebudayaan Batu Tua (Palaeolithikum)
Nama
Gambar
Keterangan
Kapak Perimbas
Kapak ini terbuat dari batu, tidak memiliki tangkai, digunakan dengan cara menggengam. Dipakai untuk menguliti binatang, memotong kayu, dan memecahkan tulang binatang buruan. Kapak perimbas banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia, termasuk dalam Kebudayaan Pacitan. Kapak perimbas dan kapak genggam dibuat dan digunakan oleh jenis manusia purba Pithecantropus.
Kapak Genggam
Kapak genggam memiliki bentuk hampir sama dengan jenis kapak penetak dan perimbas, namun bentuknya jauh lebih kecil. Fungsinya untuk membelah kayu, menggali umbi-umbian, memotong daging hewan buruan, dan keperluan lainnya. Pada tahun 1935, peneliti Ralph von Koenigswald berhasil menemukan sejumlah kapak genggam di Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Karena ditemukan di Pacitan maka disebut Kebudayaan Pacitan.
 Alat-alat Serpih (Flakes
Alat-alat serpih terbuat dari pecahanpecahan batu kecil, digunakan sebagai alat penusuk, pemotong daging, dan pisau. Alatalat serpih banyak ditemukan di daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, masih termasuk Kebudayaan Ngandong.
Perkakas dari Tulang dan Tanduk
Perkakas tulang dan tanduk hewan banyak ditemukan di daerah Ngandong, dekat Ngawi, Jawa Timur. Alat-alat itu berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek, dan mata tombak. Oleh peneliti arkeologis perkakas dari tulang disebut sebagai Kebudayaan Ngandong. Alat-alat serpih dan alat-alat dari tulang dan tanduk ini dibuat dan digunakan oleh jenis manusia purba Homo Soloensis dan Homo Wajakensis
Kebudayaan Batu Madya (Mesolithikum)
Nama
Gambar
Keterangan
Kapak Sumatra (Pebble)
Bentuk kapak ini bulat, terbuat dari batu kali yang dibelah dua. Kapak genggam jenis ini banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera, antara Langsa (Aceh) dan Medan.
Kapak Pendek (Hache courte)
No-image
Kapak Pendek sejenis kapak genggam bentuknya setengah lingkaran. Kapak ini ditemukan di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera.
Kjokken-moddinger
Kjokkenmoddinger berasal dari bahasa Denmark, Kjokken berarti dapur dan modding artinya sampah. Jadi, kjokkenmoddinger adalah sampah dapur berupa kulit-kulit siput dan kerang yang telah bertumpuk. Fosil dapur sampah ini banyak ditemukan di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera.
Abris sous roche
Abris sous roche adalah gua-gua batu karang atau ceruk yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia purba. Berfungsi sebagai tempat tinggal
Lukisan di Dinding Gua
Lukisan di dinding gua terdapat di dalam abris sous roche. Lukisan menggambarkan hewan buruan dan cap tangan berwarna merah. Lukisan di dinding gua ditemukan di Leang leang, Sulawesi Selatan, di Gua Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, di Danau Sentani, Papua. 
Kebudayaan Batu Muda (Neolithikum)
Nama
Gambar
Keterangan
Kapak Persegi
Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusatenggara.
Kapak Lonjong
Kapak ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara.
Mata Panah
Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Gerabah
Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.
Perhiasan
Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Alat Pemukul Kulit Kayu
Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra-aksara sudah mengenal pakaian.
Kebudayaan Batu Besar
Nama
Gambar
Keterangan
Menhir
Menhir adalah sebuah tugu dari batu tunggal yang didirikan untuk upacara penghormatan roh nenek moyang. Menhir ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
 Sarkofagus
Sarkofagus adalah peti mayat yang terbuat dari dua batu yang ditangkupkan. Peninggalan ini banyak ditemukan di Bali
Dolmen
Dolmen adalah meja batu tempat menaruh sesaji, tempat penghormatan kepada roh nenek moyang, dan tempat meletakan jenazah. Daerah penemuannya adalah Bondowoso, Jawa Timur.
Peti Kubur Batu
Peti Kubur Batu adalah lempengan batu besar yang disusun membentuk peti jenazah. Peti kubur batu ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
Waruga
Waruga adalah peti kubur batu berukuruan kecil berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu utuh. Waruga banyak ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
 Arca
Arca adalah patung terbuat dari batu utuh, ada yang menyerupai manusia, kepala manusia, dan hewan. Arca banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Punden Berundak
Punden berundak-undak merupakan tempat pemujaan. Bangunan ini dibuat dengan menyusun batu secara bertingkat, menyerupai candi. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibeduk, Banten Selatan.
 Kebudayaan Zaman Logam
Nama
Gambar
Keterangan
Nekara
Nekara adalah tambur besar yang berbentuk seperti dandang yang terbalik. Benda ini banyak ditemukan di Bali, Nusatenggara, Maluku, Selayar, dan Irian.
Moko
Nekara yang berukuran lebih kecil, ditemukan di Pulau Alor, Nusatenggara Timur. Nekara dan Moko dianggap sebagai benda keramat dan suci.
Kapak Perunggu
Kapak perunggu terdiri beberapa macam, ada yang berbentuk pahat, jantung, dan tembilang. Kapak perunggu juga disebut sebagai kapak sepatu atau kapak corong. Daerah penemuannya Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, dan Irian. Kapak perunggu dipergunakan untuk keperluan sehar-hari.
Candrasa
Sejenis kapak namun bentuknya indah dan satu sisinya panjang, ditemukan di Yogyakarta.
Candrasa dipergunakan untuk kepentingan upacara keagamaan dan sebagai tanda kebesaran.
Perhiasan Perunggu
Benda-benda perhiasan perunggu seperti gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul kalung pada masa perundagian, banyak ditemukan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Sumatera.
Manik-manik
Manik-manik adalah benda perhiasan terdiri berbagai ukuran dan bentuk. Manik-manik dipergunakan sebagai perhiasan dan bekal hidup enam, bulat, dan oval. Daerah penemuannya di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, dan Buni.
Bejana Perunggu
Bejana perunggu adalah benda yang terbuat dari perunggu berfungsi sebagai wadah atau tempat menyimpan makanan. Bentuknya bulat panjang dan menyerupai gitar tanpa tangkai. Benda ini ditemukan di Sumatera dan Madura.
Arca Perunggu
Benda bentuk patung yang terbuat dari perunggu menggambar orang yang sedang menari, berdiri, naik kuda, dan memegang panah. Tempat-tempat penemuan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, dan Palembang.[12]

4)      Berfungsi seagai tempat penting pelestari benda-benda cagar budaya;
5)      Dll.


2.5 Kelebiahan dan Kekurangan Objek Wisata Prasejarah
Berikut ini merupakan uraian dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh salah satu objek wisata, yaitu objek wisata prasejarah.
2.5.1 Kelebihan
Kelebihan dari objek wisata prasejarah antara lain sebagai berikut:
1)      Memiliki koleksi atau objek yang unik dan berasal dari masanya dan bernilai sejarah didalamnya. Hal ini belum tentu dimiliki objek wisata lainya;
2)      Selain sebagai sarana rekreasi atau untuk kesenangan, objek wisata prasejarah memberikan esensi yang lebih kepada para wisatawan seperti; edukasi, pelajaran-pelajaran hidup dari peninggalan kebudayaan prasejarah, dan semakin menimbulkan rasa ingin tahu (penasaran) terhdap objek-objek yang dilihat;
3)      Merupakan salah satu upaya pelestarian benda-benda atau tempat peninggalan kehidupan prasejarah dari kerusakan atau kepunahan;
4)      Dll.
2.5.2 Kekurangan
Kekurangan dari objek wisata prasejarah antara lain sebagai berikut:
1)      Kurang memiliki daya tarik untuk semua kalangan wisatawan, dikarenakan butuh pemahaman lebih terhadap objek prasejarah supaya menumbuhkan rasa ketertarikan;
2)      Kurang menyajikan sesuatu hal yang menarik bagi semua kalangan atau diragukan esensi wisata sendiri yaitu kesenangan;
3)      Meskipun disajikan untuk umum, terkadang wisatawan enggan untuk datang karena dengan paradigma yang terkesan objek untuk penelitian atau orang yang berkepentingan saja atau terkesan tertutup;
4)      Berkembang atau tidaknya objek wisata prasejarah tergantung dari rasa penghargaan dan kecintaan wisatawan terhadap sejarah peradabanya (peradaban manusia). Karena apabila tidak ada antusiasme atau cenderung dilupakan, lama kelamaan akan hilang fungsinya sebagai objek wisata.
5)      Akses dan akomodasi (fasilitas) yang cenderung sulit, menjadikan wisatawan enggan untuk berkunjung ke objek wisata prasejarah.
6)      Dll.

2.6 Objek Wisata Prasejarah di Indonesia
2.6.1 Indonesia Pada Masa Prasejarah
Seperti yang telah kita ketahui, keunikan zaman prasejarah Indonesia tidak saja terletak pada keadaan geografisnya, tetapi juga pada kesulitan menentukan patokan kronologi budayanya, mengingat putusnya peradaban-peradaban di sepanjang zaman.[13]
Wilayah Nusantara merupakan kajian yang menarik dari sisi geologi karena sangat aktif. Di bagian timur hingga selatan kepulauan ini terdapat busur pertemuan dua lempeng benua yang besar: Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di bagian ini, lempeng Eurasia bergerak menuju selatan dan menghunjam ke bawah Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara. Akibat hal ini terbentuk barisan gunung api di sepanjang Pulau Sumatera, Jawa, hingga pulau-pulau Nusa Tenggara. Daerah ini juga rawan gempa bumi sebagai akibatnya.
Di bagian timur terdapat pertemuan dua lempeng benua besar lainnya, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Pertemuan ini membentuk barisan gunung api di Kepulauan Maluku bagian utara ke arah bagian utara Pulau Sulawesi menuju Filipina.
Wilayah barat Nusantara moderen muncul kira-kira sekitar kala Pleistosen terhubung dengan Asia Daratan. Sebelumnya diperkirakan sebagian wilayahnya merupakan bagian dari dasar lautan. Daratan ini dinamakan Paparan Sunda ("Sundaland") oleh kalangan geologi. Batas timur daratan lama ini paralel dengan apa yang sekarang dikenal sebagai Garis Wallace. anjing berguguk di tengah tengah hutan yang rimba sam Wilayah timur Nusantara, di sisi lain, ilgeografis terhubung dengan Benua Australia dan berumur lebih tua sebagai daratan. Daratan ini dikenal sebagai Paparan Sahul dan merupakan bagian dari Lempeng Indo-Australia, yang pada gilirannya adalah bagian dari Benua Gondwana.
Di akhir Zaman Es terakhir (20.000-10.000 tahun yang lalu) suhu rata-rata bumi meningkat dan permukaan laut meningkat pesat. Sebagian besar Paparan Sunda tertutup lautan dan membentuk rangkaian perairan Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Selat Karimata, dan Laut Jawa. Pada periode inilah terbentuk Semenanjung Malaya, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau-pulau di sekitarnya. Di timur, Pulau Irian dan Kepulauan Aru terpisah dari daratan utama Benua Australia. Kenaikan muka laut ini memaksa masyarakat penghuni wilayah ini saling terpisah dan mendorong terbentuknya masyarakat penghuni Nusantara moderen.
·         Tumbuhan, hewan dan hominid
Sejarah geologi Nusantara memengaruhi flora dan fauna, termasuk makhluk mirip manusia yang pernah menghuni wilayah ini. Sebagian daratan Nusantara dulu merupakan dasar laut, seperti wilayah pantai selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Aneka fosil hewan laut ditemukan di wilayah ini. Daerah ini dikenal sebagai daerah karst yang terbentuk dari endapan kapur terumbu karang purba.
Endapan batu bara di wilayah Sumatera dan Kalimantan memberi indikasi pernah adanya hutan dari masa Paleozoikum.
Laut dangkal di antara Sumatera, Jawa (termasuk Bali), dan Kalimantan, serta Laut Arafura dan Selat Torres adalah perairan muda yang baru mulai terbentuk kala berakhirnya Zaman Es terakhir (hingga 10.000 tahun sebelum era moderen). Inilah yang menyebabkan mengapa ada banyak kemiripan jenis tumbuhan dan hewan di antara ketiga pulau besar tersebut.
Flora dan fauna di ketiga pulau tersebut memiliki kesamaan dengan daratan Asia (Indocina, Semenanjung Malaya, dan Filipina). Harimau, gajah, tapir, kerbau, babi, badak, dan berbagai unggas yang hidup di Asia daratan banyak yang memiliki kerabat di ketiga pulau ini.
Makhluk mirip manusia (hominin) yang menghuni Nusantara yang diketahui adalah manusia Jawa. Fosil dari satu bagian tengkorakPithecanthropus erectus ditemukan pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois di Trinil, Kabupaten Ngawi. Sejak 1934, G.H.R. von Koenigswald beserta timnya menemukan serangkaian fosil hominin di lembah sepanjang Bengawan Solo, yaitu di Sangiran dan Ngandong serta di tepi Sungai Brantas di dekat Mojokerto. Para ahli paleontologi sekarang kebanyakan berpendapat bahwa semua fosil temuan dari Jawa adalah Homo erectus dan merupakan bentuk yang primitif. Semula diduga berumur 1.000.000 sampai 500.000 tahun (pengukuran karbon tidak memungkinkan), kini berdasarkan pengukuran radiometri terhadap mineral vulkanik pada lapisan penemuan diduga usianya lebih tua, yaitu 1,7-1,5 juta tahun.
Homo sapiens moderen pertama masuk ke Nusantara diduga sekitar 100.000 tahun lalu, melalui India dan Indocina. Fosil Homo sapiens pertama di Jawa ditemukan oleh van Rietschoten (1889), anggota tim Dubois, di Wajak, dekat Campurdarat, Tulungagung, di tepian Sungai Brantas. Ia ditemukan bersamaan dengan tulang tapir, hewan yang pada masa kini tidak hidup di Jawa. Fosil Wajak dianggap bersamaan ras dengan fosil Gua Niah di Sarawak dan Gua Tabon di Pulau Palawan. Fosil Niah diperkirakan berusia 40.000-25.000 tahun (periode Pleistosen) dan menunjukkan fenotipe "Australomelanesoid". Mereka adalah pendukung budaya kapak perimbas (chopper) dan termasuk dalam kultur paleolitikum (Zaman Batu Tua).
Pengumuman pada tahun 2003 tentang penemuan Homo floresiensis yang dianggap sebagai spesies Homo primitif oleh para penemunya memantik perdebatan baru mengenai kemungkinan adanya spesies mirip manusia yang hidup dalam periode yang bersamaan dengan H. sapiens, karena hanya berusia 20.000-10.000 tahun sejak era moderen dan tidak terfosilisasi. Hal ini bertentangan dengan anggapan sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya H. sapiens yang bertahan di Nusantara pada masa itu. Perdebatan ini belum tuntas, karena penentangnya menganggap H. floresiensis adalah H. sapiens yang menderita penyakit sehingga berukuran katai.

·         Migrasi manusia

Bukti-bukti Homo sapiens pertama diketahui dari tengkorak dan sisa-sisa tulang hominin di Wajak, Gua Niah (Serawak), serta temuan-temuan baru di Pegunungan Sewu sejak awal paruh kedua abad ke-20 hingga sekarang, membentang dari Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, hingga kawasan Teluk Pacitan, Kabupaten Pacitan. Temuan di Wajak, yang pertama kali ditemukan sulit ditentukan penanggalannya, namun fosil di Gua Niah menunjukkan usia sekitar 40.000 tahun yang lalu. Usia fosil utuh di Gua Braholo (Gunungkidul, ditemukan tahun 2002) dan Song (Gua) Keplek dan Terus (Pacitan) berusia lebih muda (sekitar 10.000 tahun sebelum era moderen atau tahun 0 Masehi). Pendugaan ini berasal dari bentuk perkakas yang ditemukan menyertainya.
Walaupun berasal dari masa budaya yang berbeda, fosil-fosil itu menunjukkan ciri-ciri Austromelanesoid, suatu subras dari ras Negroid yang sekarang dikenal sebagai penduduk asli Pulau Papua, Melanesia, dan Benua Australia. Teori mengenai asal usul ras ini pertama kali dideskripsikan oleh Fritz dan Paul Sarasin, dua sarjana bersaudara (sepupu satu sama lain) asal Swiss di akhir abad ke-19. Dalam kajiannya, mereka melihat kesamaan ciri antara orang Vedda yang menghuni Sri Lanka dengan beberapa penduduk asli berciri sama di Asia Tenggara kepulauan dan Australia.

·         Periodisasi

1)      Paleolitik

Periode paleolitik di Nusantara diketahui dari alat-alat batu kasar (paleolit) atau terbuat dari cangkang kerang yang ditemukan di berbagai penjuru. Temuan-temuan fosil tengkorak dan tulang-belulang di Jawa menjadi petunjuk penting periode ini. Hingga 2014 telah ditemukan fosil-fosil hominid di Patiayam (Jekulo, Kudus), Miri (Sragen), Sangiran (Sragen), Sambungmacan (Sragen), Trinil (Ngawi), Punung (Pacitan), Ngandong (Kradenan, Blora)), Wajak (Tulungagung), Kedungbrubus (Kabupaten Madiun)[5], dan Perning (Jetis, Mojokerto). Dari Pulau Flores ditemukan fosil kerangka yang diperdebatkan apakah termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.
Analisis bekas irisan pada fosil tulang mamalia yang berasal dari era Pleistosen mencatat 18 luka bekas irisan akibat alat serpihan cangkang kerang saat menyembelih lembu purba, ditemukan pada formasi Pucangan di Sangiran yang berasal dari kurun 1,6 sampai 1,5 juta tahun lalu. Tanda bekas irisan pada tulang ini menunjukkan penggunaan alat batu pertama yang menunjukkan bukti tertua penggunaan alat serpihan cangkang kerang yang ditajamkan di dunia.

2)      Neolitik

Batu yang diasah adalah bukti peradaban neolitik, misalnya mata kapak batu dan mata cangkul batu yang diasah. Batu yang diasah dan dihaluskan ini dikembangkan oleh orang-orang Austronesia yang menghuni kepulauan Indonesia. Pada periode inilah berkembang tradisi megalitik di Nusantara yang tampaknya berkembang secara independen dari tempat-tempat lain, dan menjadi dasar tradisi asli Indonesia di masa-masa berikutnya.
Nusantara adalah rumah bagi banyak situs megalitik bangsa Austronesia pada masa lalu hingga masa kini. Beberapa struktur megalitik telah ditemukan, misalnya menhir, dolmen, meja batu, patung nenek moyang, dan piramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Struktur megalitik ini ditemukan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Punden berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Pagguyangan, Cisolok dan Gunung Padang, Jawa Barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan sarkofagus.Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Candi Borobudur dari abad ke-8 dan candi Sukuh dari abad ke-15 tak ubahnya adalah struktur punden berundak.
Di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, ditemukan beberapa relik megalitik yang menampilkan patung nenek moyang. Kebanyakan terletak di lembah Bada, Besoa, dan Napu.
Tradisi megalitik yang hidup tetap bertahan di Nias, pulau yang terisolasi di lepas pantai barat Sumatera, Kebudayaan Batak di pedalaman Sumatera Utara, pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, serta kebudayaan Toraja di pedalaman Sulawesi Selatan. Tradisi megalitik ini tetap bertahan, terisolasi, dan tak terusik hingga akhir abad ke-19.

3)      Zaman Perunggu

Kebudayaan Dong Son menyebar ke Indonesia membawa teknik peleburan dan pembuatan alat logam perunggu, pertanian padi lahan basah, ritual pengorbanan kerbau, praktik megalitik, dan tenun ikat. Praktik tradisi ini ditemukan di masyarakat Batak dan Toraja serta beberapa pulau di Nusa Tenggara. Artifak peradaban ini adalah gendang perunggu Nekara yang ditemukan di seantore Nusantara serta kapak perunggu upacara.

·         Sistem kepercayaan

Warga Indonesia purba adalah penganut animisme dan dinamisme yang memuliakan roh alam dan roh nenek moyang. Arwah Leluhur yang telah meninggal dunia dipercaya masih memiliki kekuatan spiritual dan mempengaruhi kehidupan keturunannya. Pemuliaan terhadap arwah nenek moyang menyebar luas di masyarakat kepulauan Nusantara, mulai dari masyarakat Nias, Batak, Dayak, Toraja, dan Papua. Pemuliaan ini misalnya diwujudkan dalam upacara sukuran panen yang memanggil roh dewata pertanian, hingga upacara kematian dan pemakaman yang rumit untuk mempersiapkan dan mengantar arwah orang yang baru meninggal menuju alam nenek moyang. Kuasa spiritual tak kasat mata ini dikenali sebagai hyang di Jawa dan Bali dan hingga kini masih dimuliakan dalam agama Hindu Dharma Bali.

·         Penghidupan

Mata pencaharian dan penghidupan masyarakat prasejarah di Indonesia berkisar antara kehidupan berburu dan meramu masyarakat hutan, hingga kehidupan pertanian yang rumit, dengan kemampuan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak, hingga mampu membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Kondisi pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah) mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM.memungkinkan desa dan kota kecil mulai berkembang pada abad pertama Masehi. Kerajaan ini yang lebih mirip kumpulan kampung yang tunduk kepada seorang kepala suku, berkembang dengan kesatuan suku bangsa dan sistem kepercayaan mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang cukup banyak dan tanah vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang subur. Sistem sawah membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik dibandingkan dengan sistem padi lahan kering (ladang) yang lebih sederhana sehingga tidak memerlukan sistem sosial yang rumit untuk mendukungnya.
Kebudayaan Buni berupa budaya tembikar berkembang di pantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M.Kebudayaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa.

2.6.2        Peninggalan Masa Prasejarah sebagai Objek Wisata Prasejarah

Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:
Dari uraian mengenai peninggalan-peninggalan yang masih ada tersebut, dapat dikatakan sebagai objek wisata prasejarah. Meski melalui sautu pengolahan ataupun tidak, tidak mengurangi esensi serta fungsi dari peninggalan-peninggalan prasejarah tersebut, baik sebagai tempat/objek rekreasi ataupun suatu tempat istimewa sesuai dengan tuuan masing-masing orang yang mendatanginya.













BAB 3. PENUTUP
3.1  Simpulan
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.[15]
Salah satu yang sangat berhubungan dengan pariwisata yaitu obyek wisata yang mempunyai pengertian yaitu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang di kunjungi wisatawan. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah dan lain-lain.[16]
Sedangkan pengertian prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum mengenal tulisan.[17]
Dan dari pengertian tersebut apabila disandingkan dengan pengertian wisata dan uraian prasejarah dapat diartikan sebagai suatu tempat atau pusat wisatawan menyelenggarakan perjalanan wisatanya tentunya dengan tujuan yang ingin didapat dari perjalanan wisatanya, dan dalam hal ini lingkup kunjunganya merupakan nuansa peninggalan baik tempat maupun benda yang merupakan sisa-sisa kehidupan manusia masa lampau pada masa sebelum mengenal tulisan atau umum disebut dengan prasejarah.
3.2  Saran
Zaman prasejarah, merupakan zaman yang begitu penting bagi tonggak sejarah kehidupan manusia. Dari zaman tersebut, manusia mulai menciptakan suatu peradaban kehidupan dan menemukan keperluan-keperluan hidup mulai dari hal yang sangat sederhana sampai pada hal yang berguna sampai saat ini.
Masa yang telah lewat, bukan berarti harus dibiarkan berlalu begitu saja meskipun dengan segala peninggalan yang masih ada. Sungguh suatu pandangan yang sangat keliru apabila berparadigma demikian. Oleh karena itu perlu adanya apresiasi lebih masyarakat akan hal ini, terutama dalam hal kelestarianya maupun dalam fungsinya.
Diharapkan dengan menjadi suatu sebutan “objek wisata” wisata prasejarah mampu menunjukkan tajinya mengenai peran dan fungsinya. Meskipun sangat sulit, namun tidak menutup kemungkinan untuk bisa dilaksnakan.
Setidaknya, meskipun minim sekali rasa ketertarikan masyarakat terhadap peninggalan-peninggalan prasejarah untuk menjadi suatu kajian keilmuan, masyarakat luas dapat mengunjungi objek prasejarah sebagai seorang wisatawan yang memandang objek prasejarah sebagai suatu refleksi untuk mencari kesenangan.





DAFTAR PUSTAKA
Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu-Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
http://kbbi.web.id/objek. [13 September 2015].
http://kbbi.web.id/objekwisata. [13 September 2015].
Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mastugino. 2013. Peninggalan Kebudayaan Masa Praaksara. http://mastugino.blogspot.co.id/2013/10/peninggalan-kebudayaan-masa-praaksara.html. [20 September 2015]. 
Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah. Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA.



[1] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
[2] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
[3]http://kbbi.web.id/objekwisata. [13 September 2015].
[6]Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah. Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA. Hlm. 3-7.
[8]Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah. Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA. Hlm. 13.
[9] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
[10] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15
[11]http://kbbi.web.id/objek. [13 September 2015].
[12]Mastugino. 2013. Peninggalan Kebudayaan Masa Praaksara. http://mastugino.blogspot.co.id/2013/10/peninggalan-kebudayaan-masa-praaksara.html. [20 September 2015].
[13]Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu-Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm. 28-29.
[15] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

Sample text

Total Tayangan Halaman

Social Icons

Blogger templates

Feature (Side)

Blogger news

Pages

AD (728x90)

Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

Pengikut

Featured Posts

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget