BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Busana
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia atau kebutuhan primer manusia yang
harus dipenuhi. Karena, dari busanalah manusia dalam menutupi berbagai hal yang
sepantasnya untuk tidak diperlihatkan dan selain itu juga memiliki fungsi
melidungi tubuh manusia dari berbagai gangguan.
Dalam
bahasa Jawa, ada suatu pepatah yaitu “Ajine
rogo songko busono” yang dapat diartikan bahwa “berharganya badan/tubuh
adalah dari busana”. Secara lugas dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya
busana itu bagi kehidupan manusia, terutama dalam era sekarang ini untuk
kepentingan kehidupan sosial manusia.
Sedangkan
akademisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang berpendidikan
tinggi atau anggota akademi[1].
Sehingga dapat dikatakan bahwa akademisi adalah orang yang memiliki atau
menyandang pendidikan tinggi dan memiliki kemampuan tinggi pada bidangnya
dengan basis keilmiahan ilmu.
Apabila
dikaitkan antara akademisi dan berbusana, merupakan hal yang seharusnya tidak
terabaikan. Karena demi menunjang peranya sebagai akdemisi, tampilan luar
khususnya dalam berbusana memang bukanlah hal yang sepele, melainkan memerlukan
perhatian yang khusus demi menunjangnya performansi sebagai akademisi yang
lebih-lebih pendidik adalah sebagai contoh peserta didik yang dijadikan panutan
bagi peserta didik.
Hal
ini menjadi suatu permasalahan yang begitu menarik untuk menjadi suatu kajian
mendalam. Karena dengan hal ini, sebagai seorang akademisi akan lebih memahami
bagiama seorang akademisi mampu menempatkan diri dan mampu memahami dirinya
semestinya dengan embel-embel “seorang akademisi”. Oleh karena itu, perlu
adanya suatu kajian mendalam mengenai hal ini, supaya dapat dipahami dan
diterapan bagi penulis sendiri maupun bagi mesyarakat umum yang bersangkutan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1) Apa
yang dimaksud dengan kepantasan dalam berbusana (etika dalam berbusana)?
2) Apa
yang melatar belakangi perlunya suatu ukuran kepantasan dalam berbusana bagi
akademisi?
3) Bagaimana
kepantasan berbusana seorang akademisi?
4) Apa
saja aspek-aspek yang mempengaruhi kepantasan berbusana?
5) Bagaimana
penerapan ukuran kepantasan berbusana bagi akademisi dilakukan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Mengetahui
dan memahami hakikat kepantasan dalam berbusana;
2) Mengetahui
dan memahami latar belakang perlunya suatu ukuran kepantasan dalam berbusana
bagi akademisi;
3) Mengetahui
dan memahami kepantasan dalam berbusana bagi seorang akademisi;
4) Mengetahui
dan memahami aspek-aspek yang mempengaruhi kepantasan berbusana;
5) Mengetahui
dan memahami penerapan ukuran penerapan ukuran kepantasan berbusana bagi
akademisi dilakukan.
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Dapat
memahami lebih jauh mengenai hakikat kepantasan dalam berbusana;
2) Dapat
memahami lebih jauh akan hal yang melatarbelakangi perlunya suatu ukuran
kepantasan dalam berbusana bagi akademisi;
3) Memahami
lebih jauh mengenai kepantasan dalam berbusana bagi seorang akademisi serta
penerapanya.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Kepantasan dalam
Berbusana
Kepantasan
atau yang biasa disebut dengan kepatutan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
diartikan sebagai baik, layak, pantas, senonoh; sesuai dengan benar, sepadan,
seimban; masuk akal, wajar; sudah seharusnya (sepantasnya, selayaknya)[2].
Dari
uraian tersebut, dapat jelaskan bahwa sesuatu yang dikatakan pantas atau patut
adalah sesuatu yang baik dalam penilaian baik-buruknya, atau pun layak. Serta
dapat dikatakan pantas adalah apabila hal tersebut mamang sudah seharaunya
begitu adanya. Sehingga, sesuatu dapat dikatakan pantas apabila sudah lolos uji
pandangan nilai etika manusia mengenai baik-buruknya serta memang yang
seharusnya terlaksana.
Sedangkan
berbusana sendiri, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan kata
dasarnya yaitu busana yang adalah kata benda dengan artian pakaian atau baju[3].
Kata ”busana” diambil dari bahasa Sansekerta ”bhusana”. Namun dalam
bahasa Indonesia terjadi penggeseran arti ”busana” menjadi ”padanan pakaian”.
Meskipun demikian pengertian busana dan pakaian merupakan dua hal yang berbeda.
Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut sampai
ke ujung kaki. Busana ini mencakup busana pokok, pelengkap (milineris dan aksesories) dan tata riasnya. Sedangkan
pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana pokok. Jadi
pakaian merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian
tubuh.
Busana yang dipakai dapat mencerminkan kepribadian dan status sosial
sipemakai. Selain itu busana yang dipakai juga dapat menyampaikan pesan atau
image kepada orang yang melihat. Untuk itu dalam berbusana banyak hal yang
perlu diperhatikan dan pertimbangkan sehingga diperoleh busana yang serasi,
indah dan menarik.
Ilmu tata busana adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara
memilih, mengatur dan memperbaiki, dalam hal ini adalah busana sehingga
diperoleh busana yang lebih serasi dan indah. Diharapkan pengetahuan ini dapat
membantu kita atau semua pihak yang terlibat pada bidang busana
untuk lebih memahami ilmu busana secara umum. Secara garis besar busana
meliputi :
1) Busana mutlak
yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju, rok, kebaya,
blus, bebe dan lain-lain, termasuk pakaian dalam seperti singlet, bra, celana
dalam dan lain sebagainya.
2) Milineris
yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana mutlak, serta
mempunyai nilai guna disamping juga untuk keindahan seperti sepatu, tas, topi,
kaus kaki, kaca mata, selendang, scraf, shawl, jam tangan dan lain-lain.
3) Aksesoris
yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk menambah keindahan
sipemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross dan lain sebagainya.
a.
Tujuan Berbusana
yaitu
memberi ciri bagi sipemakai
1) Busana merupakan cermin bagi sipemakai
Artinya kita dapat mengatakan sipemakai dari
daerah mana, dari negara mana.
2) Busana yang sedang dipakai memberi ciri untuk
kesempatan apa dan waktunya pagi, siang, sore dan malam
3) Busana dapat memberi kesan anggun, luwes, sportif, lebih gemuk dan
lebih cerah.
Dengan
tidak kita sadari orang berlomba berbusana sebaik-baiknya untuk menampilkan
kesan yang diinginkan sesuai dengan jasmani, rohani, kesempatan dan waktu.
b.
Fungsi dari Busana
1) Memenuhi kebutuhan kesusilaan dan kebudayaan suatu bangsa yang
berkebudayaan dan menunjang tinggi kesusilaan, pasti menempatkan
busana sebagai kebutuhan.
2) Memenuhi kebutuhan kesehatan Busana gunanya untuk melindungi badan dari
udara dingin, panas, angin (artinya sesuai dengan iklim.
3) Memenuhi kebutuhan keindahan Artinya busana dapat membuat diri
seseorang kelihatan indah, dapat menutupi bagian-bagian badan yang kurang
ideal.
c.
Macam-Macam Busana
1) Busana sekolah
Yaitu busana
yang dipakai untuk aktivitas sekolah atau bersekolah.
2) Busana kerja
Busana yang dipakai bekerja sesuai dengan aturan
suatu profesi pekerjaanya.
3) Busana rekreasi
Busana yang dipakai untuk berekreasi.
4) Busana Pesta
5) Busana daerah
Busana yang berasal dari seluruh provinsi yang ada
di Indonesia.
6) Busana adat
Busana yang digunakan untuk upacara adat
7) Busana berkabung.[4]
Dari uraian diatas
mengenai kepantasan dan berbusana, dapat diambil garis besar yang dihubungkan
keduanya menjadi suatu kepantasan dalam berbusana. Yaitu bahwa kepantasan dalam
berbusana adalah suatu nilaia benar atau kelayakan orang atau individu dalam
mengenakan busana. Hal ini tentunya disesuaikan dengan waktu kapan busana itu
dikenakan dan dalam situasi yang bagaimana, ataupun yang utama dalam hal ini
yang menjadi sorotan adalah dalam hal bidang keahlian yang dimiliki ataupun
profesi yang digeluti.
Sebenarnya apabila membahas mengenai kepantasan
berbusana adalah suatu hal yang memiliki unsur subjektivitas dari masing-masing
sudut pandang. Dalam fakta yang terjadi, suatu kepantasan atau kepatutan suatu
aturan yang dalam hal ini adalah busana, dalam pelaksanaanya diatur oleh kode
etik profesi yang digeluti ataupun aturan-aturan yang dibuat oleh masing-masing
disiplin ataupun instansi yang dinaungi, tentunya hal demikian dilandasi oleh
norma dan nilai yang telah ada dan berkembang dalam masyarakt.
2.2 Latar
Belakang Perlunya Suatu Ukuran Kepantasan dalam Berbusana bagi Akademisi
Setelah
diuraikan mengenai suatu kepantasan berbuasana, sesuai dengan pokok
prermasalahan yang dibahas, kepantasan berbusana tersebut diterapkan dalam
sosok individu akademisi. Akademisi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai orang yang berpendidikan tinggi atau anggota akademi.
Dapat dikatakan bahwa akademisi
adalah orang berkecimpung dan membidangi di arena dan dunia akademik ilmiah,
yang biasanya bermarkas pada kampus-kampus atau universitas. Akademisi biasa juga
disebut intelektual. Artinya seorang akademisi dituntut selalu menjunjung
tinggi nilai-nilai kecerdasan intelektual yang dibangun melalui konstruk
pemikiran ilmiah[5].
Bertengok kembali pada uraian
sebelumnya, yaitu mengenai macam-macam busana, yang salah satunya terdapat
busana kerja. Hal tersebut menggambarkan bahwa setiap aktivitas kehidupan
manusia telah terklasifikasi jenis busana yang dikenakan. Hal demikian didasari
pada peradaban manusia yang semaikn tinggi, membuat manusia memikirkan suatu
hal secara mendalam dan lebih rinci demi kepentingan manusia tentunya.
Hal tersebut dapat dikatakan sebagai
latar belakang secara umum bahwa dalam profesi atau orang yang bergelum sebagai
akademisi perlu untuk mengukur kepantasan busana yang dikenakannya.
Secara khusus, hal yang melatar
belakangi perlunya ukuran kepantasan berbusana bagi akademisi dapat dianalisis
sebagai berikut:
1) Sesuai
definisi akademisi seperti diatas, bahwa akademisi adalah orang yang
berintektual tinggi dan menjadi panutan bagi pihak yang bersangkutan. Dengan
demikian dapat dikatakan sudah seharusnya orang menjadi panutan memiliki etikat
atau tingkah laku yang baik dan selayaknya sebagai seorang akademisi;
2) Sebagai
pihak yang menghasilkan suatu karya-karya ilmiah atau keilmuan, disamping karya
yang seharunya menjadi tolak ukur kualitas akademisi, penampilan atau
kenampakkanya juga menjadi suatu penunjang. Dikatakan demikian karena dengan
tampilan konkrit mendukung tingkat penghargaan dan kepercayaan khalayak publik
terhadap individu akademisi itu sendiri.
3) Sebagai
citra positif dalam pandangan masyarakat apabila akademisi mengenakan atau
berbusana dengan pantas. Mengingat akademisi adalah insan pelayan masyarakat,
yang seharusnya dapat memiliki pandangan dan paradigma yang baik dalam masyarakat.
4) Disamping
berbagai alasan tersebut, ukuran kepantasan berbuasana bagi akademisi
dilaksnakan juga sebagai wujud kepatuhan dan aktualisasi dari kode etik seorang
akademisi atau Civitas Akademika.
5) Dll.
2.3 Aspek-Aspek yang Mempengaruhi
Kepantasan Berbusana
Dalam hal
kepantasan berbusana, ada beberapa aspek yang mempengaruhi. Hal tersebut antara
lain:
1) Gaya Berbusana Selebriti
Gaya berbusana setiap
orang diekspresikan berbeda dari satu orang ke orang lainnya.Yang paling mudah
adalah gaya berpakaian selebriti. Terkadang selebriti merupakan panutan dalam
hal berbusana banyak kalangan masyarakat. Segala macam media akan
menggunakan gaya berpakaian selebriti dalam menunjukan contoh berpakaian.Para
selebriti pun akan makin abadi dalam ingatan banyak orang lewat gaya merka
berpakaian.Oleh karena itu tidak jarang banyak orang-orang mengikuti dan meniru
gaya berpakaian para selebriti.
2) Gaya Berbusana Aliran Musik
Jika anda perhatikan
genre-genre music memiliki cara berpakaian masing-masing. Dari rock, punk, R n
B, Pop, dan dangdut pun punya gaya berdandan yang berlainan.dan tidak jarang
banyak orang yang mengikuti dan meniru cara berpakaian mereka sesuai dengan
genre musik yang mereka senangi.
3)
Gaya Berbusana
Teman-Teman
Sadar
atau tidak sadar, teman-teman kita sendiri dapat mempengaruhi cara berpakaian
kita sendiri. Teman memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap diri kita,
termasuk dalam pemilihan gaya. Karena anda selalu dekat dengan mereka
jadi,tanpa sadar anda akan belajar dari mereka dan mengambil sedikit gaya
mereka.[6]
2.4
Kepantasan dalam Berbusana Bagi Seorang Akademisi
Mengenai atauran kepantasan berbuasana bagi seorang
akademisi, sulit ditemukan yang menguraikan secara resmi mengatakan bahawa
seorang akademisi dalam menjalankan aktivitasnya harus mengenakan busana
seperti aturan.
selama ini aturan kepantasan dalam berbusana merupakan suatu implementasi dan aktualisasi dari kode etik bagi seorang akademisi. Sebagian besar, kode etik merupakan bagaimana seharusnya seseorang dalam lingkup tersebut mempu memposisikan dan sesaui dengan aturanya.
selama ini aturan kepantasan dalam berbusana merupakan suatu implementasi dan aktualisasi dari kode etik bagi seorang akademisi. Sebagian besar, kode etik merupakan bagaimana seharusnya seseorang dalam lingkup tersebut mempu memposisikan dan sesaui dengan aturanya.
Hal yang biasa disebut sebagai kode
etik tersebut pada dasarnya juga mengambil dari norma dan nilai yang berkembang
dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yang dapat dikatakan bahwa norma yang
tumbuh dan berkembang adalah norma belahan bumi ketimuran yang mengedepankan
suatu aturan tingkah laku atau etika yang sopan dengan berbagai aturanya.
Dalam uraian yang menuju pada
kepantasan berbuasana akademisi, daat ditelusuri dari beberapa hal yang melekat
pada akademisi. Antara lain seperti ciri-ciri yang melekat pada masyarakat ilmiah itu antara lain: kritis,
obyektif, analitis, kreatif, konstruktif, bebas dari prasangka,
kesejawatan/kemitraan, khususnya di antara civitas academicanya, dialogis,
memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah,
dinamis, berorientasi ke masa depan.
Kemudian pada uraian ciri yang melekat pada akademisi tersebut isinya
merupakan suatu tata krama akademik yang sebelumnya sudah diuraikan bahwa
merupakan implementasi dari sutau nilai atau norma.
Kata “tata krama” terdiri dari kata “tata” dan “krama”. “Tata” berarti
adat, aturan, norma, peraturan, dan “krama” berarti sopan santun, bahasa yang
amat hormat, kelakuan, tindakan, perbuatan. Dengan demikian, tata krama berarti
adat sopan santun, kebiasaan sopan santun, atau tata sopan santun. Tata krama
sering pula disebut etiket, yang berbeda pengertiannya dari kata etika dan kode
etik[7].
Dari berbagi uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ukuran kepantasan
dalam berbuasana bagi akademisi adalah sesuatu yang berbau dengan aturan
tatakrama kemudian dikaitkan dengan peranya sebagai pelayan publik sebagai Civitas Akademika, harus berlaku dengan
aturan norma atau nilai yang sopan dan santun.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah cara berpakaian seorang akademisi
merupakan suatu performansi realitas yang di dalamnya diisi dengan cara dan
model berpakaian yang rapi dan santun. Selain itu tidak terpisahkan dengan
estetika kehidupan sebagai manusia, terutama dalam hal kebersian yang menambah
niali keindahan untuk sebagai pandangan mata dan kiblat panutan.
2.5 Penerapan
Ukuran Kepantasan Berbusana Bagi Akademisi
Penerapan,
merupakan suatu upaya menerapakan atau melakukan secara nyata suatu aturan atau
prosedur dan lain sebagainya sesuatu dengan atauran atau kesepakatan yang telah
dimiliki.
Dalam hal ini yaitu penerapan ukuran kepantasan berbusana bagi akademisi
yaitu merupakan suatu upaya paa akademisi untuk menerapakn atau melaksnakan
suatu tindakan nyata atau aplikasi dari aturan dan kode etik yang telah ada
bagi akademisi. Aturan yang dimaksud merupakan uraian dari hal-hal yang telah
disampaikan sebelumnya pada kode etik dan tata krama sebagai masyarakat ilmiah,
yaitu mengenakan busana yang pantas, rapi, sopan, serta juga memperhatikan
nilai estetika yang begitu penting bagi kehidupan manusia, lenbih-libih para
akademisi adalah pihak pelayan publik yang seharusnya dalam performansi
merupakan performansi yang baik dan dapat menjadi panutan.
Selama ini apabila menengok fakta yang berjalan, dalam penerapan
kepantasan berbusana pada akademisi, sedikit banyak sudah sesuai dengan norma
dan aturan yang telah ada. Lebih-lebih bagi orang-orang yang memiliki etos
kerja yang baik dan profesionalitas yang tinggi, tentunya akan sangat taat dan
patuh dalam melaksanakan penerapan kepantasan dan berbusana.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Kepantasan
dalam berbusana adalah suatu nilaia benar atau kelayakan orang atau individu
dalam mengenakan busana. Hal ini tentunya disesuaikan dengan waktu kapan busana
itu dikenakan dan dalam situasi yang bagaimana, ataupun yang utama dalam hal
ini yang menjadi sorotan adalah dalam hal bidang keahlian yang dimiliki ataupun
profesi yang digeluti.
Latar belakang secara umum bahwa
dalam profesi atau orang yang bergelum sebagai akademisi perlu untuk mengukur
kepantasan busana yang dikenakannya.
Ukuran kepantasan dalam berbuasana bagi akademisi adalah sesuatu yang
berbau dengan aturan tatakrama kemudian dikaitkan dengan peranya sebagai
pelayan publik sebagai Civitas Akademika,
harus berlaku dengan aturan norma atau nilai yang sopan dan santun.
Yang dimaksud dalam hal ini adalah cara berpakaian seorang akademisi
merupakan suatu performansi realitas yang di dalamnya diisi dengan cara dan
model berpakaian yang rapi dan santun. Selain itu tidak terpisahkan dengan
estetika kehidupan sebagai manusia, terutama dalam hal kebersian yang menambah
niali keindahan untuk sebagai pandangan mata dan kiblat panutan.
Penerapan ukuran kepantasan berbusana bagi akademisi yaitu merupakan
suatu upaya paa akademisi untuk menerapakn atau melaksnakan suatu tindakan
nyata atau aplikasi dari aturan dan kode etik yang telah ada bagi akademisi.
Aturan yang dimaksud merupakan uraian dari hal-hal yang telah disampaikan
sebelumnya pada kode etik dan tata krama sebagai masyarakat ilmiah, yaitu
mengenakan busana yang pantas, rapi, sopan, serta juga memperhatikan nilai
estetika yang begitu penting bagi kehidupan manusia, lenbih-libih para
akademisi adalah pihak pelayan publik yang seharusnya dalam performansi
merupakan performansi yang baik dan dapat menjadi panutan.
3.2 Saran
Suatu
ukuran kepantasan, merupakan suatu aturan yang baik secara tersurat amupun
tersirat adalah suadh hal yang seharusnya menjadi kepatuhan, meski hal tersebut
tidak selalu menjadi atauran yang nampak dan bisa dilihat secara konkret.
Suatu
aturan atau kesepakatan dibuat, tentunya bukanlah menjadi suatu hal yang
menjadi suatu keburukan, tidak lain adalah tentunya untuk menuju suatu hal yang
lebih baik. Oleh karena itu apabila terposisi menjadi masyarakat akademik atau
akademis, selalu upayakan berbusana sesuai dengan aturan yang pada bagian
pembahsan dibahas secara mendalam.
Tentunya
hal tersebut merupakan suatu kebaikan yang perlu dikejar dan diwujudkan demi
terwujudnya konkret nyata seorang akademisi dengan berbagai ciri dan tatakrama
yang melekat padanya.
DAFTAR PUSTAKA
Beibeth. 2012. Definisi Busana. http://beibethboutique.blogspot.co.id/2012/04/definisi-busana.html.
[25 November 2015].
Dardiri, Achmad. ..... Tata Krama Akademik dan Kode Etik Guru.
......:..... pdf. hlm. 1-2. [26 November 2015].
Dwi Jatmiko. 2014. Etika Berpakaian
dengan Baik http://sangpujanggakecil.blogspot.co.id/2014/11/etika-berpakaian-dengan-baik.html
[26 Novmber 2015].
http://kbbi.web.id/akademisi.
[25 November 2015].
http://kbbi.web.id/patut. [25 November
2015].
http://kbbi.web.id/busana.
(25 November 2015].
http://www.kompasiana.com/bambangjes/apa-beda-politisi-dan-akademisi_550e0633813311b92cbc60de.
[25 November 2015].
Kompasiana. 2015. Apa Beda Politisi
dan Akademisi?. http://www.kompasiana.com/bambangjes/apa-beda-politisi-dan-akademisi_550e0633813311b92cbc60de.
[25 November 2015].
[1] http://kbbi.web.id/akademisi. [25
November 2015].
[2] http://kbbi.web.id/patut. [25 November
2015].
[3] http://kbbi.web.id/busana. (25 November
2015].
[4] Beibeth.
2012. Definisi Busana. http://beibethboutique.blogspot.co.id/2012/04/definisi-busana.html.
[25 November 2015].
[5]
Kompasiana. 2015. Apa Beda Politisi dan Akademisi?. http://www.kompasiana.com/bambangjes/apa-beda-politisi-dan-akademisi_550e0633813311b92cbc60de.
[25 November 2015].
[6] Dwi
Jatmiko. 2014. Etika Berpakaian dengan Baik http://sangpujanggakecil.blogspot.co.id/2014/11/etika-berpakaian-dengan-baik.html
[26 Novmber 2015]
[7] Dardiri,
Achmad. ..... Tata Krama Akademik dan
Kode Etik Guru. ......:..... pdf. hlm. 1-2. [26 November 2015].
0 komentar:
Posting Komentar