BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan
adalah suatu keadaan dimana suatu posisi keadaan menjadi bebas. Bebas yang
dimaksud adalah bebas menentukan jalan hidup dan masa depan secara mandiri
tanpa adanya campur tangan pihak lain.
Suatu
keadaan merdeka merupakan suatu keadaan yang begitu diidamkan bagi siapapun,
begitu juga pada suatu negara seperti Indonesia. Dengan keadaan Indonesia yang
telah menderita begitu lama oleh penjajahan yang dialakukan oleh Belanda dan
Jepang, menjadikan suatu kemerdekaan merupakan puncak cita-cita yang ingin
diraih dan diusahakan.
Merebut
suatu kekuasaan yang telah lama mengakar dan begitu kuat, menjadikan bangsa
Indonesia begitu sulit untuk terlepas dari cengkraman para penjajah. Samapi
pada usaha untuk mengupayakan kemerdekaan dengan begbagai cara yang akhirnya
berbuat manis dengan hadiah kemerdekaan itu sendiri pada 17 Agustus 1945.
Namun
yang namanya negara baru berdiri secara de
facto, memang memiliki suatu keadaan yang tidak setabil. Yang dimaksud
adalah posisinya begitu rentan terhadap ancaman dari luar karena memang masih
dalam tahap merangkak menjadi suatu negara yang independen. Terutama ancaman
dari negara yang pernah menjajah, karena ingin kembali menguasai dan
mengeksploitasi negara jajahan.
Dengan
demikian berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaanya, hal tersebut juga semakin menjadi berat karena aksi perlawanan
para penjajah yang lebih keras. Sehingga dari hal ini munculah suatu keadaan
yang begitu rumit yang menjadikan bangsa Indonesia melakukan perlawanan dan
memunculkan perang yang bertujuan untuk mempertahankan posisi kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pembahasan lebih mendalam akan
hal ini. Yang menjadikan suatu pemaparan sejarah perang kemerdekaan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa
yang dimaksud dengan perang kemerdekaan?
2. Bagaimana
keadaan Indonesia sebelum terjadinya perang kemerdekaan?
3. Apa
latar belakang terjadinya perang kemerdekaan?
4. Apa
tujuan dari perang kemerdekaan Indonesia?
5. Bagaimana
tahapan dan prosesi perang kemerdekaan Indonesia?
6. Bagaimana
hasil dari terjadinya perang kemerdekaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah
1. Mengetahui
dan memahami dengan apa yang dimaksud perang kemerdekaan;
2. Mengetahui
dan memahami keadaan Indonesia sebelum terjadinya perang kemerdekaan;
3. Mengetahui
dan memahami latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia;
4. Mengetahui
dan memahami tujuan dari perang kemerdekaan Indonesia;
5. Mengetahui
dan memahami tahapan dan prosesi dari perang kemerekaan Indonesia;
6. Mengetahui
dan memahami hasil dari terjadinya perang kemerdekaan.
Manfaat
dari pembuatan makalah ini adalah
1. Dapat
mengetahui lebih jauh akan pengertian kemerdekaan;
2. Dapat
mengetahui lebih jauh akan keadaan Indonesia sebelum perang kemerdekaan, latar
belakang perang kemerdekaan, tujuan, tahapan, dan prosesi dari perang
kemerdekaan Indonesia;
3. Dapat
mengetahui lebih jauh akan tujuan dan hasil dari perang kemerdekaan Indonesia.
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perang Kemerdekaan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, perang adalah permusuhan antara dua negara
(bangsa, agama, suku, dsb), pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan
atau lebih (tentara, laskar, pemberontak, dsb), perkelahian, konflik, cara
mengungkapkan permusuhan.[1]
Perang adalah sebuah aksi
fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan
menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi
di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba di maknai sebagai
pertikaian bersenjata. Di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas
teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin
angkatan perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka
menguasai dunia". Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian
harus dicapai oleh teknologi. Namun kata perang tidak lagi berperan
sebagai kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat. Yang memopulerkan hal
ini adalah para jurnalis,
sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum
perang berarti "pertentangan".
Secara
spesifik dan wilayah filosofis, perang merupakan turunan sifat dasar manusia
yang tetap sampai sekarang memelihara dominasi dan persaingan sebagai sarana
memperkuat eksistensi diri dengan cara menundukkan kehendak pihak yang dimusuh.
Dengan mulai secara psikologis dan fisik. Dengan melibatkan diri sendiri dan
orang lain, baik secara kelompok atau bukan. Perang dapat mengakibatkan
kesedihan dan kemiskinan yang berkepanjangan. Dan penyebab
terjadinya perang di antaranya adalah:
2.
Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan;
3.
Perbedaan kepentingan;
Sedangkan
kemerdekaan adalah pemerintahan sendiri oleh penduduk-penduduk sebuah negara yang secara dasarnya menuntut kedaulatan. Istilah kemerdekaan digunakan untuk membedakan
dengan penaklukan yang merujuk kepada sesuatu kawasan
sebagai "wilayah" yang dikawal oleh sebuah bangsa asing dari segi politik dan lainya.
Perkataan ini terkadang juga digunakan dalam arti kata yang lebih lemah untuk
membedakan dengan hegemoni yang
merupakan kawalan sebuah negara secara tak langsung oleh sebuah negara yang
lebih kuat.
Kemerdekaan dapat diartikan sebagai
taraf permulaan bagi sebuah negara baru (sering kali untuk mengisi
kekosongan politik), tetapi sering merupakan pembebasan dari kekuasaan
yang mendominasi kawasan itu. Dari segi negatif, kemerdekaan juga boleh
diartikan sebagai keadaan yang tidak dikuasai oleh kuasa yang lain melalui penjajahan, dasar peluasan kuasa atau imperialisme.
Kemerdekaan boleh diperoleh melalui pembenasan
jajahan, pemisahan atau pembagian. Walaupun ketiga kata tersebut sering
diartikan sama dengan kemerdekaan, ketiga-ketiga ini harus tidak dikelirukan
dengan pemberontakan yang biasanya merujuk kepada penggulingan pihak
berkuasa secara ganas. Ini terkadang hanya bertujuan untuk pengalihan kekusaan
semula.[3]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perang kemerdekaan adalah suatu wujud manifestasi konflik yang dilakukan secara
fisik maupun non fisik dengan saling bertikai, bertempur, dan menyerang dengan
tujuan untuk mendapatkan atau memperebutkan suatu kekuasaan dengan keadaan
bebas dan independen.
2.2 Keadaan Indonesia Sebelum
Terjadinya Perang Kemerdekaan
Pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus
1945 tahun Masehi,
atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang
dan tanggal 8 Ramadan
1364 menurut Kalender Hijriyah,[4]
terjadilah suatu peristiwa yang begitu sangat berharga bagi bangsa Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan setelah berabad-abad Indonesia dijajah bangsa asing
akhirnya Ir. Soekarno
dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56 - Jakarta Pusat,
mengumandangkan teks Proklamasi. Yang berarti bahwa mulai saat itu Indonesia
menyatakan kemerdekaanya.
Pada pukul
05.00 (waktu Jawa pada Zaman Jepang) tanggal 17 Agustus 1945, anggota PPKI dan
tokoh-tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamaan Maeda, pulang ke rumah
masing-masing setelah berhasil merumuskan teks proklamasi. Sebelum pulang, Bung
Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di lembaga pers dan kantor
berita untuk memperbanyak teks Proklamasi dan menyiarkanya ke seluruh dunia.
Dan para pemuda langsung melakukan kegiatan dan mebagi tugas.
Ribuan teks
berhasil dicetak dengan reneo dan segera disebarkan ke pelbagai penjuru kota,
dan ditempelkan diberbagai tempat publik. Pada pagi hari tanggal 17 Agustus
1945, barisan pemuda datang berbondong-bondong menuju lapangan Ikada, ternyata
lapangan Ikada telah dijaga oleh pasukan Jepang. Para pemuda datang ke lapangan
Ikada dari informasi mulut kemulut, mereka tidak mengetahui keputusan terakhir
PPKI bahwa Proklamasi diadakan di Pegangsaan Timur No.56.
Pada pagi itu
pekarangan rumah Soekarno sudah dipadati oleh sejumlah masa pemuda. Sementara
itu, wakil wali kota Suwiryo, memerintahkan Mr. Wilopo untuk mempersiapkan
peralatan yang diperlukan, yaitu microfon dan alat pengeras suara. Sudiro
memerintahkan S. Suhud untuk menyiapkan satu tiang untuk menggerek bendera.
Sebagaimana
yang disepakati bahwa para anggota PPKI menjelang pukul 10.30 telah berdatangan
ke Pegangsaan Timur. Rangkaian acara yang akan dilaksanakan itu adalah:
pembacaan teks Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan sambutan Wali
Kota Suwirjo dan dr. Muwardi. Ketika mendekati pukul 10.00, sedang acara sbelum
dimulai dan para pemuda tidak sabar mereka terus mendesak untuk segera di
bacakan teks Proklamasi kemerdekaan.
Lima menit
sebelum acara dimulai, Hatta datang. Ia langsung ke kamar Soekarno. Beberapa
menit sebelum pukul 10.00 kedua pemimpin menuju tempat upacara, diiringi oleh
Nyonya Fatmawati Soekarno. Upacara berlangsung tanpa protokol. Segera Latief
memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda, semua berdiri dengan sikap
sempurna. Latief mempersilakan Bung Karano dan Hatta untuk maju beberapa
langkah dan Soekarno mendekati Mikrofon. Sebelum membacakan proklamasi Bung
Karno menyampaikan pidato, setelah pidatao singkat disampaikan Bung Karno
dengan didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi. Acara selanjutnya
adalah pengibaran bendera Merah Putih. Peristiwa besar itu berlangsung hanya
selama kurang lebih satu jam dengan penuh kekhidmatan.[5]
Sebelum berita
tentang, proklamasi kemerdekaan Indonesia
menyebar ke pulau-pulau lain, banyak masyarakat Indonesia yang jauh dari ibu
kota Jakarta
tidak percaya. Saat berita mulai menyebar, banyak dari orang Indonesia datang
untuk menyatakan diri mereka sebagai pro-republik, dan suasana revolusi menyapu
seluruh negeri. Kekuatan luar di dalam negeri telah menyingkir, seminggu
sebelum tentara Sekutu masuk ke Indonesia, dan Belanda telah mulai melemah
kekuatannya dikarenakan perang. Disisi lain, pasukan Jepang, sesuai dengan
ketentuan diminta untuk menyerah dan meletakkan senjata, da juga menjaga
ketertiban umum.
Kevakuman
kekuasaan selama berminggu-minggu setelah Jepang menyerah
menciptakan suasana ketidakpastian di dalam politik Indonesia saat itu, tetapi
hal ini menjadi suatu kesempatan bagi rakyat. Banyak pemuda
Indonesia bergabung dengan kelompok perjuangan pro-republik dan laskar-laskar.
Laskar-laskar yang paling terorganisir antara lain kelompok PETA dan Heiho yang dibentuk oleh
Jepang. Namun pada saat itu laskar-laskar rakyat berdiri sendiri dan koordinasi
perjuangan cukup kacau. Pada minggu-minggu pertama, tentara Jepang menarik diri
dari daerah perkotaan untuk menghindari konfrontasi dengan rakyat.
Pada bulan
September 1945, pemerintah republik yang dibantu laskar rakyat telah mengambil
alih kendali atas infrastruktur-infrastruktur utama, termasuk stasiun kereta api dan trem di kota-kota besar di
Jawa. Untuk menyebarkan pesan-peasn revolusioner, para pemuda mendirikan
stasiun radio dan koran, serta grafiti yang penuh dengan sentimen nasionalis.
Di sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, komite perjuangan dan laskar-laskar
milisi dibentuk. Koran kaum republik dan jurnal-jurnal perjuangan terbit di
Jakarta, Yogyakarta
dan Surakarta,
yang betujuan memupuk generasi penulis yang dikenal sebagai Angkatan 45.
Para pemimpin
republik berjuang untuk menyatukan sentimen yang menyebar di masyarakat, karena
ada beberapa kelompok yang menginginkan revolusi fisik, dan yang lain lebih
memilih menggunakan cara pendekatan damai.
Beberapa
pemimpin seperti Tan Malaka dan pemimpin kiri lainnya
menyebarkan gagasan bahwa revolusi harus dipimpin oleh para pemuda. Soekarno
dan Hatta, sebaliknya, lebih tertarik dalam perencanaan sebuah pemerintahan dan
lembaga-lembaga negara untuk mencapai kemerdekaan melalui diplomasi. Massa
pro-revolusi melakukan demonstrasi di di kota-kota besar, salah satunya
dipimpin Tan Malaka di Jakarta dan diikuti lebih dari 200,000 orang. Tetapi
aksi ini yang akhirnya berhasil dipadamkan oleh Soekarno-Hatta, karna
mengkhawatirkan pecahnya aksi-aksi kekerasan.
Pada September
1945, banyak pemuda Indonesia yang menyatakan diri "siap mati untuk
kemerdekaan 100%" karena tidak dapat menahan kesabaran mereka. Pada saat
itu, penculikan kaum "nonpribumi" - interniran Belanda, orang-orang Eurasia,
Maluku
dan Tionghoa
- sangat umum terjadi, karena mereka dianggap sebagai mata-mata. Kekerasan
menyebar dari seluruh negeri, sementara pemerintah pusat di Jakarta terus
menyerukan kepada para pemuda agar dapat tenang. Namun, pemuda yang mendukung
perjuangan bersenjata memandang pimpinan yang lebih tua sebagai para
"pengkhianat revolusi", yang pada akhirnya sering menyebabkan
meletusnya konflik internal di kalangan masyarakat sipil.[6]
2.3 Latar Belakang Terjadinya
Perang Kemerdekaan
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun
1942, negara-negara sekutu
bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik
koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Pada sisi
lain, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaanya yang telah di
kumandangakan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945, hal ini tentusaja membuat
suatu situasi setatus negara yang berbeda sebelumnya. Apabila sebelumnya
Indonesia berada pada kekuasaan Jepang yang telah merebut Indonesia dari
kekuasaan kolonial Belanda, menjadi negara yang menyatakan lepas, bebas, atau
merdeka dari penjajahan.
Namun dengan
dimenangkanya perang Dunia II oleh pihak sekutu, dan dengan keterangan
sebelumnya, Belanda sangat berhasrat kembali untuk menguasi Indonesia secara
keseluruhan. Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus
1945 Inggris bersama
tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September
1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta,
dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda
pada Sekutu. Kehadiran tentara
Sekutu ini, diboncengi NICA
(Netherland Indies Civil Administration- pemerintahan sipil Hindia Belanda)
yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk
membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu
Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan),
tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan Soekarno
yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato
Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah
persemakmuran yang di antara anggotanya adalah Kerajaan Belanda dan Hindia
Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.[7]
Lalu
dimulailah aksi sekutu dalam melancarkan misinya untuk mengembalikan Indonesia
dari tangan Jepang kepada Belanda. Menjelang akhir perang
Dunia, tahun 1945,
sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh tentara sekutu. Satuan tentara Australia
telah mendaratkan pasukannya di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan
telah diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah. Sementara Pulau Morotai
dan Irian Barat
bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara Australia
dan Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas
MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South West
Pacific Area Command/SWPAC).
Setelah perang
usai, tentara Australia
bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika
Serikat menguasai Filipina dan tentara Inggris
dalam bentuk komando SEAC (South
East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka,
Malaya,
Sumatra,
Jawa dan Indocina. SEAC
dengan panglima Lord Mountbatten sebagai
Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala tentera Jepang dan
mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered
Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI).[8]
Dari hal
tersebutlah yang menciptakan perang berkecamuk antara Jepang yang berusaha
mempertahankan kekuasaanya pada Indonesia, pihak Belanda yang ingin kembali
menguasai Indonesia dengan bantuan Sekutu, dan pihak Indonesia yang ingin
seutuhnya merdeka tanpa ganggu gugat yang di prakarsai oleh proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2.4 Tujuan dari Perang Kemerdekaan
Indonesia
Peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan yang terjadi pada 17 Agustus 1945, menjadi suatu
cita-cita besar bangsa Indonesia yang terwujud. Selama berabad-abad berada di
bawah kekuasaan penjajah baik Belanda maupun Jepang, menjadikan suatu
kemerdekaan adalah tahapan puncak perjuangan bangsa Indonesia. Dan akhirnya hal
tersebut benar-benar nyata digenggaman bangsa Indonesia.
Tanpa
disangka, meski Indonesia telah menyatakan kemerdekaanya, namun ancaman besar
begitu saja menghampiri ditengah euforia Revolusi
Indonesia. Hal tersebut dikarenakan menjelang akhir Perang Dunia Jepang
terkalahkan dan sesuai dengan perjanjian bahwa negara jajahan yang dikuasai
Jepang harus dikembalikan kepada pihak kolonial yang telah menjajah asalkan
mampu mengalahkan pasukan Jepang. Dari titik inilah suatu kekhawatiran melanda
bangsa Indonesia, posisi kemerdekaan terancam untuk diambil alih oleh Belanda.
Lebih-lebih dalam percobaan penguasaan ini Belanda lebih keras untuk menaklukan
Indonesia secara keseluruhan.
Berkaca
pada hal tersebut, maka dimulailah perang kemerdekaan Indonesia. Dalam membahas
tujuan dari dari perang kemerdekaan ini, tentunya mengupayakan penetapan
kemerdekaan yang sebenarnya dan seutuhnya untuk bangsa Indonesia. Sehingga
tidak ada namanya penjajan diatas bumi Indonesia, dan Indonesia hanyalah untuk
bangsa Indonesia.
2.5 Tahapan dan Prosesi Perang
Kemerdekaan Indonesia
Revolusi
yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral
dalam sejarah Indonesia, melainkan merupakan unsur yang kuat dalam persepsi
bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk
mencari identitas-identitas baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan
asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan
hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II. Untuk yang pertama kalinya di
dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan
yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba. Tidaklah
mengherankan apabila hasilnya bukanlah munculnya suatu bangsa baru yang serasi
namun suatu pertarungan sengit diantara individu-individu dan kekuatan-kekuatan
sosial yang bertentangan.
Penyelidikan-penyelidikan
akademis tentang revolusi berusaha untuk mendapat semacam tatanan mengenai masa
yang pada dasarnya kacau balau. Mengenai orang-orang Indonesia yang mendukung
revolusi, maka ditarik perbedaan-perbedaan anatara kekuatan-kekuatan perjuangan
bersenjata dan kekuatan-kekuatan diplomasi, anatara mereka yang mendukung
revolusi sosial dan mereka yang menentangnya, antara generasi muda dan generasi
tua, antara golongan kiri dan golongan kanan, anatara kekuatan Islam dan
kekuatan “Sekuler”, dan sebagainya.
Baik
pihak Belanda maupun pihak revolusioner Indonesia menganggap Revolusi Indonesia
sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa lampau. Bagi Belanda,
tujuanya menghancurkan orang yang bekerjasama dengan jepang dan memulihkan
rezim kolonial. Bagi pemimpin revolusi Indonesia tujuanya adalah melengkapi dan
menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional. Sebenarnya inilah
saat ketiga kalinya pihak Belanda bermaksud menaklukan Indonesia, mereka saat
itu akan mencoba untuk yang ketiga kalinya, dan masalah yang mereka hadapi
ialah menaklukkan seluruh nusantara sekaligus. Bagi rakyat Indonesia, mereka
mengalami suatu keadaan yang belum pernah dialami sebelumnya sejak abad ke XVI
yaitu hampir menguasai seluruh nusantara. Tetapi persatuan nasional yang bulat
masih tetap jauh, dikarenakan berbagai sistem yang belum tepat dan keadaan
konflik internal yang belum terselesaikan menjadikan Belanda hampir berhasil.
Namun keberhasilan tersebut tidak berlangsung karena perlawanan bangsa
Indonesia serta dukungan dari bangsa-bangsa lain.
Pemerintah
pusat Republik segera dibentuk di Jakarta pada akhir Agustus 1945. Pemerintah
ini menyetujui konstitusi yang telah dirancang oleh panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia sebelum menyerahnya jepang, Soekarno diangkat menjadi
Presiden dan Hatta sebagai wakil dan ditunjuklah KNIP untuk membantu tugas
mereka dan komite nasional serupa yang ditempatkan di Propinsi dan karesidenan.
Suatu struktur pemerintah juga ditetapkan dengan mudah. Orang-orang Indonesia
yang menjabat sebagai penasehat pemerintah (Sanyo)
dan wakil residen diangkat sebagai pejabat Republik, sehingga Jepang dapat
menyerahkan pemerintahan secara damai dan hati-hati kepada mereka tanpa
melakukan pelanggaran yang begitu mencolok terhadap syarat-syarat penyerahan
jepang kepada pihak sekutu. Jawa Hokokai menjadi partai negara dan dinamai
Partai Nasional Indonesia diteruskan sebagai partai, namun Syahrir tidak setuju
apabila ada sesuatu organisasi bentukan jepang, sehingga akhirnya ditangguhkan.
Sementara
persiapan-persiapan pemerintah tampak akan berjalan lancar di Jawa, terjadilah
perpecahan di kalangan kekuatan-kekuatan militer Republik. Para pasukan-pasukan
bentukan Jepang segera diambil alih oleh pemimpin Republik yang cakap.
Saat
tersiarnya berita tentang proklamasi kemerdekaan, banyak rakyat Indonesia yang
tinggal jauh dari Jakarta tidak mempercayainya. Pada tanggal 22 Agustus, pihak
Jepang akhirnya mengumumkan menyerahnya mereka, tetapi baru pada bulan
september 1945 proklamasi diketahui di wilayah-wilayah yang lebih terpencil.
Sesaat sesudah hal itu diketahui, timbullah segera masalah kesetiaan.
Bagi
rakyat Indonesia, ada rasa kebebasan yang mendorong kebanyakan dari mereka
untuk menganggap dirinya sebagai pro Republik, tetapi tanpa pengetahuan yang
jelas tentang konsekuensi sikap ini. Sepeninggalnya bangsa asing mengakibatkan suatu
kebingungan kepada para pegawai birokrasi Republik sehingga tidak tahu apa yang
harus dilakukan.
Euforia
Revolusi segera mulai melanda negeri ini, dan khususnya kaum muda Indonesia
merespons kegairahan dan tangan kemerdekaan. Terlihat adanya semangat revolusi
di dalam kesastraan dan kesenian, selain dalam politik. Banyak pemuda bergabung
dengan badan-badan perjuangan.
Segera
meletus tindakan kekerasan antara Revolusi dengan pihak-pihak yang dianggap
sebagai musuhnya. Setelah Jepang menyerah, banyak orang Belanda yang menjadi
tawanan pergi begitu saja meninggalkan kamp-kamp dan mereka pulang ke rumah.
Pada bulan September telah terjadi berbagai keributan di jalan-jalan Surabaya
antara pemuda Indonesia dengan orang Eropa, dan ketegangan memuncak di daerah-daerah
lain.
Dengan
mulai tibanya pihak sekutu guna menerima penyerahan Jepang, maka muncullah
tantangan-tantangan serius yang pertama terhadap Revolusi. Kemajuan yang
dicapai Amerika melalui Samudra Pasifik telah membuat daerah-daerah kantong
Sekutu di Kalimantan, Morotai, dan berbagai wilayah di Irian Jaya. Para pejabat
Belanda sudah kembali ke daerah-daerah tersebut. Pada akhir Juni 1945
satuan-satuan komando kecil telah diterjunkan ke Sumantera Utara. Pada awal
1945 pihak sekutu telah memusatkan pasukan-pasukan Amerika akan memusatkan
perhatian di pulau-pulau Jepang, dengan demikian pada saat terakhir
tanggungjawab atas Indonesia di pindahkan kepada komando Asia Tenggara Inggris
di bawah kepemimpinan Lord Louis Mountbatten.
Di
wilayah yang dikuasai angkatan laut Jepang, Revolusi terhenti pada awalnya
ketika pihak sekutu segera masuk. Pihak Australia menerima penyerahan Jepang
disana (kecuali Bali dan Lombok) dan bersama mereka datanglah pasukan-pasukan
dan pejabat-pejabat Belanda, antara Pertengahan September samapai Pertengahan
Oktober Australia telah menduduki kota-kota Besar di Indonesia Timur. Sementara
itu, pasukan-pasukan Inggris, yang sebagian besar terdiri atas orang India,
bergerak memasuki Jawa dan Sumatera. Dengan mulai munculnya pasukan-pasukan
sekutu, maka semakin meningkatlah ketegangan-ketegangan di Jawa dan Sumatera.
Pada
bulan Oktober 1945, pihak Jepang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan di
kota-kota besar dan kecil di Jawa yang baru saja ia setujui diambil alih bangsa
Indonesia. Ini menyebabkan dimulainya tahapan-tahapan pertama dari peperangan.
Terjadi keributan dan pembantaian yang menimbulkan banyak korban akibat
perebutan wilayah oleh jepang dan mendapatkan perlawanan dari Indonesia dan
sekutu, pada tanggal 2 November, Soekarno memerintahkan gencatan senjata atas
permintaan pihak Inggris, tetapi pada akhir bulan November, pertempuran telah
berkobar lagi dan pihak Inggris mundur ke pesisir.
Surabaya
menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama Revolusi, sehingga menjadi lambang
perlawanan nasional. Di kota yang sedang bergolak inilah kira-kira 6.000
pasukan Inggris yang terdiri atas serdadu-serdadu India tiba pada tanggal 25
Oktober untuk mengungsikan tawanan. Dalam waktu tiga hari, pertempuranpun
berkobar. Pihak Republik kehilangan banyak tenaga manusia dan senjata dalam
pertempuran surabaya, tetapi perlawanan mereka yang bersifat pengorbanan
tersebut telah menciptakan lambang dan pekik persatuan demi Revolusi. Hal itu
juga meyakinkan Inggris bahwa akanlah bijaksana apabila mereka bersikap netral
dalam Revolusi.
Pimpinan
pusat di Jakarta hanya mempunyai sedikit hubungan, pengaruh atau simpati dengan
dengan tindak kekerasan yang kini tersebar luas. Kehadiran pihak sekutu yang
lebih awal dan lebih kuat di jakarta mengakibatkan di sana hanya terjadi
sedikit kekerasan Revolusioner, dan pimpinan pusat terikat pada suatu revolusi
yang tertib yang akan memperoleh pengakuan dan dukungan diplomatik akan tetapi
sosok Soekarno yang tampak di butuhkan Indonesia merupakan beban yang menyulitkan
untuk mendapat dukungan Internasional dan beberapa perilaku lainya Soekarno,
Inggris memutuskan untuk mendorong kaum Revolusioner untuk tidak mempercayai
dirinya. Dengan demikian, muncullah Sutan Syahrir dalam gerakan di kalangan
elite Jakarta, sebagian karena dia tidak pernah bekerjasama dengan pihak
Jepang, sehinga lebih diterima oleh pihak sekutu selain itu dia juga mempunyai
pengaruh istimewa dikalangan pemuda Republik. Pada tanggal 16 Oktober 1945,
Sjahrir dan Amir Syarifudin merencanakan suatu pengambilalihan kekuasaan di
dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Masa kekuasaan presiden yang
istimewa berakhir berakhir. KNIP diberi kekuasaan legislatif, yang akan
diselenggarakan oleh sebuah badan pekerja KNIP yang dipilih Sjahrir dan Amir.
Partai-partai politik saat itu dibentuk, sehingga mulailah proses yang
melembagakan konflik-konflik di kalangan bangsa Indonesia.
Pada
bulan November dan desember1945, Revolusi di wilayah pedesaan memasuki suatu
tahapan yang lazim dikenal sebagai ‘Revolusi Sosial’. Akan tetapi, istilah ini
agak menyesatkan jika diangap sebagai istilah untuk pertentangan kelas.
Kedatangan
pasukan-pasukan pertama sekutu hanya meningkatkan ketegangan di Sumatera dan
Jawa, dan mendorong orang-orang yang mendukung Republik dengan sepenuh hati
untuk melawan orang-orang yang kesetiaanya diragukan. Ketegangan sosial di
wilayah pesisir utara Jawa mencapai puncaknya pada bulan Desember 1945. Di tiga
kabupaten, yaitu Brebes, Pemalang, dan Tegal yang ketiganya merupakan bagian
dari karesidenan Pekalongan terjadi apa yang dikenal dengan ‘peristiwa tiga
daerah’. Di sana, protes sosial kaum tani dan keinginan untuk membalas
ketertindasan yang dialami selam masa Jepang telah mengompori tindakan
kekerasan yang luas.
Di
kerajaan Yogyakarta terjadi perubahan sosila untuk selamanya, kali ini dari
atas ke bawah. Pada awal tahun 1946, sudah muncul di Yogyakarta beberapa
undang-undang yang memperbanyak jumlah orang yang berhak memilih dewan-dewan
dan kepala-kepala desa dan yang menghapus pajak kepala. Pemerintah desa di
Yogyakarta waktu itu mungkin merupakan yang paling maju di Indonesia.
Pada
bulan January 1946, pendudukan kembali Belanda atas Jakarta telah berjalan
begitu jauh sehingga diputuskan untuk memeindahkan ibu kota Republik ke Yogyakarta,
yang tetap menjadi ibu kota merdeka selama revolusi. Di Sumatera terjadi
“revolusi-revolusi sosial” yang keras yang menentang elite-elite bangsawan. Di
Aceh terjadi permusuhan sengit antara para pemimpin agama (ulama) dan para
bangsawan birokrat (uleebalang)
mengakibatkan timbulnya suatu perubahan yang permanen di tingkat elite. Di
Sumatera timur, kelompok-kelompok bersenjata yang sebagian besar terdiri atas
orang-orang Batak dan dipimpin oleh kaum kiri, menyerang raja-raja Batak
Simalungun dan Batak karo pada bulan maret 1946, seperti yang terjadi pada
tahun 1942.
Sementara
itu perpecahan di kalangan elite revolusi di Jawa menjadi semakin tegang ketika
partai-partai politik terbentuk. Walaupun beberapa partai politik mewakili
aliran-aliran ideologi, banyak partai politik hanya merupakan pengikut-pengikut
pribadi pemimpin-pemimpin tertentu. Suatu kelompok informal terbentuk di
sekeliling Tan Malaka, mantan pemimpin PKI yang kembali dari pembuangan secara
diam-diam tahun 1942. Pada bulan-bulan pertama tahun 1946, partai-partai
politik yang penting di masa Revolusi telah dapat diidentifikasi Partai Komunis
(PKI) terbentuk kembali pada bulan oktober 1945. Setelah mengalami banyak
pertikaian internal dan suatu bentrokan dengan satuan-satuan tentara Republik pada
bulan February 1946, maka pada April 1946 PKI telah dikuasai oleh para pemimpin
generasi tua yang yang berorientasi internasional ortodoks, yang kebanyakan
adalah mantan aktivis dari tahun 1920-an yang kini bebas dari tahanan. Pada
bulan November 1945 para pengikut Amir Syarifudin dalam gerakan pemuda bawah
tanah dahulu membentuk Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia); sebgai menteri
pertahanan, Amir juga membentuk Polisi Militer sebagai kekuatan yang setia
padanya. Partai politik Islam yang paling penting adalah Masyumi. Di dalamnya,
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, masing-masing sebagai organisasi menjadi
anggota. Partai Nasional Indonesia (PNI) bangkit lagi pada bulan January 1946.
Tentara
juga muncul sebagai suatu kekuatan politik, tetapi tercerai-berai. Dapat
ditarik suatu perbedaan umum antara dua kelompok. Kelompok pertama adalah
mereka dari kalangan mantan prajurit Peta dan Heiho serta laskar-laskar non
reguler yang tidak pernah mendapat latihan militer di masa pra-Jepang yang
diilhami semangat revolusi dan terutama terlatih untuk perang gerilya. Kelompok
lainya adalah para mantan serdadu tentara kolonial Belanda.
Pada
bulan-bulan pertama tahun 1946, tekanan-tekanan terhadap pihak Republik maupun
pihak Belanda mulai meningkat. Pada bulan Desember 1945-Januari 1946, Belanda
menggantikan Australia di Indonesia Timur. Pada awal tahun 1946, Belanda juga
menduduki Bangka, Belitung , dan Riau. Inggris menyerahkan Bandung ke Belanda bulan
April, dan tanggal 13 Juli 1946 komando Asia Tenggara secara resmi menyerahkan
seluruh Indonesia, kecuali Jawa dan Sumatera, kepada penguasa Belanda. Dengan
penguasaan Belanda, Inggris mendesak Belanda supaya Belanda mencapai
kesepakatan dengan pihak Republik. Masalah Indonesia juga muncul di PBB untuk
yang pertama pada bulan January 1946. Ini merupakan awal keterlibatan PBB yang
pada akhirnya menjadi penting.
Sementara
itu tekanan dalam negeri terhadap Sjahrir semakin meningkat. Lawan-lawan
pemerintahanya menyatakan bahwa kesediaanya Sjahrir untuk berunding dengan
Belanda akan meruntuhkan Republik. Pada bulan January 1946, Persatuan
Perjuangan dibentuk dibawah pengaruh Tan Malaka. Para pemimpin muda, kaum
radikal seperti Yamin, dan sebagian besar tentara yang tidak reguler mendukung
tuntutan persatuan perjuangan berupa ‘kemerdekaan 100 persen’ sebagai dasar
Republik di dalam perundingan. Sjahrir dan para pengikutnya benar-benar
terancam oleh koalisi ini.
Dengan
memuncaknya tekanan, maka Soekarno menampilkan dirinya, sebagai satu-satunya
orang Jawa diantara pemimpin-pemimpin utama Republik menjadi sangat penting
sebagai penengah konflik yang dapat memberikan legitimasi kepada semua pihak
atas nama Revolusi. Pada bulan Maret 1946, Sjahrir dan Amir menarik para
pengikutnya, khususnya satuan-satuan bersenjata Pesindo, dari persatuan
perjuangan. Dalam konferensi organisasi di Malang pada bulan tersebut,
satuan-satuan Pesindo dan Polisi Militer menawan para pemimpinya. Tan Malaka
ditahan selama lebih dari dua tahun sambil menunggu diadili. Tetapi serangan
pihak oposisi terhadap pemerintah belum berakhir. Karena ibu kota Republik
terletak di Yogyakarta, maka tidak mustahil bahwa kota istana yang menjadi
sainganya, Surakarta merupakan pusat oposisi.
Di
Surakarta, penguasa yang lemah, Pakubuwana XII dan Mangkunegara VIII, hanya
menunjukkan sedikit kepandaian seperti yang dimiliki Hamengkubuwana IX dan
Pakualaman VIII di Yogyakarta. Apalagi mereka tidak dapat bekerja sama. Mereka
tidak berhasil memanfaatkan kesempatan-kesempatan untuk memainkan peranan
positif dalam revolusi. Karena itu mereka pun tidak pernah dapat menguasai
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Akhirnya atas desakan Soedirman dan kaum
radikal, hak-hak istimewa raja Surakarta di luar tembok istana mereka secara
resmi dihapuskan oleh pemerintah tanggal 1 juni 1946, dan pemerintah Sjahrir
harus menyaksikan jatuhnya seluruh Surakarta ketangan kaum oposisi, baik
dibidang militer maupun politik.
Perundingan-perundingan
dengan pihak Belanda kini berada pada tahap yang sulit. Pada bulan Maret 1946,
Sjahrir secara rahasia telah bersepakat dengan Van Mook untuk berunding atas
dasar kedaulatan de fakto Republik
hanya atas Jawa, Madura, dan Sumatera, pengakuan terhadap kedaulatan Belanda di
wilayah-wilayah lainya, dan upaya bersama pihak Republik-Belanda untuk
membentuk negara Indonesia federal di dalam suatu uni Belanda Indonesia. Pada
tanggal 27 Juni 1946, Hatta menyampaikan sebuah pidato di Yogyakarta yang
mengungkapkan keterbatasan posisi berunding pemerintah. Kekuatan oposisi
menganggap bahwa hal ini sebagai pengkhianatan terhadap ‘kemerdekaan 100 per
sen’. Malam harinya Sjahrir dan beberapa orang lainya saat melakukan perjalanan
ke Jawa Timur, mereka ditangkap oleh satuan tentara setempat karena berhadap
dengan hal ini Soekarno, Soedirman dan ‘kemerdekaan 100 per sen’ berkuasa atas
Republik. Akan tetapi sebaliknya, Soekarno mengumumkan keadaan perang dan
meminta agar perdana menteri dibebaskan. Namun Soedirman tidak bersedia untuk
membebaskanya, pada tanggal 30 Juni Soekarno mengadakan siaran radio bahwa
penangkapan Sjahrir membahayakan bangsa. Dan akhirnya Sjahrir dibebaskan dan
dikembalikan ke Jakarta.
Selanjutnya
pemerintah menangkap beberapa lawan utamanya. Yamin berhasil lolos, tetapi
Malik dan beberapa orang lainya tertangkap. Kemudian giliran tentara lah untuk
membebaskan tawanan-tawanan tersebut. Pada tanggal 3 Juli 1946 terjadilah suatu
kericuhan akibat tentara yang membebaskan tawanan-tawanan dan mengirimkan
delegasi kepada Soekarno untuk membubarkan kabinet dan menugaskan Soedirman
meanggani keamanan. Akan tetapi para delegasi tersebut ditawan dan beberapa
orang lainya ditangkap oleh pendukung pemerintah. Kejadian ini begitu berbahaya
karena hal ini mendekatkan mereka pada perang saudara di Jawa Tengah, Tan
Malaka di salahkan akan hal ini. Dan sekali lagi Soekarnolah yang menjadi
penengah untuk mencegah terjadinya perpecahan.
Sementara
itu Belanda mendapat kemajuan dalam usaha mereka mencapai cara penyelesaian
federal. Pada Bulan Juli 1946, mereka menyelenggarakan suatu konferensi di
Malino dengan 39 wakil dari Indonesia. Akhirnya pihak Belanda mencapai
kesepakatan diplomatik pertama mereka dengan Republik pada bulan November tahun
1946. Pihak Inggris mendesak terjadinya kesepakatan dan pada bulan Oktober
perundingan-perundingan dimulai dan disepakati suatu gencatan senjata di Jawa
dan Sumatera. Pada 12 November di Linggarjati Belanda mengakui Republik sebagai
penguasa de fakto di Jawa, Madura
Sumatera, kedua phak bersepakat dalam pembentukan negara Indonesia Serikat ran
ratu Belanda menjadi pemimpin simbolis untuk Belanda-Indonesia. Persetujuan
perdamaian ini tidak berlangsung lama karena ketidak percayaan keduanya
sehingga menimbulkan pertikaian-pertikaian sengit dari konsesi yang telah di
buat.
Pihak
Belanda kini mulai menyadari bahwa federalisme tidak selalu merupakan cara
pemecahan yang mudah. Pada November 1946, kedudukan mereka di sulawesi selatan
benar-benar terancam oleh para pemuda Republik yang kembali dari Jawa. Di Bali
sekitar 1.500 pejuang pro Republik dibagi menurut garis pemisahnya seperti di
jawa, pada bulan November 1946, kelompok militer yang lebih profesional
dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai, namun sebagian besar habis ditumpas pasukan
kolonial. Pihak Belanda terus bergerak maju dengan rencana-rencana membentuk
negara federal sedapat mungkin. Sebuah negara Indonesia Timur didirikan dalam
suatu konferensi di Denpasar (Bali) pada Desember 1946, negara tersebut
dinamakan Negara Indonesia Timur (NIT) dan suatu negara terpisah di Kalimantan Barat.
Sjahrir memprotes pembentukan kedua negara yang dilakukan secara sepihak
tersebut, namun hal itu sia-sia.
Perkembangan-perkembangan
tersebut justru memperdalam kecurigaan Republik terhadap pihak Belanda dan
ketidak senangan terhadap persetujuan Linggarjati. Dalam rangka memperbesar
peluang disetujuinya perjanjian tersebut oleh KNIP, maka dirasa perlu untuk
memperbanyak jumlah angota dari 200 menjadi 514 dan membentuk koalisi bernama
sayap kiri bulan Desember 1946. Meski demikian pengesahan belum dapat
dipastikan. akan tetapi apabila Linggarjati tidak disetujui Soekarno dan Hatta
meletakkan jabatan maka KNIP menyetujuinya pada February 1947. Dan perluasan
Sayap Kiri mengakibatkan berakhirnya dominasi syahrir. Pada bulan Juni 1947,
Amir Syarifuddin dan sebagian besar anggota Sayap Kiri menarik perwakilan
Republik di PBB. Pada bulan Juli Amir menjadi perdana menteri tepat menghadapi
serangan besar-besaran Belanda yang pertama terhadap Republik.
Sekitar
bulan Mei 1947, pihak Belanda sudah memutuskan bahwa mereka harus menyerang
Republik secara langsung. Biaya pemeliharaan suatu pasukan bersenjata 100.000
serdadu di Jawa, yang sebagian besar tidak aktif merupakan pemborosan keuangan
yang serius yang tidak mungkin dipikul perekonomian Belanda yang hancur karena
perang. Apabila dipertahankan Belanda memerlukan komoditi dari Jawa dan
Sumatera.
Pada
20 Juli tengah malam, pihak Belanda melancarkan “aksi polisional” mereka yang
pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa
Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan
pasukan lebih kecil mengamankan Semarang. Dengan demikian Belanda menguasai
semua pelabuhan perairan di Jawa. Di Sumatera, perkebunan di sekitar Medan,
instalasi-instalasi minyak dan batubara di Palembang dan daerah padang
diamankan. Pasukan Republik bergerak mundur dan dalam kebingungan. Di beberapa
daerah terjadi aksi-aksi pembalasan detik terakhir, namun berakhir dengan
pembunuhan. Orang Belanda termasuk Van Mook, ingin melanjutkan menguasai
Yogyakarta dan membentuk pemerintahan Republik yang lunak. Namun pihak Inggris
dan Amerika menggiring Belanda untuk menghentikanya.
PBB
kini terlibat langsung dalam konflik tersebut, suatu keterlibatan yang akhirnya
akan menyebabkan pihak Belanda dalam posisi diplomatik yang sulit. Pada akhir
bulan Juli 1947, pihak Belanda menyadari Bahwa mereka harus menerima himbauan
PBB untuk melakukan gencatan senjata, yang kemudian diperintahkan oleh Belanda
dan Soekarno pada 4 Agustus. PBB selanjutnya mempersilahkan Sjahrir untuk
berbicara atas nama Republik, tetapi tidak bersedia menerima wakil dari daerah
yang dikuasai Belanda. Pada Oktober dibentukklah komite jasa-jasa baik PBB yang
beranggotakan Amerika, Australia, dan Belgia untuk membantu perundingan
Belanda-Republik.
Pada
Januari 1948 tercapai persetujuan baru atas kapal USS Renville milik Amerika di
pelabuhan Jakarta. Persetujuan ini mengakui gencatan senjata di sepanjang apa
yang disebut “Garis Van Mook”. Walaupun persetujuan ini tampak kemenangan besar
Belanda, namun Republik yang sangat bijaksana dengan menerima persetujuan ini
mendapat dukungan Amerika yang sangat penting. Penghinaan dari aksi
“polisional” pertama dan persetujuan Renville yang mengakibatkan jatuhnya
pemerintahan Amir Syarifuddin, dari hal ini Sjahrir mengambil kesempatan untuk
membuat partai yaitu Partai Sosialis Indonesia.
Sementara
itu pihak belanda terus bergerak maju dalam upaya mereka membentuk
negara-negara federal di wilayah-wilayah yang telah direbutnya, tetapi hanya
memperoleh sedikit keberhasilan karena dukungan yang mereka dapatkan menghilang
dengan cepat. Keadaan di dalam Republik di Jawa pada tahun 1948 sangat kacau.
Kekuasaan republik secara efektif telah terdesak kewilayah pedalaman Jawa
Tengah yang sanagt padat penduduknya dan kekurangan beras, dimana penderitaan
semakin meningkat sebagai akibat blokade Belanda dan masuknya sekitar 6 juta
pengungsin dan tentara Republik.
Golongan
kiri yang berada di luar pemerintahan Republik melalui suatu usaha yang
menimbulkan bencana untuk mendapatkan kembali kekuasaan di bawah pimpinan Amir
Syarifuddin. Pada Februari 1948, koalisi sayap kiri berganti nama menjadi Front
Demokrasi Rakyat dan mencela persetujuan Renville yang sebetulnya dirundingkan
sendiri oleh pemerintahan Amir. Front tersebut berusaha membentuk
organisasi-organisasi petani dan buruh, dan dimulai pada bulan Mei 1948
terjadilah pemogokan-pemogokan dan kericuhan pada masyarakat Jawa.
Sementara
itu, telah terjadi suatu gerakan militer yang genting. Sesuai dengan
persetujuan Renville maka Kolonel Nasution memimpin 22.000 prajurit Siliwangi
keluar dari wilayah Jawa Barat ke wilayah Jawa Tengah yang dikuasai Republik.
Di Jawa Barat masih terdapat gerilyawan Islam militan yang dipimpin oleh
seorang Jawa penganut tasawuf bernama S.M Kartosuwirjo. Ketika Divisi Siliwangi
bergerak mundur, Kartosuwirjo merasa bahwa Jawa Barat telah ditinggalkan dan
diserahkan kepada Belanda oleh pihak Republik. Reaksinya adalah melancarkan apa
yang merupakan pemberontakan daerah yang pertama terhadap Republik Indonesia,
sambil melanjutkan perjuangan melawan Belanda di Jawa Barat.
Gerakan
Siliwangi ke Jawa Tengah menimbulkan akibat-akibat di wilayah itu sangat
penting artinya bagi pencapaian terakhir kemerdekaan. Nasution dan para
pengikutnya, yang sebagian besar orang Sunda, membentuk suatu pasukan yang
setia terhadap kepemimpinan Hatta. Segera timbul pertentangan-pertentangan
antara mereka dengan satuan-satuan setempat, yang beranggotakan orang Jawa yang
cenderung kepada kepemimpinan Soedirman atau Front Demokrasi Rakyat dibawah
Amir Syarifuddin.
Pada
tanggal 11 Agustus 1948, secara tiba-tiba Musso, pemimpin PKI pada tahun
1920-an, tiba di Yogyakarta dari Uni Soviet. Kecuali untuk suatu kunjungan
rahasia pada tahun 1935untuk membentuk organisasi PKI Bawah Tanah, Musso tidak
pernah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak tahun 1926. Amir dan sebagian
besar pemimpin lain Front Demokrasi rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur segera
mengakui kekuasaan Musso dan mengumumkan bahwa dirinya telah menjadi anggota
PKI bawah-tanah sejak tahun 1935. Saat itu PKI mendorong dilakukanya
demonstrasi-demonstrasi dan pemogokkan-pemogokkan oleh kaum buruh dan petani.
Kaum tani di Surakarta dan di daerah lainya didorong untuk mengambil alih
ladang dari tuan tanah, Masyumi mencela mencela aksi-aksi komunis tersebut. Dan
akibat lain dari maraknya ajaran Musso, membahayakan strategi utama diplomasi
Republik untuk memperoleh simpati Amerika Serikat. Semua ini menjadi tantangan
yang serius berbagai pihak, kemudian Tan Malaka dibebaskan dengan harapan
menjaugkan sayap kiri dari Musso, namun semuanya tinggal harapan.
Pada
pertengahan bulan September 1948, pertempuran terbuka antara kekuatan-kekuatan
bersenjata yang pro-PKI dan pro pemerintah meletus di Surakarta. Pada 17
September, Divisi Siliwangi berhasil memukul mundur para pendukung PKI dari
kota tersebut, mereka mundur ke Madiun dan bergabung dengan pro-PKI lainya.
Pada 18 September, para pendukung PKI tersebut merebut tempat-tempat yang
strategis di daerah Madiun, membunuh tokoh-tokoh pemerintah, dan mengumumkan
melalaui radio bahwa suatu pemerintahan Front Nasional yang baru telah
terbentuk. Musso, Amir, dan para pemimpin PKI lainya bergegas pergi ke Madiun
untuk menangani usaha kudeta yang prematur ini. Dan Soedirman terjepit dalam
posisi yang sulit. Pada tanggal 19 September, sekitar 200 orang anggota PKI dan
pemimpin-pemimpin golongan kiri lainya yang masih berada di Yogyakarta
ditangkap. Malam itu, Soekarno mengecam para pemberontak Madiun melalui radio
dan menghimbau bangsa Indonesia untuk bergabung dengan dirinya dan Hatta
daripada dengan Musso dan rencana-rencananya membentuk pemerintahan gaya
Soviet.
Pasukan-pasukan
pro-pemerintah yang dipelopori oleh Divisi Siliwangi kini bergerak menuju
Madiun, dimana terdapat sekita 5.000 sampai 10.000 tentara pro-PKI. Ketika
terdesak mundur, para pemberontak mulai membunuh para pejabat pemerintah dan
para pemimpin Masyumi dan PNI. Di desa-desa mulai terjadi pembunuhan-pembunuhan
menurut garis santri-abangan. Pada tanggal 30 September, kaum pemberontak
meninggalkan Madiun dan terus dikejar oleh pasukan-pasukan pro-pemerintah ke
wilayah-wilayah pedesaan. Peristiwa Madiun merupakan salah satu titik balik
Revolusi yang sangat penting. PKI tidak lagi merupakan ancaman bagi para
pemimpin Republik sampai tahun 1950-an, dan untuk selamanya ternoda oleh
pengkhianatanya terhadap Revolusi. Golongan kiri pada umumnya tidak dipercaya
lagi dan pemimpinya dijebloskan ke penjara atau mati. Dengan lenyapnya kelompok
Stalinis, maka kaum komunis nasional yang menganut pemikiran Tan Malaka dan
menentang pemberontakan PKI di Madiun bergabung membentuk partai Murba pada
Oktober 1948. Mereka kini merupakan kelompok kiri yang utama dikalangan kaum
revolusioner. Mungkin yang terpenting ialah bahwa keberhasilan Republik
menumpas pemberontakan kaum komunis mengubah simpati samar-samar Amerika yang
didasarkan atas sentimen-sentimen anti penjajahan menjadi dukungan diplomatik
yang didasarkan pada strategi global.
Sementara
Belanda secara sepihak melanjutkan penyelesaian federal mereka,
perundingan-perundingan antara mereka dan pihak republik terhenti sama sekali.
Sementara itu, pertempuran-pertempuran kecil terus berlangsung di belakang
Garis Van Mook dan meningkat ketika Divisi Siliwangi mulai merembes masuk kembali
ke Jawa Barat setelah peristiwa Madiun. Pada November-Desember 1948, Belanda
memutuskan untuk melancarkan serangan militer terakhir guna menghancurkan
Republik. Pada tanggal 18 Desember 1948, Belanda melancarkan “aksi polisional”
mereka yang kedua, yang menimbulkan bencana militer maupun politik bagi mereka
walaupun mereka tampak memperoleh kemenagan dengan mudah. Pada 19 Desember 1948
Yogyakarta diduduki, para pemimpin Republik membiarkan diri ditangkap dengan
harapan opini dunia akan tersinggung dengan kemenangan militer belanda mnjadi
kekalahan diplomatik. Pasukan-pasukan Republik mengundurkan diri ke pedalaman
dan melalui perang gerilya secara besar-besaran di kedua sisi Garis Van Mook.
Pihak tentara mundur dari Yogyakarta pada 19-20 Desember malam, dengan langkah
itu mereka membunuh Amir Syarifuddin dan 50 orang beraliran kiri karena
khawatir dibebaskan oleh Belanda.
Dewan
keamanan PBB merasa tersinggung sekali, sesuatu yang memang diharapkan oleh
pemerintah Republik. Opini Amerika menjadi berang, tanggal 22 Desember Amerika
menghentikan pemberian dana bantuan lebih lanjut kepada Belanda, sementara
tekanan menghentikan sama sekali bantuan ekonomi kepada belanda semakin
meningkat pada kongres Amerika. Pihak Belanda menyadari bahwa kemajuan militer
mereka hanya menimbulkan permasalahan melulu. Hanya sedikit sekali orang sipil
Indonesia yang bersedia lagi bekerjasama dengan mereka dan operasi-operasi
gerilya Indonesia berhasil mengancam banyak posisi Belanda sehingga sebenarnya
mereka dalam keadaan terkepung, Belanda juga tidak berhasil mendapat dukungan
politik Indonesia.
Belanda
menerima himbauan PBB supaya mengadakan gencatan senjata pada tanggal 31
Desember 1948 di Jawa dan tanggal 5 Januari 1949 di Sumatera, tetapi perang
gerilya terus berlangsung. Pada 22 Desember Nasution memproklamasikan suatu
pemerintahan militer untuk Jawa, ia menggantikan Soedirman karena keadaanya
kritis karena penyakit TBC-nya. Satu-satunya politisi sipil utama yang hidup
dan bebas adalah Tan Malaka, yang berada di Jawa Timur ketika belanda
melancarkan serangan. Dia menghimbau untuk melakukan perlawanan semesta tetapi
dia sendiri tidak memiliki banyak pengikut. Pada Februari 1949 saat bersama
dengan tentara yang kalah saat bentrokan dengan satuan Republik lainya, Tan
Malaka ditangkap dan dibunuh.
PBB
dan Amerika mulai bersikap lebih tegas terhadap Belanda. Tekanan ini
bersama-sama dengan tekanan militer Republik, akhirnya memaksa Belanda untuk
memutuskan upayanya yang terakhir membentuk imperium di Indonesia pada akhir
Januari 1949, dewan keamanan PBB menuntut pembebasan kabinet Republik,
pembentukan suatu pemerintahan sementara
dan penyerahan kedaulatan secara penuh sebelum 1 Januari 1950. Pada tanggal 6
Juli 1949, pemerintah Republik kembali
ke Yogyakarta, yang sudah ditinggalkan oleh pasukan-pasukan Belanda pada akhir
bulan Juni. Soedirman dan pimpinan-pimpinan tentara lainya enggan mengakui
kekuasaan sipil yang mereka anggap telah meninggalkan Republik. Akan tetapi,
pihak militer akhirnya mengakuinya ketika Soekarno mengancam akan mengundurkan
diri kalau tidak melakukanya. Suatu konferensi diselenggarakan di Jakarta daN
yogyakarta di bulan juli, dan bersepakat tentara Republik akan menjadi inti
kekuatan militer bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang baru dan bahwa
Soekarno dan Hatta akan menjadi Presiden dan Wakil negara tersebut.
Pada
tanggal 1 Agustus, diumumkanlah gencatan senjata yang akan dimulai berlaku pada
tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Sebelum gencatan
senjata dilaksanakan, sedikit-demi sedikit penyerahan kekuasaan Belanda kepada
Republik terus terjadi di berbagai daerah.
Dari
tanggal 23 Agustus sampai tanggal 2 November 1949, Konferensi Meja Bundar
diselenggarakan di Den Haag. Hatta mendominasi pihak Indonesia selama
berlangsungnya perundingan-perundingan dan semua mengaguminya. Suatu uni yang
longgar antara negeri Belanda dan RIS disepakati dengan ratu Belanda sebagai
pimpinan simbolis. Soekarno akan menjadi Presiden RIS dan Hatta sebagai perdana
menteri merangkap wakil presiden. Namun banyak orang Indonesia menganggap
rencana-rencana tersebut sebagai pembatasan-pembatasan kedaulatan yang tidak
adil. Pada tanggal 27 Desember 1949, negeri Belanda secara resmi menyerahkan
kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua kepada RIS, sebuah negara
federal yang hanya bertahan secara utuh beberapa minggu saja.
Pada
23 Januari 1950, Westerling dan sekitar 800 orang serdadunya merebut
tempat-tempat penting di bandung, tetapi komisaris tinggi Belanda dan komandan
garnisun Belanda yang masih berada di Bandung mendesaknya supaya mundur pada
hari itu juga. Hari berikutnya diketahui Westerling masih melakukan perencanaan
untuk menyerang pokok penting pemerintahan, namun hal tersebut dapat dipukul
mundur. Pada Februari Westerling meninggalkan Indonesia dengan jalan menyamar.
Ditangkapnya
beberapa pemimpin pasundan karena dicurigai terlibat dalam komplotan Westerling
mendorong parlemen negara bagian tersebut meminta, pada tanggal 27 Januari 1950
agar Pasundan dibubarkan. Sampai akhir bulan Maret, sebagian besar negara
federal yang kecil telah mengikuti contoh ini dengan membubarkan diri dan
bergabung dengan Republik. Oposisi yang terbesar terhadap gerakan persatuan
tersebut berasal dari negara-negara Sumatera Timur dan Indonesia Timur. Setelah
melalui serangan-serangan yang hebat dari Bulan Juli samapi November,
perlawanan-perlawanan tersebut tidak bertahan lagi dan ikut bergabung dengan
Republik.[9]
2.5 Hasil dari Perang Kemerdekaan
Setelah
melaksanakan perjuangan yang begitu rumit dan melelahkan, akhirnya
pada saat peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang kelima pada
tanggal 17 Agustus 1950, semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun
Revolusi secara resmi dihapuskan. Republik Indonesia Serikat, dengan Republik
Indonesia sebagai unsur didalamnya, dengan Republik Indonesia Timur serta
Indonesia Timur digantikan oleh Republik Indonesia yang baru yang memiliki
konstitusi kesatuan, dan Jakarta dipilih sebagai Ibu Kota negara baru ini.
Revolusi
politik usai sudah. Masih tetap ada banyak persoalan, tetapi tahun-tahun
Revolusi tampaknya memecahkan beberapa masalah. Cukup alasan untuk berpendapat
bahwa Indonesia tidak akan menjadi negara Federal, negara Islam, atau negara
komunis, ataupun terutama sekali suatu jajahan Belanda. Akan tetapi,
tahun-tahun yang akan datang akan menunjukkan bahwa hal-hal itu tidak sama
pastinya dengan yang terlihat pada tahun 1950. Juga, tidaklah jelas apa
implikasi dari kemerdekaan terhadap banyak masalah sosial, agama,
kemasyarakatan, kesukuan, kebudayaan, dan ekonomi yang masih tetap ada. Masih
terdapat masalah-masalah dasar yang pada masa kolonialisme, perang dan Revokusi
belum pernah dihadapi bangsa Indonesia karena tidak adanya waktu atau
kesempatan.[10]
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Perang
kemerdekaan adalah suatu wujud manifestasi konflik yang dilakukan secara fisik
maupun non fisik dengan saling bertikai, bertempur, dan menyerang dengan tujuan
untuk mendapatkan atau memperebutkan suatu kekuasaan dengan keadaan bebas dan
independen.
Keadaan
Indonesia sebelum terjadinya perang kemerdekaan adalah sedang menikmati
manisnya suasana kemerdekaan yang selama ini diimpikan oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Pemerintahan Indonesia yang awam, masih sibuk dengan mempersiapakan
kelengakapan yang diperlukan oleh suatu negara yang merdeka.
Hal yang
melatar belakangi terjadinya perang kemerdekaan adalah suasana kemerdekaan yang
terancam akibat kekalahan jepang sebelum Perang Dunia Berakhir, yang
mengharuskan negara dalam kekuasaan jepang yang dulunya dijajah harus
dikembalikan kepada pihak kolonial yang menajajah asalkan mampu mengalahkan
Jepang. Hal ini mengakibatkan Belanda berhasrat kembali menguasai Indonesia
dengan mgembawa bala bantuan dari serkutu, dari dari posisi yang terancam
inilah rakyat Indonesia melaksanakan perang demi memenangkan kemerdekaan yang
seutuhnya.
Rangkaian
peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Belanda
pada 29 Desember 1949. Meskipun demikian, gerakan revolusi itu sendiri telah
dimulai pada tahun 1908, yang saat ini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan nasional Indonesia.
Tujuan
dari dari perang kemerdekaan ini adalah mengupayakan penetapan kemerdekaan yang
sebenarnya dan seutuhnya untuk bangsa Indonesia. Sehingga tidak ada namanya
penjajan diatas bumi Indonesia, dan Indonesia hanyalah untuk bangsa
Indonesia.
Selama
sekitar empat tahun, beberapa peristiwa berdarah terjadi secara sporadis.
Selain itu terdapat pula pertikaian politik serta dua intervensi internasional.
Dalam peristiwa ini pasukan Belanda hanya mampu menguasai kota-kota besar di
pulau Jawa
dan Sumatera,
namun gagal mengambil alih kendali di desa dan daerah pinggiran. Karena
sengitnya perlawanan bersenjata serta perjuangan diplomatik, Belanda berhasil
dibuat tertekan untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah
melaksanakan perjuangan yang begitu rumit dan melelahkan, akhirnya pada saat
peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang kelima pada tanggal 17
Agustus 1950, semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun Revolusi secara
resmi dihapuskan. Republik Indonesia Serikat, dengan Republik Indonesia sebagai
unsur didalamnya, dengan Republik Indonesia Timur serta Indonesia Timur
digantikan oleh Republik Indonesia yang baru yang memiliki konstitusi kesatuan,
dan Jakarta dipilih sebagai Ibu Kota negara baru ini.
3.2 Saran
Dengan
segala perjuangan yang begitu panjang dan dan menderitakan, setidaknya hal ini
menjadi suatu cerminan kehidupan bagaimana upaya bersama akan menghasilkan
suatu kebahagiaan yang begitu besar. Apabila selalu berpikir untuk segala
sesuatu yang sempurna, tidaklah semudah dengan apa yang dibanyangkan.
Kemerdekaan
yang bermakna kebebasan bangsa Indonesia dari penjajah, bukan semestinya di
asumsikan sebagai bebas yang sebebas-bebasnya. Hal tersebut terwujud dalam
sikap yang ingin mendirikan suatu negara sendiri tanpa menghiraukan sisi
sejarah sebelumnya.
Namun
pada akhirnya, kebenaranlah yang menunjukkan jati dirinya, dengan berbagai
perbedaan dan keberagaman Indonesia. Hal ini bukanlah alasan untuk membedakanya
secara keras sehingga melahirkan perpecahan. Seharusnya keberagaman dijadikan
suatu kelengkapan suatu sistem struktur yang saling mendukung dan saling
menyempurnakan demi semua tujuan yang diharapkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Ricklefs, M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta:
Gajahmada University Press.
Poesponegoro, Marwati Djoened.,
Notosusanto, Nugroho. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang. [20 February
2015].
http://http://id.wikipedia.org/wiki/Kemerdekaan. [20 February 2015].
0 komentar:
Posting Komentar