BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kerjasama
merupakan suatu ungkapan yang digunakan untuk menyatakan suatu hubungan antar
dua pihak atau lebih yang memiliki suatu pandangan yang sama serta untuk
mencapai tujuan yang sama pula.
Dalam
suatu kawasan regional negara seperti kawasan Asia Tenggara, tentu perlu
membuat suatu gerakan bersama yang digunakan untuk menata strategi bersama
dalam satu kawasan serta kepentingan-kepentingan masing-masing negara sesuai
dengan tujuannya.
Sejarah
mencatat bahwa dalam perjalananya menapaki sebagi suatu negara pada negra-negar
di kawasan Asia Tenggara, negara-negara tersebut telah membentuk beberapa
kerjasama diantaranya dan memiliki suatu maksud serta tujuan yang beragam.
Diantaranya adalah SEATO, ASA, MAPHILINDO, dan ASEAN.
Dalam
perjalanan kerjasama-kerjasama tersebut, mengalami berbagai dinamika yang
beragam. Dari naik turunya keadaan kerjasama tersebut membuat pola alamiah yang
saling saut menyaut memunculkan kerjasama-kerjasama baru yang memperbaharui dan
semakin memperbaiki keadaan Asia Tenggara. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
pembahasan mendalam akan hal tersebut. Sehingga akan mendapatkan pemahaman yang
mendalam akan materi ini.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1) Apa
yang dimaksud dengan kerjasama?
2) Bagaimana
keadaan Asia Tenggara sebelum terbentuknya kerjasama?
3) Apa
yang melatar belakangi terbentuknya kerjasama pada negara-negara di Asia
Tenggara?
4) Apa
saja wujud kerjasama pada negara-negara di Asia Tenggara?
5) Bagaiman
dampak yang diperoleh dari terbentuknya kerjasama-kerjasama di negara-negara
Asia Tenggara?
1.3
Tujuan
dan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Mengetahui
dan memahami mengenai pengertian kerjasama;
2) Mengetahui
dan memahami mengenai keadaan Asia Tenggara sebelum terbentuknya kerjasama;
3) Mengetahui
dan memahami mengenai latar belakang terbentuknya kerjasama negara-negara Asia
Tenggara;
4) Mengetahui
dan memahami macam-macam wujud kerjasama di negara-negara Asia Tenggara;
5) Mengetahui
dan memahami dampak yang diperoleh dari terbentuknya kerjasama Negara-negara di
Asia Tenggara.
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Dapat
memahami mengenai pengertian kerjasama;
2) Dapat
memahami mengenai keadaan Asia Tenggra sebelum terbentuknya kerjasama;
3) Dapat
memahami latar belakang terbentuknya kerjasama di negara-negara Asia Tenggra;
4) Dapat
memahami macam-macam wujud kerjasama di negara-negara Asia Tenggara;
5) Dapat
memahami dampak yang diperoleh dari terbentuknya kerjasama negar-negara di Asia
Tenggara.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kerjasama
Secara
etimologi kerjasama berasal dari bahasa Inggris “Cooperation” yang memiliki
arti yang sama yakni kerjasama. Kerjasama merupakan kegiatan bersama antara dua
orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Kerjasama kemudian berkembang
dengan munculnya pengertian-pengertian baru yang lebih kontemporer sesuai
dengan pergerakan zaman. Kerjasama pada masa lalu identik dalam usaha
perdagangan, pada masa sekarang kerjasama menyentuh semua bidang. Baik ekonomi,
sosial, maupun politik.
Dapat
dijabarkan beberapa pendapat mengenai kerjasama anatar lain:
- Suatu tindakan untuk mencapai tujuan atau
keuntungan bersama
- Bantuan yang diberikan oleh orang lain maupun
organisasi, kelompok, atau negara lain
- Adanya keinginan untuk memiliki hubungan
kerjasama antar kelompok
Kerjasama bisa berupa pemberian bantuan
maupun saling memberikan bantuan hal ini bertujuan untuk mempererat rasa
persaudaraan. Selain dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok tertentu,
kerjasama juga dilakukan antar negara. Hal ini berkenaan dengan hubungan
diplomatik untuk menjaga perdamaian dunia secara lebih global.
Menurut
beberapa pandangan ilmu tertentu, kerjasama juga memiliki definisi yang beragam
hal ini berkenaan dengan bidang tertentu. Dimana kerjasama menghasilkan
pencapaian hasil pada segi bidang yang dituju, diantaranya:
- Berdasarkan ilmu ekonomi, kerjasama diartikan
sebagai hubungan antar individu untuk mendapatkan hasil produksi,
pemasaran, serta pembelian untuk mendapatkan keuntungan bersama.
- Berdasarkan ilmu sosiologi, diartikan sebagai
segala aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama antar
pihak terkait.
- Berdasarkan ilmu ekologi, diartikan sebagai
kegiatan bersama yang saling menguntungkan antar organisme dalam cakupan
wilayah tertentu.
Selain
diartikan dari sudut pandang berbagai ilmu, kerjasama juga memiliki beberapa
definisi yang diberikan oleh para ahli. Hal ini memungkinkan terbentuknya pola
pemikiran yang matang akan prosedur suatu hubungan kerjasama, agar bisa saling
menguntungkan. Sebab hubungan kerjasama sejatinya adalah mendapatkan keuntungan
yang bisa dirasakan oleh semua pihak yang melakukan hubungan tersebut. Sehingga
apabila salah satu pihak merasa dirugikan maka hal tersebut tentunya tidak
sesuai dengan dasar pengertian kerjasama itu sendiri.[1]
2.2 Keadaan
Asia Tenggara Sebelum Terbentuknya Kerjasama
Banyak
pandangan dan pengertian terkandung dalam istilah Asia Tengara. Secara
geografis-alamiah maka biasanya yang dianggap tercakup dalam kawasan Asia
Tenggara itu ialah negara-negara Birma, Muang Thai, Laos, kamboja, Vietnam,
Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina, yaitu 9 negara, yang membentang
di bagian pojok Tenggara daratan benua Asia dan kepulauan arsipel sekitarnya,
yang merupakan jembatan antara benua asia itu sendiri dengan benua Australia,
serta merupakan daerah dan gugus-gugus pulau pemisah antara samudra Indonesia
dengan samudra Pasifik.
Kawasan
Asia Tenggara itu pun merupakan suatu kaleidoskop dan mozaik berbagai
kebudayaan dan peradaban. Corak kebudayaan dan peradabanya menunjukkan beberapa
perbedaan lemah dan ringan antara dua pusat kebudayaan dan peradaban besar yang
berada di sebelah Barat dan Utaranya, yaitu dari India dan dari Tiongkok, sekalipun
berbagai dasar pengaruhnya sejak berabad-abad lamanya sudah masuk ke dalam
kawasan Asia Tenggara ini, malahan telah disintesekan dan diasimilasikan dengan
kebudayaan dan peradabanya, tanpa merusak dan penghilangan corak-corak dasar
keaslianya.
Sepanjang
perkembangan sejarahnya kemudian masuk pula pengaruh agama, kebudayaan dan
peradaban islam dari Timur Tengah. Dan semasa kolonialisme Eropa Barat
Berekspansi sejak abad ke-16, maka merembeslah pula pengaruh kebudayaan dan
peradaban barat dengan agama kristenya. Sejak itu kawasan Asia Tenggara menjadi
daerah rebutan antara berbagai kekuasaan Eropa Barat. Semula antara Portugis
dan Spanyol, kemudian antara Belanda dan Inggris, yang dalam abad ke-18 dan
ke-19 merupakan “super powers”, dan
disusul oleh kekuasaan Prancis dan Amerika pada akhir abad ke-19. Sampai
pecahnya perangPasifik pada tahun 1945, maka kekuasaan-kekuasaan Dunia Barat
itulah yang main dalam panggung sejarah Asia Tenggara. Penduduk pribumi hanya
menjadi penonton belaka, bahkan sebagian besar telah kehilangan kemerdekaanya.
Hanya Muang Thai yang dapat bertahan di atas panggung sejarah Asia Tenggara,
sekalipun dalam posisi terpojok dan terjepit. Setelah interregnum okupasi militer Jepang selama tiga setengah tahun antara
tahun 1942-1945, maka tampillah rakyat pribumi kembali sebagai pemain aktif di
panggung sejarah Asia Tenggara hingga dewasa ini berkat adanya Pergerakan
Kemerdekaan Nasional di mana-mana[2].
2.3 Latar
Belakang Kerjasama Negara-Negara di Asia Tenggara
Letak
geografis-alamiah kawasan Asia Tenggara yang selalu mendorong para penguasanya
untuk mengadakan kerjasama regional di antara mereka sendiri ialah suatu
fenomena sejarah yang sangat menarik. Regionalisme di kawasan Asia Tengara
bukan fenomena baru. Sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit gejala pendekatan
bersama dan kerjasama regional itu nampak sekali tanda-andanya. Sudah barang
tentu dalam bentuk-bentuk yang lain dari zaman sekarang. Namun begitu dasar dan
tujuanya di tengah-tengah beraneka warnanya kepentingan dan corak kebudayaan
dan peradabanya selalu mendorong ke muka dan ke atas kepentingan regional
bersama, yaitu keamanan dan kemakmuran yang sama, dengan ikatan hikmah kearifan
perlunya tali persahabatan anatara tetangga baik. Istilahnya sekarang dalam
bahasa Inggris: “good neighbour policy”!.
Semasa
Perang Pasifik, kita melihat dua bentuk kerjasama regional di Asia Tengara.
Satu yang bersifat militer, di bawah suatu komando bernama “South East Asia Command” atau komando
Asia Tenggara, dengan perlengkapanya: “South
Pasifik Command”, yaitu komando Pasifik Barat-Daya yang mencakup seluruh
kekuatan militer sekutu di daerah Asia Tenggara dengan garis pertahananya: ABD,
yaitu lini America-Dutch-British,
yang lainya bersifat propagandistis-ekonomis, diberi nama “Persemakmuran
Bersama Asia Timur Raya”, di bawah komandi bayonet Jepang. Yang dimaksud dengan
istilah Asia Tengara, Pasifik Barat-Daya
dan Asia Timur pada waktu itu ialah kawasan Asia Tenggara sekarang, yang
atau masih dikuasai oleh tentara Sekutu, atau yang sudah direbut dan diduduki
oleh tentara Jepang.
Bagaimana
juga, kedua contoh di atas dalam sejarah semasa Perang Pasifik merupakan
bentuk-bentuk kerjasama regional. Sekalipun kerjasama itu kerjasama kauam
penjajah, kelompok penjajah yang satu melawan kelompok penjajah yang lain, tapi
jelas, kerjasama itu tidak lain ialah komplotan kekuatan-kekuatan ekstern,
dengan orang luar sebagai subjek yang hidup. Rakyat pribumi yang menjadi
korban. Paling banter sekedar penonton belanda, dus menjadi obyek yang mati
dalam kerjasama regional yang saling berebutan pengaruh dan kekuasaan itu[3].
Sejak
PBB dibentuk tahun 1945, gagasan menciptakan pengaturan kerja sama regional
sebagai sarana penunjang mencapai kerjasama global dilancarkan berbagai pihak.
Kedua gagasan tadi, yakni kerja sama regional dan kerja sama global dalam
piagam PBB dipandang sebagai hal hal yang amat diperjuangkan guna mencapai
perdamaian dunia. Tekad yang diambil para pemrakarsa PBB agar generasi
berikutnya tidak lagi mengalami kesengsaraan peperangan.
Sejak
tahun 1945 itu, berkembanglah berbagai ikrar kerja sama regional di hampir
seluruh kawasan dunia yang penting: Eropa, Timur Tengah, Asia, Afrika dan
Amerika Latin. Salah satu asumsi pokok kerja sama regional adalah bahwa
kedekatan geografis akan memudahkan upaya upaya saling memahami di antara negara
negara yang bertetangga sehingga masalah masalah yang mungkin dapat menjurus
kepada pertikaian berlanjut dapat diatasi dengan segera atas dasar hidup
berdampingan secara damai.
Asumsi
kerja sama regional adalah pembagian kerja di antara negara negara yang
berdekatan secara geografis tadi agar masing masing negara memusatkan diri
terutama pada kegiatan kegiatan ekonomi yang menurut hematnya paling kuat
dimilikinya sambil menyerahkan bidang kegiatan ekonomi lain kepada tetangga
yang lebih kuat minatnya terhadap bidang kegiatan tersebut.
Sedangkan
asumsi ketiga, kerja sama regional ialah bahwa negara-negara yang melaksanakan
kerja sama tadi terlebih dahulu mencapai kata sepakat tentang manfaat bersama
yang diperoleh dari keterikatannya pada satu usaha bersama daripada menjalankan
kegiatan pembangunan secara terpisah dan tersendiri. Asumsi ini dikenal sebagai
konvergensi kepentingan yang tidak mau bersumber pada keputusan politik[4].
2.4 Kerjasama-Kerjasama
Negara di Asia Tenggara
Berbicara tentang kerjasama di Asia Tenggara sebelum ASEAN,
tak bisa dipisahkan dengan berbagai peristiwa dunia yang mengiringinya serta
tak terlepas pula dengan perkembangan yang pesat di Asia-Pasifik setelah
keadaan dalam negeri masing- berakhirnya Perang Dunia II, di samping masing.
Pembentukan Blok Barat dan Blok Timur juga punya andil besar bagi pembentukan
kerja sama regional di kawasan ini.
Sebelum terbentuk organisasi-organisasi yang khas Asia Tenggara, pada tahun 1947 sudah ada organisasi atau pun konferensi-konsrensi
internasional yang melibatkan bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang dibentuk
oleh PBB maupun oleh Blok Barat maupun Timur. Adapun salah satu organisasi yang
dibentuk oleh PBB yakni Komisi Ekonomi PBB untuk Asia dan Timur Jauh(United
Nations Economic Commission forAsia and the Far East atau ECAFE) yang bermarkas
di Bangkok.
Sedangkan konferensi-konferensi yang melibatkan negara-negara
Asia Tenggara adalah Konperensi Asia yang dibentuk di New Delhi tahun 1947. Negara-negara di Asia Tenggara yang ikut
terlibat dalam konferensi itu adalah Myanmar, Indonesia, Malaysia, filipina,
Muangthai dan Vietnam. Konferensi pemerintah
negara-negara Asia itulah yang pada tanggal 20 Januari 1949 membicarakan serangan Belanda terhadap Indonesia yang
terjadi pada tanggal 19 Desember 1948.
Pada tahun 1950 berlangsung dua kali konferensi. Dalam bulan
Mei 1950 di Filipina diselenggarakan pertemuan Asia Union yang dihadari oleh tuan
rumah, Australia, India, Indonesia, Muangthai, Pakistan dan Sri Lanka. Konferensi
lain yang juga diselengarakan tahun 1950 ialah Rencana Colombo yang digelar
sebagai suatu usaha Persekemakmuran Inggris dan beranggotakan tujuh Negara.
Organisasi maupun konferensi-konferensi yang melibatkan negara-
negara di Asia Tenggara tahun 1950 atau sebelumnya, terbukti tidak menghasilkan
organisasi-organisasi kerja sama regional, tetapi lebih merupakan forum
komunikasi. Namun dengan begini berbagai hal yang menjadi perhatian bersama
dapat dibahas sehingga dapat dijadikan bahan-bahan buat kera sama yang lebih konkrit
di kemudian hari.
Dalam perkembangannya, maka sejak tahun 1950 muncul
organisasi,-organisasi regional yang lebih bercirikan keja sama regional Asia
Tenggara. Walaupun lingkup organisasi regional itu sama-sama di Asia Tenggara,
namun yang dibentuk tahun 1950-an dengan yang dibentuk 1960-an berbeda
inisiatifnya. organisasi-organisasi regional
yang dibentuk tahun 1950-an,insiatif pembentuk dan pembangunnya tidak terletak
di tangan bangasa –bangsa asia tengara, Sedangkan organisasi –organisasi
regional yang lahir pada tahun 1960-an inisiatif negara-negara Asia Tenggara sendiri.
Dalam makalah ini akan memfokuskan pembentukan
organisasi-organisasi regional di Asia
Tenggara tahun 1950-an dan tahun 1960-an yakni organisasi- organisasi regional
yang bercirikan klas Asia Tenggara, khususnya yang lahir pada bagian lebih
memperelas sebelum maksud kena sama regional yang disusul Kemudian pertama akan
dikemukakan organisasi regional sebelum ASEAN latar belakang bentuk-bentuk kena
sama regional Asia Tenggara 1950-1967.
2.4.1
Maksud Kerja Sama Regional
Kerjasama dapat di selenggarakan dalam rangka hubungan
bilateral maupun multilateral. sedangkan kerja sama multilateral sendiri dapat
bekerja sama regional maupun internasional (global). Kerja sama tersebut ada yang
berbentuk kerjasama berlembaga dan kerjasama tanpa berlembaga.
Kerjasama tanpa berlembaga adalah kerjasama yg tidak berikat
pada lembaga tertentu. Kerja sama seprti tu dapat dibuktikan di kitab sejarah
kertamegara empu prapanca pada abad ke 14 yang di kenal dengan nama mitreka
satata, yaitu kaerja sama antara kerajaan majapahit dengan negara-negara asia
tenggara lainyakerjasama semacam itu pada moderen juga banyak contoh nya .
Meskipun PBB merupakan suatu lembaga dunia, namun kerja sama dalam badan PBB
belum termasuk kerja sama berlembaga karna negara-negara beranggota tidak
terikat secara ketat terhadap badan –badan tersebut. Badan-badan tersebut lebih
froum-forum internasiaonal di mna negara-negara dapat menyatakan pendapatnya.
Di luar PBB,kerja sama demikian banyak sekali tercermin dalam bentuk
konfrensi-konferensi seperti konfrensi colombo, konfrensi bandung, konfrensi
nonblok dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan kerjasama berlembaga adalah
kerjasama yang di tuangkan lewat lembaga-lembaga khusus dalam mana
anggota-angotanya sangat terikat pada lembag-lembaga itu. Kerja sama seprti itu
umumnya mempunyai ruang lingkup regional atau sub-regional, misalnya NATO,
ASEAN. Kerja sama seperti itu kini populer lebih di kenal sebagai kerja sama
regional.
Kerja sama regional berlembaga biasanya mengalami
tahap-tahap Tahap tahap perkembangan. Tahap-tahap
perkembagan kerja sama regional yaitu
tahap horizontal dan tahap vertikal. Yang dimaksud dengan perkembangan
horizontal adalah perkembangan yang meliputi Ipoleksom(ideologi. politik,ekonomi,
sosial-budaya dan militer). Namun sampai saat ini belum ada keja sama regional
yang mencakup semua bidang sekaligus. Sedangkan bidang yang kurang menarik
adalah ideologi, sedangkan yang menarik adalah kera sama ekonomi dan politik.
Kerja sama ekonomi merupakan prioritas utama kerja sama
regional sebab bidang ekonomi mengandung paling banyak unsur-unsur kepentingan
bersama, seprti sama-sama negara berkembang atau sama-sama negara maju. Di
samping itu, kepentingan ekonomi merupakan tulang punggung dari segala bidang
lainnya. Kemajuan di bidang lain sangat tergantung pada kemajuan di bidang
ekonomi.
Pengalaman Indonesia sendiri dimasalah lampau merupakan
contoh yang mendukung pendapat tersebut. Segalah daya dapat dikerahkan untuk
kepentingan politik dengan mengabaikan kepentingan ekonomi.akibatnya
menimbulkan kekacauan di lingkungan kehidupan bangsa. Akhirnya kemajuan di
bidang politik pun mengalami kehancuran. Kita pun juga mempunyai pengalaman
dimana daya upaya di kerahkan untuk kepentingan ekonomi untuk mengalahkan
kepentingan lain akibatnya menimbulkan kekacauan di segala bidang kehidupan
bangsa. Dengan demikian kemajuan yang di capai dalam bidang ekonomi pun
mengalami kehancuran.
Kerjasama di bidang sosial-budaya juga penting bagi kerja
sama regional. Hal ini di sebabkan karena sosial-budaya mengandung unsur-unsur
pemersatu ketimbang pada unsur pemecah belah.lagi pula, kerja sama
sosial-budaya juga bisa mendapatkan para anggotanya untuk meningkatkan rasa
saling pengertian
Pada tahap coordination
(koordinasi), sudah mulai penyerahan sebagian dan kedaulatan demi untuk
mencapai tingkat independensi yang lebih tinggi dan lebih teratur. Koordinasi
sama artinya dengan harmonisasi usaha-usaha nasional yang menyangkut
kepentingan bersama seperti kebijaksanaan ekonomi, rencana Tahap integrasi
pembangunan dan sebagainya.
Tahap integrasi (integration) merupakan tahap terakhir dalam
proses kena sama regional. Apabila satu sama regional telah sampai kepada
puncaknya, maka tahap itu disebut tahap integrasi. Dalam tahap ini negara
anggota telah menyerahkan sebagian kedaulatan masing-masing kepada suatu badan supra-nasional yang
mempunyai jurisdiksi mengatur seluruh kepentingan regional negara anggota.
Sedangk tahap integrasi sendiri juga bertingkat-tingkat, yaitu wilayah
perdagangan bebas, kesatuan beban, . pasar bersama, uni ekonomi dan integrasi
ekonomi total.
Pengertian wilayah perdafangan bebas adalah suatu kawasan yang tarif tarif bea masuk dan pembatasan
kuantitatif atau quota terhadap barang-barang dari negara partner saling dihapuskan. Sedangkan
tarif-tarif bea masuk dan pembatasan-pembatasan terhadap barang-barang
masing-masing negara yang bukan anggota
masih tetap dipertahan.
Tahap kedua dalam proses integrasi adalah Kesatuan
pembentukan Pabean. Dalam tahap ini bukan saja tarif tarif bea masuk dan quota
di hapuskan terhadap barang-barang
negara anggota, akan tetapi juga kebijaksanaan perdagangan terhadap
negara-negara ketiga (yang bukan anggota) diseragamkan. Dengan demikian setiap
negara anggota mempunyai kebijakan perdagangan yang seragam terhadap dunia
luar.
Adapun tahap ketiga proses integrasi adalah pembentukan
Pasar Bersama. Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap kedua, dalam mana diberi
kebebasan bergerak kepada sarana
produksi(factor of production) seperti buruh, modal dan lain-lain di kalangan
anggota. Dengan demikian dalam wilayah pasar bersama tidak saja
terdapat kebebasan dalam lalu lintas barang dan jasa serta keseragaman
kebijaksanaan ekonomi terhadap negara ketiga, tetapi juga kebebasan lalu lintas
sarana-sarana produksi.
Tahap perkembangan integrasi berikutnya (tahap keempat)
adalah uni ekonomi, yaitu tahap diadakannya penyesuaian
dalam repelita negara-negara anggota, sehingga repelita di salah satu anggota
diselaraskan dengan repelita negara anggota lainya. Dengan kebijaksanaan seperti
ini akan dapat di atur proyek-proyek di
masing-masing negara anggota sehingga dapat dijamin satu mengisi yang lain, dan tidak ada
persaingan yang merugikan. Bersamaan dengan proses tersebut dapat pula
diserasikan kebijaksanaan negara anggota dalam bidang ekonomi moneter, fiskal,
masing-masing transpor, komunikasi dan sosial.
Tahap terakhir dari perkembangan integrasi adalah terjadinya
integrasi total. Pada tahap ini sebagian wewenang dalam kebijakan nasional di bidang ekonomi dan sosial diserahkan ke pada
suatu badan supra-nasional yang terdiri dari wakil wakil negara anggota.badan ini secara khusus akan mengatur seluruh
masalah yang ada kaitan nya dengan kepentingan regional.negara-negara anggota
tetap menjalankan fungsinya seperti biasa,tetapi tidak lagi mencakup wewenang
dalam masalah yang telah menjadi jurisdiksi badan supra-nasional tersebut.
Di samping banyak manfaatnya bagi Negara anggota, kerja sama
regional sering menghadapi berbagai permasalahan sehingga bisa menghambat
regional sering menghadapi berbagai permasalahan sehingga bisa menghambat
perkembangan. kendala dalam kerja sama ekonomi pada umumnya disebabkan kerena
faktor ekonominya yang tidak isi mengisi.
Umumnya negara-negara
berkembang menghasilkan bahan–bahan mentah sejenisnya karena itu walaupun
dihapuskan rintangan bea masuk, namun kerja sama ekonomi sulit di kembangkan.
Karna adanya kehawatiran akan menjadi
budak di negri nya sendiri, setiap negara membentuk nasionalisme ekonomi yang
berujuan untuk mengembangkan ekonomi nasional.
Ganjalan lain yang dapat merongrong kerja sama regional
adalah ekonomi adanya perbedaan besar dalam tingkat kemajuanekonomi negara-negara anggota Berdasarkan pengalaman,
di kalang negara-negara yang tidak sama tingkat kemajuan ekonomiannya, timbul
banyak kesulitan untuk melakukan peroses integrasi, dan sebaliknya dengan
tingkat kemajuan yang tidak banyak berbeda, maka makin tinggi integrasi
regional perdagangannya. Bertolak dari kenyataan tersebut. maka tidak setiap
keja sama regional adalah, adanya perbedaan besar dalam tingkat kemajuan
ekonomi negara-negara anggota. Berdasarkan pengalaman, di kalangan negara-negara
yng tidak sama tingkat kemajuan ekonomianya, timbul banyak kesulitan untuk yang
melakukan peroses integrasi, dan sebaliknya dengan tingkat kemajuan yang tidak
banyak berbeda, maka makin tinggi integrasi regional perdagangannya.
Munculnya kerja sama regional didorong oleh berbagai unsur.
Dalam hal ini dengan pasti dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah pendorong faktor utamanya.kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologoi telah bertambah kecil dan hampir yang menghilangkan semua jarak
–jarak antar bangsa. Kejadian di bagian dunia yang satu dengan sekejab mata
dapat membawa pengaruh pada bagian dunia lain.
Bertolak dari keadaan tersebut tidak ada lagi suatu bangsa
atau dunia negara yang dapat melepaskan diri dari perkembangan-perkembangan
Hubungan yang makin rapat serta kehidupan sekelilingnya. bangsa-bangsa yang
bergantung satu sama lain itu menuntut adanya kena sama antara bangsa bangsa
dalam suatu sistem kera sama regional.
Negara-negara kecil, apalagi negara-negara yang mempunyai
arti Negara-negara penting karena letaknya yang strategis atau karena kekayaan
alamnya yang berlimpah-limpah, sudah barang tentu akan menjadi incaran
negara-negara beasa. Tetapi sebaliknya, mereka akan mempunyai kesempatan yang
lebih baik untuk menghadapi tekanan-tekanan negara besar, jika mereka berbeda
dalam berkelompok.
Dengan mengadakan perkelompokan, negara-negara kecil
tersebut akan lebih mampu memperkuat posisi tukar (bargaining position) dalam
menghadapi raksasa-raksasa ekonomi duni, mereka tentunya tidak dapat menandingi
kekuatan-kekuatan raksasa itu, tetapi atas nama satu kelompok, suara mereka
akan merupakan suarah yang lebih berat yang tidak dapat begitu saja di abaikan.
Jika memang mereka betul-betul ingin memperjuangkan kepentingan masing-masing
dengan harapan mencapai hasil, maka satu-satunya jalan yang masih terbuka hanya
lewat kerja sama regional.
Motivasi pembentukan kerja sama regional yang utama adalah
kepentingan ekonomi, baik negara-negara maju maupun sedang berkembang, yakni
untuk mencapi efisieni penggunaan dan pengaturan sumber alam dan sarana-sarana
produksi. Kemajuan yang telah terbukti dapat dicapai adalah bidang perdagangan
luar negri. Hal ini akan bergandengan dengan pengalihan perdagangan.
Penciptaan perdagangan bisa berlangsung apabila perdagangan
antara negara-negara kesatuan kerja sama regional meningkat sebagai akibat
penghapus rintangan-rintangan perdagangan. Pengalihan perdagangan terjadi jika
perdagangan antara suatu negara anggota kesatuan dengan satu negara bukan anggota
negara, dialihkan ke negara anggota lainnya sebagai akibat didirikannya tembok
tarif bea masuk yang tinggi terhadap barang-barang impor yang datang dari luar
kerja sama regional.
2.4.2
Lahirnya Kerja Sama Asia Tenggara
Setelah Perang Dunia II berakhir, lahirlah dua kekuatan
besar dunia, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua kekuatan itu terlibat
persaingan dalam membentuk perang
dingin. Untuk melemahkan saingannya, mereka membentuk keja sama regional yang
berdimensi politik, ekonomi, dan keamanan.
Berdasarkan beberapa kasus, tampak jelas bahwa kedekatan
geografis pada salah satu negara
adikuasa dapat mengakibatkan negara-negara
yang berdekatan itu menjadi amat tergantung pada salah satu adikuasa.
Ketergantungan yang tercipta mengakibatkan negara yang dilindungi memiliki
ruang gerak yang kian berkurang. Sedangkan kawasan yang letaknya jauh dari
nrgara adikuasa, kemungkinan akan keadaan ketergantungan menjadi berkurang.
Bertolak dari keadaan tersebut, maka sepanjang sejarah
modern Asia tenggara, bentuk-bentuk kerja sama regional yang diinginkan oleh
Amerika Serikat sesungguhnya tidak pernah mengalami tingkat kecemasan akan
adanya ketergantungan, hegemoni, atau
sengketa kepentingan yang berlarut-larut.
Dalam rangka mebendung pengaruh uni soviet di asia pasifik,
amerika serikat mengandalkan jaringan persekutuan yang telah di bangunya
sepanjang garis melingkar mulai dari jepang, taiwan, korea selatan,
filipina,muangtai hingga ke australia dan selandia baru. Pada awalnya amerika
serikat unggul secara politik, ekonomi,militerdi kawasan ini, namun unisoviet
mampu membadingi pengaruh nya di bidang politik dan ekonomi. Sedangkan di
bidang militer (sekalipun sudah dikejar uni soviet) pada dasarnya keunggulan secara
keseluruhan Amerika serikat di asia tenggara belum terbukti terancam secara
nyata oleh saingannya. Bila di cermati lebih jauh, persaingan america serikat
dan unisoviet berdemensi regional di asi tenggara melalui persaingan politik
ekonomi dan militer. Dari berbagai bentuk persaingan itu, maka persaingan ke
dua negara adikuasa tadi lebih banyak bersifat militer setrategis dan bertalian
dengan masalah-masalah kecepatan dan ketepatan penggelaran .pasukan, kapal
perang dan senjata-sejata konfensional maupun militer. Di samping adanya
persaingan dengan unusoviet, perhatian amerika serikat terhadap kawasan asia
tenggara berkaitan erat dengan kedudukan jepang sebagai sekutu terpenting di
kawasan asia pasifik.oleh sebab itu dari semula para perancang kebijak sanan
luar negri amerika serikat terhadap asia tenggara ialah sebagai penunjang
terhadap kepentingannya yang utama di jepang dan asia timur laut.
Semasa perang dingin, asia tenggara untuk sementara di nilai
oleh berbagai pemerintahan amerika serikat sebagai kawasan penting secara
berlebi-lebihan hanya karna ancaman cina dan unisoviet pada waktu itu di rasa
perlu di tanggapi dengan keras. Disamping itu amerika serikatbertekad untuk
dapoat memenangkan suatu perang di daratan asia yang oleg berbagai kalangan
militer amerika serikat sendirih sudah dinilai tak mungkin untuk memenagkannya.
Sebagaimana halnya Amerika Serikat, Uni Soviet tidak pernah
menila kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah yang vital bagi kepentingan
politik dan strategi. Karena itu tidak mengherankan sejak akhir Perang Dunia II
hampir seluruh Asia Tenggara dikuasai oleh kekuatan Armada VII Amerika Serikat
yang berpangkalan di Filipina. Bahkan sewaktu Amerika Serikat membentuk pakta
pertahanan di Asia Tenggara, Uni Soviet tidak serta merta membentuk pakta
pertahanan pula seperti apa yang terjadi di Eropa.
Dalam rangka untuk menjaga keseimbangan dengan pengaruh Amerika Serikat di Asia Tenggara, Uni Soviet
tetap memelihara hubungan baik dengan negara-negara non-komunis di Asia
Tenggara serta melakukan hubungan-hubungan yang khusus dengan negara-negara
Indocina atas dasar kesetiakawanan sosial.
Negara besar lain yang berkepentingan dengan kawasan Asia
Tenggara adalah Jepang. Kedudukan Jepang dalam badan-badan multilateral seperti
Bank Dunia dan Pembangunan Asia memberikan peluang untuk turut mengusahakan
strategi pembangunan ekonomi internasional
di kawasan Asia Tenggara yang langsung
berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan
perdagangan Jepang, terutama dalam
menjamin saluran kebutuhannya akan bahan bakar, sumber alam, dan wilayah
pemasaran bagi barang-barang jadi yang dihasilkannya.
Mengingat kedudukanya
yang khusus itulah dan karena Jepang sendiri dari semula memang memilih
jalan untuk menekankan diplomasi sumber alam dan diplomasi meraih pasaran, maka
Jepang senantiasa mengikuti alur umum kebijaksanaan Amerika Serikat di kawasan
Asia Tenggara.
Bagi Jepang, pengelompokan regional sekurang-kurangnya
memberikan kepadanya beberapa keuntungan politik, ekonomi, maupun keamanan.
Dalam bidang politik, Jepang mendukung pembangunan di negara non-komunis. Di bidang ekonomi, Jepang berkepentingan agar di samping
memberikan peluang bagi pemasaran hasil-hasil
barang jadinya, juga menjadikan Asia Tenggara sebagai suatu kawasan
ekonomi yang kebijaksanaannya dapat diramalkan. Sekalipun Jepang lebih memilih
hubungan yang bersifat bilateral, namun pengelompokan negara-negara di Asia
Tenggara paling kurang memberikan kepadanya suatu kadar antisipasi di bidang
perekonomian dan bisnis yang secara keseluruhan dapat dikelompokkan menjadi
satu. Kadar antisipasi suatu pengelompokan negara-negara Asia Tenggara yang
memberikan kemampuan prediksi kepadanya inilah yang membuat Jepang mendukung
program-program bantuan proyek dan bantuan di bidang sosial-budaya.
Suatu negara besar lain yang juga merasa memiliki
kepentingan di Asia Tenggara adalah RRC. Negara itu merasa bahwa kawasan Asia
Tenggara secara budaya dianggap merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah
pengaruhnya. Sebagai negara komunis raksasa, RRC mencurigai pengelompokan
negara- negara non-komunis di Asia Tenggara. Pengelompokan seperti itu dinilai
sebagai kepanjangan dari kepentingan Amerika Serikat dan Jepang semata- mata.
Kedudukan geopolitik RRC memaksa negara itu memandang kawasan Asia Tenggara
secara khusus. Pandangan seperti itulah yang mempengaruhi cara pandang negeri
itu terhadap munculnya kerja sama regional di Asia Tenggara.
Pandangan RRC itu ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama,
RRC adalah satu-satunya negara besar yang langsung berbatasan dengan beberapa
negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Laos, Muangthai dan Myanmar. Oleh karena
itu kedudukan geopolitik ini ditunjang juga oleh cara pandang kultural terhadap
kawasan pinggiran di sekelilingnya, maka dengan sendirinya RRC menilai setiap
pengelompokan regional(sejauh ia sendiri
tidak turut mendirikan atau merestuinya)
suatu hasil yang masih dipertanyakan.
Letak geografis Asia Tenggara yang sangat strategis, baik
secara geografis, strategi militer, maupun potensi ekonominya, terbukti
menjadikan kawasan ini sebagai kawasan sengketa dari kepentingan kepentingan
global negara-negara besar baik dari Amerika, Eropa, maupun dari negara-negara
Asia sendiri. Sebagai akibatnya, stabilitas keamanan di kawasan ini sering
goncang bahkan dapat membahayakan perdamaian dunia.
Konflik intern suatu negara atau bangsa dalam mencari
identitasnya sebagai bangsa dan negara yang merdeka, sering dimanfaatkan oleh
negara-negara besar sebagai kesempatan
untuk menampak kan pengaruhnya. Itulah
sebabnya sekalipun Perang Dunia II sudah lama berakhir, di Asia Tenggara ini
senjata tidak pemah berhenti meletus. Dengan lain perkataan, persaingan besar
itu di kawasan ini sering diiringi dengan konflik senjata itu, terbukti telah
mempengaruhi arah perkembangan negara-negara di kawasan ini.
Di samping adanya berbagai kepentingan negara-negara besar,
ternyata kondisi antar negara-negara di Asia Tenggara sendiri belum memberikan
kesejukan bersama, akibat adanya konflik warisan masa sebelumnya. Untuk
memahami sifat konflik di Asia Tenggara dan masalah-masalah keamanannya, perlu
dilihat dimensi internal dan ekstemal dari masalah tersebut, dan juga hubungan
di antara mereka. Hubungan-hubungan ini menjadi lebih kuat ketahanan dengan
memburuknya negara d Asia Tenggara. masing-masing Jadi semakin besar ancaman
keamanan yang berasal dari dalam negerinya maka semakin besar pula ancaman
eksternal yang dihadapi negara itu.
Sumber ketidakstabilan di dalam negeri adalah bersifat
politik, ekonomi, sosial dan bahkan kebudayaan serta ideologi. Oleh karena itu,
bidang keamanan di Asia Tenggara ini meliputi berbagai isu dan tidak
semata-mata merupakan masalah militer dalam arti konvensional.
Sementara itu persatuan bangsa dan negara menjadi suatu
masalah karena sejarah. Masing-masing negara di Asia Tenggara terdiri dari
banyak suku dan agama yang berbeda-beda, dan fakta ini cenderung mempunya
implikasi sosio-politik. Filipina menghadapi masalah minoritas Muslim selatan,
Malaysia menghadapi masalah pembauran suku Melayu dan Cina yang hampir
seimbang. Singapura masih bergulat untuk membina suatu bangsa Singapura.
Thailand mempunyai banyak suku minoritas dalam batas-batas negaranya. Indonesia
juga terdiri dari banyak suku, agama dan kebudayaan.
Masalah-masalah dalam negeri
kadang-kadang bisa membuat hubungan dengan negara tetangganya menjadi
terganggu, salah-salah bisa dianggap campur tanganurusan negara lain. Hal ini
bisa terjadi karena kelompok minoritas di suatu negara menjadi kelompok
mayoritas di negara tetangganya.
Berdasarkan pengalaman sejarah terungkap bahwa kelompok
minoritas dapat dengan mudah dieksploitir oleh kekuatan luar untuk menimbulkan
pergolakan dan ketidakstabilan internal dengan tujuan untuk mengguloingkan
pemerintahaan yang di anggap tidak berbuat adil terhadap kelompok minoritas
itu.
Kefanatikan agama merupakan sebuah faktor penghancur
lainnya. Pada mulanya, kebangkitan agama yang memunculkan kelompok-kelompok
radikal menjadi inspirasi sebagian orang Islam di Asia Tenggara. Implikasinya
adalah, mereka berusaha untuk membentuk negara agama berdasarkan agama yang
dianutnya. Namun sebagian besar dari mereka, menyadari bahwa unsur keagamaan
saja tidak akan dapat digunakan sebagai bagai untuk suatu alternatif.
Faktor yang
menentukan apakah suatupemerintah memperoleh dukunga rakyatnya adalah sampai seberapa jauh
terpenuhinya permintaan rakyat, dan juga seberapa jauh rakyat berpartisipasi
dalam seluruh aspek pembangunan. Implikasi
sosiopolitik dari kefanatikan agama dapat membesar dalam mempersulit
masalah yang dihadapi pemerintah, tetapi agama saja bukanlah faktor penentu
dalam perdebatan mengenai apakah pemerinah akan diganti atau tidak.
Beberapa pemerintah di Asia Tenggara harus kebijaksanaan
memperhitungkan peranan Islam dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan nasional, karenamayoritas penduduknya adalah Islam, terutama di
Malaysia dan Indonesia. Namun demikian, harus dibedakan antara urusan negara
dengan urusan agama, kalau tidak agama dapat menjadi sumber pemecah belah
masyarakat yang pluralistis di negara-negara Asia Tenggara.
Dengan adanya konflik antar negara-negara di Asia Tenggara
sebagai warisan kolonial maupun kondisi intem masing-masing negara, maka agar
mereka tidak saling mengganggu tetapi justru bisa saling membantu, maka
diperlukan kerja sama atau hubungan yang lebih dekat. Kondisi-kondisi seperti
itu sangat diharapkan oleh negara di kawasan ini masing-masing agar bisa
meredam konflik dalam negeri maupun dengan negara tetangganya sekawasan.
2.4.3
Kerja Sama Asia Tenggara 1950-1967
Sebagaimana halnya di kawasan dunia lain. kerja sama
regional berkembang pula di kawasan Asia Tenggara. Perkembangan kerja sama
regional yang akan dibahas adalah perkembangan kerja sama dalam periode dua
dasawarsa, mulai dari munculnya gagasan pembentukan kerja sama regional Asia
Tenggara di Bagulo, Filipina, pada tahun 1950 sampai kepada pembentukan ASEAN
tahun 1967. Dalam periode itu banyak bermunculan beraneka ragam kerja sama regional
seperti SEATO (1954), ASA(1961). MAPHILINDO (1963) dan akhirnya ASEAN(1967).
Seperti kita ketahui bahwa prakarsa pembentukan kerjasama
regional di banyak kawasan di dunia dilakukan oleh negara-negara Barat dengan
mengacu pada model kerja sama regional di Eropa sebagai hasil dari keterpaduan
kepentingan politik, ekonomi, dan strategi akibat perang dingin, Rencana
Mashall, dan pembentukan NATO.
1.
SEATO
Gagasan pembentukan kerja sama regional Asia Tenggara
sesungguhnya dilancarkan pertama kali di
Bugulo (Filipina) tahun 1950. Namun. konsep kerja sama regional itu terlalu
mengkaitkan kedudukan Filipina sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
kepentingan strategi Amenka Serikat sehingga tidak mendapat dukungan penuh dari
negara-negara Asia Tenggara yang berhaluan nasionalis, terutama Indonesia.
Sewaktu perang dingin memuncak, Amerika Serikat mendesakkan
prakarsa pertahanan bersama Asia Tenggara. Berdasarkan Perjanjian Manila pada
tahun 1954, lahirlah South East Asia Treaty organization (SEATO) Kerja sama regional
di bidang militer yang diprakarsai oleh negara di luar kawasan itu sebagai
eksistensi perang dingin di Asia dengan markas besarnya di Bangkok. Dasarnya
adalah anti-komunis, didirikan demi untuk membendung pengaruh RRC dan Vietnam
Utara ke Selatan.
Anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis,
Australia. Selandia Baru, beserta tiga negara Asia yaitu Pakistan, muangtai dan
Filipina. Kerja sama regional seperti
inipun tidak berhasil mencapai sasarannya, pertama seperti halnya kerja
sama regional lainnya beranggotakan negara-negara non-asia. Kedua, kena sama regional militer itu lebih
banyak merupakan alat negara besar yang bersaingan dalam perang dingin. Akhimya
SEATO tak berdaya guna dan semakin melemah karena semakin kehilangan kredibilitasnya.
Pada saat itu Asia Tenggara menganut politik yang berbeda- kredibilitasnya.
beda(Indonesia memiliki banyak suku dan netral)
sehingga sulit ditarik begitu saja ke salah satu blok. SEATO adalah
bukti bahwa kerjasama regional yang benar-benar bersumberkan kemauan diri
masing-masing negara setempat belumlah terjelma.
Sejumlah negara-negara Asia yang baru merdeka melihat adanya
pengaruh perang dingin antara Blok Barat dan Timur itu dapat membahayakan
nasional mereka. Namun keinginan untuk tetap berdiri sendiri kepentingan tanpa
memihak salah satu blok merupakan problematik baru yang dihadapi negara-negara
Asia di tengah-tengah perkembangan perang dingin yang semakin memuncak. Untuk
mendirikan blok ketiga secara militer terang tidak mungkin. Sungguhpun begitu,
ide untuk menciptakan kekuatan ketiga dalam percaturan politik internasional
dengan tujuan untuk mengimbangi dua blok besar yang saling bersaing cukup
realistik, terutama sebagai kekuatan moral baru.
Berkaitan dengan persoalan tersebut, maka muncul lima negara
yang meyakini keperluan menciptakan dan kekuatan dunia ketiga ini sebagai
kekuatan moral baru bertemu di Colombo dalam bulan April 1954. Kelima negara
tersebut adalah Myanmar, India, Indonesia, Pakistan dan sri Lanka sebagai tuan
rumah. Dalam Konferensi Colombo inilah Indonesia mengusulkan ide untuk
menyelenggarakan Konferensi Negara-negara Asia mengusulkan ide untuk Afrika,
dan usul tersebut diterima.
Pada tanggal 18-24 April 1955 berlangsunglah Konperensi Asia
Afrika( KAA) yang amat bersejarah itu di Bandung, Indonesia. Meskipun KAA
tersebut tidak sampai organisasi kerja sama regional, yang jelas ia telah
berhasil merubah peta bumi politik internasional.disamping dua blok besar, kini
muncul kekuatan dunia ketiga, kekuatan moral baru yang kemudian berkembang
menjadi kekuatan nonblok.
Sementara itu kekalahan pihak Barat di Indocina dinilai oleh
Amerika serikat sebagai titik awal jatuhnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara
ke tangan komunis, bagaikan serangan domino. Dari situ muncul dan berkembang
teori domino amerika serikat tentang bahaya komunis. Untuk mencega bahaya
komunisme yang di gambarkan melalui teori domino tersebut, Menlu Amerika Serikat John Foster Dulles
secara tajam membagi dunia secara hitam putih, yaitu masuk Blok Barat atau Blok
Timur. Sejalan dengan pemikiran hitam putihnya itu, dia mengecam keras
negara-negara(nonblok) dengan maksud agar mereka memihak Blok Barat. Ia
menyatakan bahwa netralisme itu immoral. Namun kecaman tersebut justru
mendorong negara-negara netral untuk membentuk organisasi gerakan Nonblok.
2.
ASA
Kerja sama regional Asia Tenggara berikutnya adalah
Association of Southeast Asia (ASA), dibentuk tahun 1961. ASA beranggotakan
Malaya, Muangthai, dan Filipina, sehingga merupakan kerja sama regional yang
pertama kali tidak menyertakan negara luar wilayah. Asosiasi ini merupakan pengganti
yang lemah bagi organisasi SEATO
(organisasi pakta Asia Tenggara) yang
telah semakin mengecewakan para anggotanya.
Ketika Indonesia diajak oleh Tengku Abdul Rachman untuk ikut
serta dalam ASA (1960), Presiden Soekarno dengan tandas menyatakan bahwa ia
lebih suka ingin bekerja sama dalam kontek Asia-Afrika yang lebih
merupakan konsep politik daripada
regional.
Walaupun ASA dan Maphilindo dibentuk oleh negara-negara
Asia Tenggara sendiri, tanpa ikut
sertanya negara lain di luar kawasan, namun nyataannya sulit mempertahankan
hidupnya, apalagi untuk berkembang. Hal ini disebabkan karena kerja sama ASA
tidak dapat bertahan lama, dan keberhasilannya pun tidak banyak dan pula kurang
mengesankan. dibandingkan dengan dua minggu atau lebih umur Maphilindo, maka
dengan masa enam tahun sejak dibentuknya tahun 1961, dan sampai secara resmi di
bubarkanya tahun, ASA masih dapat membanggakan diri diri, walaupun seharusnya
dikurangi lagi karena ASA hanya dapat hidup secara efektif dari bulan juli 1961
sampai dengan april 1963, dan dalam masa tiga tahun berikutnya ASA telah lumpuh
akibat sengketa sabah yang dianut filipina terhadap malaysia.
Indonesia menyatakan jika masalah Malaysia, maka baru dapat
di ambil langkah selanjutnya yakni menjalin kerja sama yang erat berdasarkan
Prinsip-prinsip saling menguntungan antar negara-negara asia tenggara.
Indonesia mau menghidupkan kembali gagasan maphiliandho dalam lingkup yang
lebih luas untuk mencapai suatu asia tenggara yang berkarjasama dalam berbagai
bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.[5]
3.
MALPHILINDO
Setelah ASA tidak
dapat bertahan lama karena terjadi konflik antara Filipina dan Malaysia atas
status daerah sabah yang diklaim sebagai bagian dari wilayah Filipina. Konflik
tersebut kemudian mendorong terbentuknya organisasi Maphilindo (Malaya,
Philipina dan Indonesia) pada tahun 1963. Maphilindo merupakan gagasan untuk menyatukan Ras melayu yang ada di
wilayah Malaya, Philipina dan Indonesia. Akan tetapi usaha tersebut gagal dengan dibentuknya negara Malaysia oleh
Inggris sehingga Indonesia dan Philipina menentang pembentukan negara Malaysia
itu.
Maphilindo
(singkatan Malaya, Philipina dan Indonesia) adalah sebuah rencana konfederasi
non-politik untuk 3 negara diatas rencana awalnya adalah menciptakan 1 negara berdasarkan konsep ras Melayu
yang akan dilakukan oleh Wenceslao Vinzons pada era pemerintahan persemakmuran
di Philipina. Disana dia mengusulkan sebuah Persatuan Ras Malaya -
sebuah ide Malaya Irredentia (Malaya Irredentia juga sebuah alternatif nama
selain MaphilindoPada Juli 1963, Presiden Diosdado Macapagal dari Philipina
menyelenggarakan sebuah pertemua di Manila.
Maphilindo direncanakan sebagai
sebuah realisasi dari mimpi Jose Rizal, yang berupaya menyatukan seluruh
penduduk Melayu, yang telah dibelah - belah oleh para negara kolonial. Maphilindo
dideskripsikan sebagai sebuah asosiasi regional yang akan membahas isu-isu umum
dalam semangat konsensus. Tapi Maphilindo juga dilihat sebagai sebuah taktik
dari Jakarta dan Manila untuk menunda, atau malah mencegah pembentukan Federasi
Malaysia. Manila punya klaim ke Sabar (British North Borneo), dan Jakarta
memprotes pembuatan Negara Malaysia sebagai antek imperalis Inggris. Rencana
ini gagal ketika Soekarno mengadopsi taktik konfrontasi Dengan Malaysia.
Perkembangan dari ASEAN dikemudian hari akhirnya membuat proyek ini tidak
muncul ke permukaan lagi[6].
Bertolak dari proses berakhirnya organisasi-organisai
regional sebelum ASEAN dan menjelang lahirnya ASEAN, jelas bahwa ASEAN
merupakan penjelmaan KAA, ASA dan mahiliando. KAA memberi kedudukan perintis
bagi Indonesia dalam ASEAN (meskipun ruang pengaruh menyempit),sedangkan dari ASA
dan maphiliando mencakup anggota dan tujuan ASEAN (termasuk sifat yang non
komunis) sebagai penerus organisai-organisasi sebelum ASEAN itu.
Secara politik, KAA tahun 1955 merupakan puncak keberasilan.
Sebab konfrensi itu menandai kemunculan kekuatan dunia ke tiga dalam bentuk
kekuatan moral baru yang harus di perhitungkan dalam peta politik
internasiaonal. KAA merintis kelahiran dan perkembangan negara-negara non blok
yang netralis. Betapa pu dalam perkembangan nya nagara-negara non blok ini
mengalami bagai kesulitan interen yang kadang-kadang mengurangi
kredibilitasnya.
Sejak KAA itu andil dan peranan indonesia cukup besar dalam
melahirkan dan mengembangkan kekuatan moral baru dalam bentuk kerja sama
negara-negara non blok. Karna itu sewaktu di tawari bergabung dengan ASA (yang
di nilai oleh indonesia memihak barat) maka indonesia menolak nya bahkan pada
saat itu indonesia menjadi salah satu pendiri gerakan non blok (2 september
1961) namun lama kelamaan RI condong ke Blok timur, tetapi setelah muncul orde
baru politik luar negri indonesia kembali ke bebas aktif ( walaupun kenyataanya
lebih condong ke Blok barat).
4.
ASEAN
·
Latar Belakang
Terbentuknya ASEAN
Latar
belakang terbentuknya ASEAN dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik kondisi
internasional, regional, bilateral, maupun kepentingan nasional, khususnya
Indonesia. Kepentingan-kepentingan dari berbagai kawasan maupun negara per
negara itu memberikan motivasi terbentuknya ASEAN. Oleh karena itu, tulisan
berikut ini hendak menunjukkan segi-segi global yang mendorong lahirnya ASEAN.[7]
·
Tujuan Kerja Sama ASEAN
Deklarasi
Bangkok yang menandai terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 antara
lain menyatakan keinginan negara-negara pendirinya untuk meletakkan landasan
yang kokoh guna memajukan kerja sama regional di Asia Tenggara yang akan
memberikan sumbangan bagi perdamaian, kemajuan, dan kesejahteraan rakyat di
kawasan ini. Sebenarnya tujuan kerja sama politik tidak tercantum secara
eksplisit dalam Deklarasi ASEAN, namun akibat perkembangan situasi regional
maupun internasional, maka kerja sama politik menjadi prioritas utama. Adapun hambatan kerja sama politik disebabkan
oleh sisa-sisa permasalahan akibat kolonialisme, terutama yang menyangkut
perbatasan antar negara yang tidak jelas. Di samping itu, pandangan politik
luar negeri yang berbeda-beda juga menjadi hambatan kerja sama regional
tersebut.
Perhimpunan
Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (Association
of Southeast Asian Nations) atau ASEAN dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967
di Bangkok oleh lima negara, yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Muangthai,
dan Singapura. Sedangkan negara-negara Asia Tenggara yang lain seperti Brunei
Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja bergabung kemudian. Dengan
demikian seluruh negara di Asia Tenggara akhirnya bergabung dalam ASEAN.
Sebelum
ASEAN berdiri, di Asia Tenggara sudah ada organisasi-organisasi regional. Pada
awal tahun 1954 telah muncul Organisasi Pakta Asia Tenggara (SEATO), namun
negara-negara di Asia Tenggara yang terlibat baru Thailand dan Filipina. Pada
tanggal 31 Juli 1961 lahir Asosiasi Asia Tenggara (ASA) yang melibatkan Malaya,
Filipina, dan Muangthai, dalam rangka untuk mendorong kerja sama ekonomi dan
budaya.
ASA
tidak berkembang karena perseteruan di antara negara-negara anggota. Filipina
mengaku memiliki Sabah di tahun 1962 yang akhirnya mematikan embrio dari
asosiasi ini. Asosiasi lainnya dikenal sebagai Maphilindo (Malaya, Filipina,
Indonesia) dibentuk pada awal Agustus tahun 1963, tetapi pecah ketika Indonesia
melancarkan konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964, dan kemudian muncul
ASEAN (1967) yang dapat mewadahi tujuan-tujuan ASA dan Maphilindo.
Berdasarkan
pengalaman dari berbagai organisasi regional yang telah tumbuh dan berkembang
di Asia Tenggara, terlihatlah bahwa organisasi regional yang bisa memadai
adalah perhimpunan yang memperhitungkan Indonesia. Sebagai negara yang paling
besar dan luas wilayah serta jumlah penduduknya di kawasan ini, Indonesia mau
tidak mau harus disertakan dalam suatu pola kerja sama yang mengandalkan
kemandirian berpikir maupun kemandirian dalam melaksanakan cita-cita ketertiban
regional. Karena itu ASEAN yang bisa menemukan pola yang sesuai dengan kondisi
yang realistis di Asia Tenggara cenderung bisa diterima oleh semua negara di
kawasan ini.
Fenomena
politik internasional dan regional serta masalah-masalah bilateral yang
terdapat di antara beberapa negara Asia Tenggara adalah faktor-faktor yang
mendorong lahirnya suatu regionalisme Asia Tenggara, yang diwujudkan oleh
organisasi kerja sama ASEAN. Faktor-faktor eksternal ini diperkuat pula oleh
berbagai keharusan dan kepentingan politik internal dari masing-masing negara
anggotanya.
Situasi
politik internasional dalam dasawarsa 1960-an masih diwarnai oleh konflik
latent, dengan percik-percik konflik langsung di sana-sini (perang Vietnam,
perang Arab-Israel dan sebagainya), konflik antara Blok Barat dan Blok Timur.
Keadaan seperti itu menumbuhkan ketegangan di beberapa kawasan, dan dalam
beberapa hal juga pertarungan intern si suatu negara, akibat adanya
pilihan-pilihan politik dalam kebijaksanaan politik luar negeri yang dilakukan
oleh suatu rejim dengan mengacu kepada salah satu kutub kekuatan dunia yang
ada.
Di
tengah-tengah suasana bipolaritas kekuasaan global antara dua negara adikuasa
(Amerika Serikat dan Uni Soviet), gema suara dari kerinduan akan suasana yang
lebih netral dan upaya peradaan ketegangan terdengar semakin keras. Jalan
tengah itu mengambil bentuk gerakan Non-blok muncul dari negara-negara relatif
muda dan baru lepas dari penjajahan setelah Perang Dunia II. Sementara itu,
fragmentasi kekuatan Barat, dengan tumbuhnya bibit-bibit kekuatan dunia baru
seperti Jepang mulai pula kelihatan. Fragmentasi serupa Blok Timur juga mulai
kelihatan dengan munculnya RRC yang tampil sebagai kekuatan raksasa baru.
Situasi
politik internasional lain yang sosoknya mulai tergambar semakin jelas ialah
kecenderungan sejumlah negara di kawasan tertentu untuk membentuk organisasi
regional. Meskipun yang terakhir itu masih lebih banyak berupa pakta pertahanan
atau kerja sama yang bersifat serupa itu, namun demikian sudah ada pula
beberapa organisasi kerja sama regional yang berlandaskan kepentingan selain
pertahanan dan mempertegas titik-titik terang keberadaan yang semakin kuat
seperti Uni Eropa.
Kecenderungan-kecenderungan
tersebut tidak hanya bersifat struktural melainkan juga fungsional, dalam arti bahwa
kepentingan-kepentingan yang terkandung di dalamnya juga ikut mengalami
pergeseran sifat. Jika sampai pertengahan dasawarsa 1960-an isu-isu politik
seperti kolonialisme, pertarungan ideologis antara demokrasi liberal melawan
komunisme dan sebagainya yang mendominasi percaturan politik internasional,
maka sejak periode tersebut isu-isu ekonomi mulai terdengar dan menguat.
Seperti
yang telah di ungkapkan di atas, faktor pendorong terbentuknya ASEAN ialah
perkembangan situasi regional secara
umum. Ketakutan akan eskalasi perang vietnam serta titik rawan dalam soal
komunisme yang dihadapi oleh setiap negara pendiri ASEAN memerlukan
langkah-langkah dan strategi tertentu untuk menghadapinya. Dengan kata lain,
dalam persoalan ini terlihat adanya kecenderungan tuntutan yang semakin
meningkat terhadap upaya penagkalan komunisme pada umumnya, dan eskalasi perang
vietnam pada khususnya. Dalam situasi seperti itulah, bisa dimengerti mengapa
pihak Thailand dengan antusias menyediakan segala prasarana bagi proses
terbentuknya ASEAN jika dilihat bahwa negara itu berkepentingan langsung akibat
faktor geografis dan hubungannya dengan Amerika Serikat.
Penggalangan
kerja sama regional dipandang bisa menjadi salah satu alternatif perwujudan
pencarian legitimasi itu, melalui konsep pembangunan nasional. Dengan kerangka
yang sama, Malaysia dan Singapura paling tidak berusaha untuk mempertahankan
tingkat kemakmuran ekonomi yang telah dicapai dengan menghindari sejauh mungkin
implikasi politik yang rawan bagi pemerintahan nasional masing-masing.
Berbagai
macam permasalahan bilateral yang dihadapi oleh masing-masing negara pendiri
dengan corak hubungan yang khas ikut pula mendorong proses pembentukan ASEAN,
salah satu contohnya Indonesia dengan Singapura. Posisi lintas Singapura,
meskipun menguntungkan, tetapi dari aspek strategi pertahanan kurang
menguntungkan. Dalam kaitan itu, pengalaman Singapura dengan politik
konfrontasi Indonesia membuat negara pulau yang dari kelima negara pendiri
ASEAN merupakan yang terkecil itu untuk mengarahkan strategi pembangunan
perekonomiannya tidak hanya sebagai pelabuhan transito, melainkan harus segera
melangsungkan proses industrialisasi. Dengan strategi seperti itu, negara pulau
tersebut akan berusaha meningkatkan daya tangkal dan ketahanan nasional
terhadap negara-negara tetangga yang wilayahnya lebih luas dan penduduknya
lebih besar.
Disamping
masalah-masalah bilateral, ternyata persoalan-persoalan domestik juga berperan
kuat dalam mendorong terbentuknya ASEAN. Indonesia baru terlepas dari peristiwa
G30S, dengan segala implikasi politik dan sosial ekonomi, dan secara umum
persoalan-persoalan mengenai peralihan kekuasaan. Pemerintahan yang baru masih
berupaya untuk memperkuat dasar-dasar legitimasi, yang akibat peristiwa
tersebut norma-norma lama yang melandasi tingkah laku serta kebijakan politik
sebelumnya telah meluntur serta kesepakatan tentang norma-norma baru belum
tertanam dengan kuat.
Jika
dilihat dari pengalaman sejarahnya, dari kelima negara pendiri ASEAN, empat di
antaranya hampir mengalami pengalaman kesejarahan yang sama. Kecuali Muangthai,
negara-negara anggota lainnya pernah mengalami penjajahn dan baru saja
memperoleh kemerdekaan dari mereka. Dengan demikian masih terdapat
persoalan-persoalan yang lazim muncul di negara-negara baru, yaitu pergulatan
dengan sistem politik yang belum mapan, suksesi antara rezim penguasa yang
tidak selalu berjalan lancar dan tanpa kekerasan, masalah persatuan dan
kesatuan bangsa pada umumnya, identitas bangsa, pembangunan ekonomi, dan
lain-lain. Sistem politik yang belum mapan misalnya dialami oleh Indonesia
dengan perubahan bentuk sistem politik dari sistem demokrasi liberal ke
demokrasi terpimpin hingga Orde Baru.
Tokoh
indonesia yang banyak berperan dalam pembentukan ASEAN adalah Adam Malik. Sebagai
Menteri Luar Negeri, Adam Malik banyak bekerja sama dengan Departemen
Pertahanan-Keamanan. Tujuan politik luar negerinya adalah meluruskan politik
luar negeri dan memulihkan citra
Indonesia dalam kaitannya dengan
usaha-usaha memulihkan perekonomian dan perintisan awal pembangunan
nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia berperan aktif sebagai
perintis pembentukan ASEAN[8].
·
Norma dan Prinsip ASEAN
Sepanjang
sembilan tahun pertama sejak dibentuk merupakan saan yang penting dan
menentukan karena sepanjang waktu itulah interaksi antar negara menjadi sumber
nilai bagi pembentukan norma-norma yang kelak menjadi pondasi untuk
keberlangsungan hubungan antar negara. Perjanjian persahabatan dan kerjasama (Treaty of Amity anda Cooperation) yang
ditandatangani pada pertemuan di Bali tahun 1976 sering disebut sebagai wujud
dari nilai-nilai global yang mendasari terbentuknya organisasi regional. Dalam
temuan Bali tersebut negara-negara ASEAN sepakat untuk:
1. Saling
menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas wilayah semua bangsa;
2. Setiap
negara berhak memelihara keberadaannya dari campur tangan, subversi, kekerasan,
dari kekuatan luar;
3. Tidak
mencampuri urusan dalam negara lain;
4. Menyelesaikan
perbedaan pendapat dan pertikaian dengan jalan damai;
5. Menolak
ancaman penggunaan kekerasan.
Menurut
Acharya, ada beberapa norma dasar yang tumbuh dalam proses evolusi ASEAN selaku
organisasi regional. Terdapat paling tidak empat norma dan prinsip yang
melandasi kehidupan ASEAN, antara lain:
1. Menentang
menggunakan kekerasan dan mengutamakan solusi damai;
2. Otonomi
regional;
3. Tidak
mencampuri urusan internal negara anggota lain;
4. Menentang
pakta militer, mendukung kerjasama pertahanan bilateral[9]
(Bambang Cipto, 2010: 22-23).
·
Situasi Global sebelum
Pembentukan ASEAN
Sejak
tahun 1945 peta politik internasional berada di bawah pengaruh perang dingin
antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin
Uni Soviet (kini Rusia). Dengan demikian sejak 1945, tiada kawasan dunia yang
penting yang lepas dari salah satu atau berbagai bentuk persaingan ideologis
Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dalam
rangka untuk mendapatkan dukungan internasional, Amerika Serikat dan Uni Soviet
aktif bertindak sebagai pemrakarsa
berbagai bentuk kerja sama regional yang berdimensi politik, ekonomi,
dan keamanan. Akan halnya kadar aktivitas masin masing adikuasa dalam berbagai
kawasan dunia amat tergantung pada prioritas yang diberikan kepada kawasan itu
oleh masing masing adikuasa, taruhan yang menjadi awal mula persaingan kedua
negara, dan keinginan dari masing masing negara kawasan yang diajak untuk
bersekutu.
Persaingan
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet itu mendorong negara negara di dunia
untuk mengikat diri dengan salahsatu negara adikuasa itu. Di samping itu,
negara negara adikuasa melibatkan diri dalam suatu kawasan tertentu untuk
mendominasi dalam bentuk kerja sama regional.
Dalam
banyak kasus, tampak jelas bawa kedekatan geografis yang berlebih lebihan pada
salah satu adikuasa dapat mengakibatkan negara negara yang berdekatan itu
menjadi amat tergantung pada salah satu negara adikuasa. Makin terikat suatu
adikuasa pada ikhtiar perlindungan terhadap kawasan yang amat berdekatan
dengannya, makin besar kemungkinan ketergatungan dan hegemoni oleh adikuasa yang
bersangkutan.
Ketergantungan
dan hegemoni yang tercipta mengakibatkan negara yang dibantu atau dilindungi
memiliki ruang gerak ang kian berkurang. Bahkan dalam persekutuan resmi, negara
kecil yang besrsangkutan secara nyata terlibat dalam persaingan politik,
ekonomi, dan keamanan yang semestinya dapat dihindarinya apabila berdekatan
geografis salah satu adikuasa tak memaksanya untuk bertindak demikian.
Dalam
hal kawasan yang letak geografisnya bertahan dari Amerika Serikat atau Uni
Soviet, kemungkinan akan keadaan ketergantungan, hegemoni dan sengketa
kepentingan menjadi berkurang. Paling tidak, perasaan bahwa keinginan yang
berlebih lebihan dari suatu adikuasa terhadap negara negara di kawasan yang
bersangkutan dapat dikurangi karena bagaimanapun, jarak yang membuat kadar
tekanan perasaan seperti itu dapat dikecilkan. Maka, sepanjang sejarah modern
Asia Tenggara, bentuk bentuk kerja sama regional yang diinginkan oleh Amerika
Serikat sesungguhnya tidak pernah mengalami tingkat kecemasan akan adanya
ketergantungan, hegemoni, atau sengketa kepentingan yang berlarut larut.
Di
Asia, terdapat serangkaian upaya untuk menciptakan dan mengembangkan kerja sama
dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai tujuan. Upaya yang paling awal,
melibatkan sejumlah negara Asia Tenggara ialah Konperensi Asia yang
diselenggarakan di New Delhi pada tanggal 23 Maret sampai 2 April 1947.
Dalam
konperensi Asia itu, di samping tuan rumah India, 17 negara Asia lain ikut
hadir dan enam dari padanya adalah wakil wakil dari Asia Tenggara, masing
masing dari Myanmar, Indonesia, Malaya, Filipina, Muangthai dan Vietnam. Pada
tanggal 20 Januari 1949 konperensi pemerintah negara negara Asia tersebut
membicarakan serangan Belanda terhadap Indonesia yang berlangsung mulai tanggal
19 Desember 1948.
Dalam
bulan Mei 1950 di Filipina diselenggarakan pertemuan Asian Union yang dihadiri
oleh tuan rumah Filipina, Australia, India, Indonesia, Muangthai, Pakistan, dan
Sri Langka. Konperensi konperensi yang diselenggarakan anatara tahun 1947 1950
itu tidak menghasilkan organisasi regional, tetapi lebbih merupakan forum
komunikasi. Namun dengan begini berbagai hal yang menjadi perhatian bersama
dapat dibahas ssehingga dapat dijadikan sebagai bahan bahan pembentukan kerja
sama yang sesungguhnya.
Sejumlah
negara negara baru di Asia menilai bahwa kalau mereka terlibat dalam salah satu
blok dalam kancah perang dingin, maka akan membahayakan kepentingan nasional
mereka. Untuk mendirikan blok ketiga secara militer terang tidak mungkin.
Karena mereka yakin bahwa dengan dibentuknya kekuatan ketiga dalam percaturan
internasional dapat mengimbangi dua blok yang saling bersaing.
Dalam
rangka untuk membentuk kekuatan ketiga (di luar Blok Barat dan Timur), kelima
negara Asia yaitu Myanmar, India, Indonesia, Pakistan dan Sri Lanka pada bulan
April 1954 bertemu di Colombo (ibu kota Sri Lanka). Dalam konperensi Colombo
itu Indonesia mengusulkan ide untuk menyelenggarakan Konperensi negara negara
dari Asia dan Afrika.
Dengan
disponsori oleh Indonesia, India, Mesir, Ghana, dan Sri Lanka maka pada tanggal
18 24 April 1955 berlangsunglah Konferensi Asia Afrika di Bandung. Meskipun
konferensi di Bandung itu tidak sampai menhasilkan sebuah organisasi kerja sama
regional, tetapi telah berhasil merubah peta
politik internasional karena KAA sebagai embrio munculnya gerakan
Nonblok.
·
Kondisi Asia Tenggara
Sebelum dibentuknya ASEAN
Kekalahan
Prancis di Indonesia dalam tahun 1954 ternyata telah merisaukan Amerika Serikat
sebagai pelopor Blok Barat, sebab kekalahan pihak Barat itu akan membawa akibat
berjatuhnya satu persatu negara negara di kawasan Asia Tenggara ke tangan
komunis, bagaikan serangkaian domino. Dari situ muncul dan berkembang teori
domino, yaitu bahwa negara negara Asia Tenggara akan jatuh satu persatu ke
tangan komunis seperti kartu domino.
Untuk
mencegah bahaya komunis tersebut, Amerika Serikat dengan negara negara Blok
Barat lainnya mengambil berbagai langkah pembendungan, yaitu dengan memilih
salah satu blok. Bagi negara Asia Tenggara yang menyatakan tetap netral dinilai
sebagai immorial, termasuk negara negara yang menjadi sponsor KAA yang non
blok.
Dalam
rangka pembendungan komunis di Asia Tenggara, maka pada tanggal 8 September
1954 dibentuklah SEATO (Southest Asia Treaty Organization) di Manila. Dengan
demikian SEATO seabagai organisasi regional yang pertama di Asia Tenggara.
Adapun anggotanya adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, Selandia
Baru, Pakistan, Filipina, dan Muangthai. Karena hanya dua negara saja yang
berasal dari Asia Tenggara, maka SEATO lemah kreadibilitasnya.
Sewaktu
Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rahman, berkunjung ke Filipina tahun
1959, ia mengusulkan pembentukan organisasi kerja sama regional yang mampu
melindungi dan memperjuangkan kepentingan kepentingan nasionalnya. Setelah
Filipina setuju, kedua negara lalu mengajak negara negara di Asia Tenggara,
namun hanya Muangthai yang menerima. Karena itu pada tanggal 31 Juli 1961
ketiga negara tersebut melalui sebuah deklarasi di Bangkok secara resmi
mendirikan ASA (Association of Southeast Asia).
Banyak
negara negara Asia Tenggara yang tidak mau bergabung dengan ASA dianggap
sebagai antak SEATO dan imperialis Amerika Serikat. Tetapi munculnya
perselisihan politik antara Malaysia dan Filipina tentang Sabah (Kalimantan
Utara) yang dimasukkan ke dalam federasi Malaysia dalam bulan September 1963
telah melumpuhkan kegiatan organisasi kerja sama regional tersebut.
Setelah
ASA menjadi beku karena masalah Sabah, Filipina mengembangkan ide untuk
membentuk semacam Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation).
Dibalik ide itu tampaknya terkandung maksud mencari penyelesaian yang memuaskan
dari perselisihan antara Malaya di satu pihak dengan Filipina dan Indonesia di
pihak lain tentang Kalimantan Utara (Sabah) yang akan masuk ke dalam Federasi Malaysia.
Karena itu pada bulan Agustus 1963 terjadilah pertemuan tingkat tinggi di
Manila antara Soekarno, Tengku Abdul Rahman dan Diosdado Macapagal, di mana
mereka antara lain menyetujui untuk mengambil langkah langkah permulaan ke arah
berdirinya sebuah organisasi kerja sama regional baru yang kemudian dikenal
dengan Maphilindo (Malaya, Philipina, dan Indonesia).
Sewaktu
Malaysia diresmikan pada tanggal 16 September 1963 yang mencakup Sabah,
Serawak,Singapura di samping Malaya ke
dalamnya Indonesia mningkatkan konfrontasi terhadap federasi baru itu. Filipina
yang yidak lagi mempunyai hubungan diplomatic dengan Malaya atau Malaysia
bekerja sama dengan Indonesibelum lagi sempat bergerak, Maphilindo praktis
menjadi lumpuh, meskipun kedua negara anggota yaitu Indonesia dan Filipina
masih meneruskan pertemuan pertemuan.
Dengan
berlangsungnya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia, maka Indonesia
membentuk poros Jakarta Pnom Penh Beijing, dan keluarnya Indonesia dari PBB.
Sulit untuk disangkal bahwa hal hal seperti itu merusak citra politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif. Praktek praktek politik luar negeri yang
cenderung memiha ke kiri, dalam hal ini RRC, dan sangar anti Barat menimbulkan
dan mengembangkan kesangian si berbagai negara tentang kemurnian prinsip bebas
aktif politik luar negeri Indonesia.
Ketika
politik luar negrei Indonesiaalami krisis kredibilitas yang berat di luar negeri, dan juga di beberapa kalangan di
dalam negeri, terutama kekuatan kekuatan non atau anti komunis seperti di Angkatan
Darat dan golongan golongan agama, meletslah peristiwa G30S/PKI. Kalau
seandainya peristiwa itu tidak berhasil ditumpas, Indonesia barangkali sudah
menjadi negara komunis dan bersamaan dengan itu prinsip bebas aktif politik
negeri kita dengan sendirinya terkubur
Keberhasilan
penumpasan G30S/PKI menjungkirbalikkan keinginan untuk membentuk negara komunis
di Indonesia. Lagipula penumpasan tersebut diikuti dengan pelanggaran PKI serta
Mrxisme atau Komunisme serta jatuhnya kekuasaan presiden Soekarno. Presiden
Soeharto dengan Orde barunya mewarisi kondisi politiik, sosial, dan ekonomi
dalam negeri yang porak poranda. Di samping itu di dunia internasional, Orde
Baru mewarisi krisis kredibilitas yang berat terhadap prinsip bebas aktif dari
politik luar negeri Indonesia. Mengembalikan ctra yang wajar dan sehat tentang
prinsip bebas aktif tersebut dalam persepsi dunia internasional merupakan salah
satu tugas politik luar negeri yang amat ndesak, di samping keperluan untuk
mencari antuan yang dibutuhkan buat merekonstruksi dan membangun kembali
perekonomian yang kondisinya sudah parah.
Pemerintah
Orde Baru berangsur angsur mengembalikan citra politik luar negeri yang bebas
aktif. Konfrontasi dengan Malaysia diakhiri dan daam waktu yang relative
singkat keanggotaan Indonesia di PBB dicairkan kembali. Serangkaian dengan itu
Indonesia memainkan peranan aktif dan menentukan dalam pembentukan organisasi
regional di Asia Tenggara.
·
Menuju ke Arah
Pembentukan ASEAN
Berakhirnya
konfrontasi Indonesia-Malaysia, ternyata telah membuka lembaran baru sejarah
Asia Tenggara. Sebelum berakhirnya konfrontasi secara formal, pemerintah
pemerintah di Bangkok, Manila, dan Kualalumpur telah memperlihatkan keinginan
mereka untuk menghidupkan kembali gagasan kerja sama kawasan dan hal itu
menghasilkan buah dengan pelaksanaan pertemuan menteri menteri luar negrei ASA
pada bulan Juli 1966. Regionalism telah menjadi pokok pembicaraan selama
berlangsungnya perundingan bilateral informal antara Indonesia dengan Malaysia
jauh sebelum prakarsa pertama yang menentukan guna memberhentikan Soekarno. Hal
ini juga menjadi agenda pembicaraan resmi antara Adam Malik dan Tuan Razak di
Bangkok pada akhir Mei 1966.
Agenda
utama yang harus diselesaikan sebelum suatu kecenderungan umum terhadap kerja
sama kawasan dapat diterjemahkan ke dalam suatu kerangka kelembagaan yang lebih
besar ialah syarat-syarat yang padanya Indonesia akan berperan serta. Kesukaran
utama adalah sama dengan apa yang menunda pencapaian persetujuan akhir untuk
mengakhiri konrontasi; yakni perlunya menghindarkan kesan kapitulasi dan
implikasi merendahkan martabat bagi Indonesia apabila menerima keanggotaan
dalam suatu asosiasi yang anggota anggotanya terdiri atas negara negara yang
mempunyai kebijaksanaan luar negeri yang melanggar nilai nilai yang
diperjuangkan oleh Republik.
Mengingat
bahwa format bagi kerja sama kawasan yang lebih luas memerlukan waktu untuk
merundingkannya, maka antusiasme awal Indonesia telah disampaikan kepada
public. Dalam suatu pernyataan di depan
Dewan Perwakilan Rakyat pada
tanggal 16 Agustus 1966, dalam mana dia menjelaskan syarat syarat persetujan
untuk membawa konfrontasi ke tahap akhir, Jenderal Soeharto mengungkapkan minat
terhadap kerja sama kawasan dalam bentuk sepenuhnya konsisten dengan pandangan
tentang tertib kawasan yang telah menjadi buah bibir dan yang dapat menerima
sebelumnya jatuhnya Soekarno.
Menurut
Jenderal Soeharto, apabila masalah Malaysia telah selesai, maka negara negara
di Asia Tenggara dapat melanagkah kea rah kehiatan kegiatan dalam bidang
kebijaksanaan luar negeri yang menjalin kerja sama yang erat berdasarkan
prinsip saling menguntungkan antara negara negara Asia Tenggara. Bangsa bangsa
di Asia Tenggara dapat menghidupkan kembali Maphilindo dalam lingkup yang lebih
luas untuk mencapai suatu Asia Tenggara yang bekerja sama dalam berbagai
bidang, terutama bidang bidang ekonomi teknik dan budaya.
Apabila
suatu Asia Tenggara yang bersatu dapat dibentuk, maka bagian dunia ini akan
mampu menghadapi pengaruh luar dan intervensi dari sudut manapun datangnya baik
itu sifatnya ekonomi maupun intervensi fisik militer. Suatu Asia Tenggara yang
bekerja sama, suatu Asia Tenggara yang bersatu, merupakan benteng dan dasar
yang paling kokoh dalam menghadapi imperialism dan kolonialisme dalam bentuk
apapun dan dari sudut manapun datangnya.
Gagasan
Soeharto mengenai kawasan Asia Tenggara masih seperti pandangan lama yang
dipegang angkatan bersenjata, yakni tentang hubungan antar negara di dalam
kawasan Asia Tenggara dan juga mengenai peranan utama yang dimainkan Indonesia
dalam mewujudkan suatu tertib kawasan. Sesungguhnya pandangan itu, sebagaimana
diartikulasikan pada bulan Agustus 1966, telah dipertahankan sejak lama tanpa
perubahan yang mendasar.
Pada
tahun 1966, antusiasme bagi kerja sama kawasan dibarengi dengan tekad untuk
menjamin bahwa setiap usaha kea rah itu akan didasarkan pada syarat syarat
Indonesia, meskipun di dalam kerangka rekonsiliasi. Itulah sebabnya, Soeharto
memberikan rujukan pada penghidupan kembali gagasan Maphilindo (gagasan Dr.
Subandrio yang waktu itu sudah diperjarakan) dalam lingkup yang lebih luas.
Namun alas an utamanya ialah Indonesia enggan bergabung ke dalam ASA dengan
asosiasi negara pengikutnya.
Suatu
permulaan baru diperlukan agar, sebagai anggota pendiri usaha baru itu,
Indonesia dapat menanmkan jejak pada kerja sama kawasan tersebut. Yang mendasar
wawasan ini ialah penolakan secara prinsip untuk menerima pentingnya peranan
kekuasaan luar untuk mengisi setiap apa yang disebut kekosongan kekuasaan yang
timbul di Asia Tenggara dengan mundurnya kolonialisme. Sesungguhnya konsep
kekosongan kekuasaan merupakan suatu yang asing bagi perspektif strategis yang
menentang pemerintahan Soekarno dan Soeharto.
Perubahan
politik di Indonesia berarti dalam satu aspek penting suatu identitas wawasan
politk ditetapkan antar lima pemerintah Asia Tenggara yang telah dilibatkan
dalam konfrontasi apakah sebagai musuh ataukah sebagai konsoliator. Perubahan
dalam sistem politik Indonesia menimbulkan suatu kesesuaian politik yang justru
tidak ada ketika ASA dibentuk tahun 1961. Walaupun Indonesia menegaskan kembali
secara formal prinsip prinsip kebijaksanaan luar negeri yng didasarkan pada
pencegahan asosiasi yang bersifat aliansi atau memberikan fasilitator bagi
pangkalan militer asing, di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto telah bergabung
ke dalam jaringan informal negara negara yang berpandangan serupa yang
merentang Asia Tenggara dan di luarnya, yang di dalamnya Muangthai, Malaysia,
Singapura, Filipina sudah menjadi anggota. Dalam hal ini, Indonesia merupakan
mitra sejajar, walaupun tidak setara. Sesungguhnya, wilayahnya yang luas,
sumber sumber alam dan penduduknya menambah suatu dimensi ke dalam kerja sama
kawasan yang tak hanya selama ini tidak ada tetapi juga telah menyebabkan usaha
sebelumnya tampak lemah.
Pemerintah
pemerintah di Muangthai dan Filipina menanggapi dengan semangat ungkapan minat
Jenderal Soeharto dan usaha, pada mulanya, untuk memajukan suatu asosiasi Asi
Tenggara bagi kerja sama wawasan. Selain persoalan mencari rujukan yang tepat
hal itu mungkin memakan waktu sedikit untuk meykinkan perdana menteri Malaysia,
Tengku Abdul Rahman, akan maksud baik Indonesia terutama karena kedua negara
ini belum mempunyai hubungan diplomatic.
Dalam
kenyataannya, kebaikan mengkombinasikan suatu kerangka bagi rekonsiliasi
kawasan dengan suatu format bagi tertib kawasan mempengaruhi saat itu. Kerja
sama kawasan dengan peran serta Indonesia yang bersemangat menyerupai, untuk
tahap tertentu, tahap perkembangan sistm antar Amerika ketika pemasukan secara
melembaga negara yang paling kuat di kawasan itu dipertimbangkan baik sebagai
saranba untuk memuaskan ambisinya yang wajar dan juga untuk mengendalikan
kecenderungan hegemoninya yang lebih dapat ditolak. Pemerintah Indonesia, baik
sebagai obyk maupun yng beruntung dari logika ini, sadar sepenuhnya akan kedua
fungsi sengaja kerja sama kawasan itu sejak dari awal.
·
Peran Indonesia dalam
Pembentukan ASEAN
Setelah
keluar dari tragedy tahun 1965, Indonesia telah mengalami perubahan politik
luar negerinya. Pendekatan dan persepsi baru dalam kebijaksanaan politik luar
negeri ini berpedoman pada dua hal pokok. Pertama, kepentingan nasional yang
diperhitungkan secara realistis. Kepentingan nasional Indonesia itu antara lain
mengatasi masalah ekonomi. Kedua, kenyataan kenyataan yang terdapat dalam dunia
internasional yang dapat digunakan untuk mencapai cita cita bangsa Indonesia,
termasuk perannya dalam menjaga perdamaian dunia.
Dengan
politik luar negerinya yang baru itu, Indonesia akan bekerja sama dengan negara
negara lain di dunia, dengan organisasi organisasi dan badan badan
internasional yang ada, demi kepentingan nasional Indonesia untuk menanggulangi
kesulitan ekonomi.
Dengan
penegasan kembali prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif,
maka dirumuskanlah langkah langkah yang akan diambil. Langkah langkah itu ialah
memperbaiki kesalahan pengertian dari negara negara Blok Barat maupun Blok
Timur. Oleh karena itu Indonesia segera kembali ke PBB, serta melakukan
pendekatan kepada Blok Barat dan Timur. Dampak yang diharapkan muncul dari
langkah langkah ini ialah meningkatnya kreadibilitas Indonesia di mata
internasional sehingga dengan pulihnya kepercayaan ini maka dalam jangka
menengah maupu jangka panjang bisa dilakukan pembangunan nasional.
Kebijaksanaan
politik luar negeri Indonesia yang baru ini membawa implikasi seperti yang
diharapkan. Meningkatnya kreadibilitas Indonesia di mata internasional ditandai
dengan meningkatnya jumlah bantuan dan pinjaman luar negeri yang diterima, baik
yang diterima dari negara negara sahabat maupun badan badan internasional. Di
samping itu, penyelesaian masalah Irian Jaya dan konfrontasi dengan Malaysia
mendapatkan titik terang.
Jika
pada masa sebelumnya Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan
Singapura, maka setelah Orde Baru berkuasa memutuskan bahwa hubungan Indonesia
dengan Singapura segera dipulihkan. Sekitar dua bulan setelah Indonesia
memutuskan untuk memulihkan hubungan Singapura, maka pada tanggal 6 Juni 1966
pemerintah Singapura memutuskan untuk mengakui Indonesia dan menyetujui diadakannnya
pertukaran wakil wakil diplomatic. PM Malaysia, Tengku Rizal Abdul Rahman yang
semula menetang keputusan Singapura untuk membuka hubungan dengan Indonesia,
telah menyatakan kegembiraannya. Langkah tersebut dinilai sebagai langkah
menuju perdamaian dan keamanan daerah Asia Tenggara.
Perubahan
sikap Tengku Abdul Rahman dinyatakan, karena hasil Persetujuan Bangkok antara
Malaysia Indonesia menambahkan pula bahwa akan lebih baik lagi apabila
pembukaan hubungan diplomatic antara Indonesia, Malaysia dan Singapura dapat
dilakukan serentak.
Konfrontasi
Indonesia Malaysia yang telah berlangsung selama tiga tahun, dihentikan
berdasarkan persetujuan bersama yang ditandatngani pada tanggal 11 Agustus 1966
sebagai hasil persetujuan di Bangkok pada bulan Juni 1966 antara kedua
pemerintahan bersangkutan. Dalam persetujuan itu Indonesia diwakili oleh
Menteri Utama Bidang Poltik/Luar Negeri Adam Malik, dan pihak Malaysia oleh
wakil PM Tuan Abdul Razak.
Dalam
peranjian yang ditandatangani di Jakarta tersebut dinyatakan bahwa kedua
pemerintah setuju untuk diselenggarakannya pemilihan umum di Sabah dan Serawak
dalam waktu yng secepatnya, secara bebas dan untuk member kesempatan kepada
rakyat kedua daerah tersebut untuk menetukan kedudukannya. Hubungan diplomatic
Malaysia Indonesia akan segera dilaksanakan dan pertukaran perwakilan
diplomatic segera diadakan.
Pada
akhir tahun 1966, Indonesia menawarkan kepada negara negara di Asia Tenggara
untuk berhimpun dalam suatu wadah organisasi kerja sama regional dalam rangka
membangun dan mengisi kemerdekaan nasional masing masing. Ide itu disampaikan
kepada Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja dan Myanmar. Terhadap
tawaran itu, ternyata hanya Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang
menyambut baik.
Pemerintah
Myanmar dalam tanggapannya mengenai rencana kerja sama regional di Asia
Tenggara itu menyaakan bahwa negara itu tidak menentang proyek tersebut; namun
Myanmar tidak dapat ikut serta menjadi anggotanya berdasarkan pertimbangan
tertentu. Sedangkan Kamboja tidak ingin ikut serta dalam usaha usaha regional
apa pun di mana Thailand ikut serta secara aktif. Sebalinya pejabat pejabat di
Thailand berpendapat bahwa tanpa ikut sertanya Myanmar dan Kamboja, maka kelima
negara Asia Tenggara tersebut akan lebih mampu membentuk suatu organisasi yang
sanggup menghadapi pasar dunia bagi kepentingan negara anggota. Sementara itu
Sri Lanka menyatakan diri ingin bergabung dengan organisasi yang akan dibentuk
itu, sehingga masalah batas batas geografis akan ditetapkan dalam pertemuan.
Dalam
pertemuan tanggal 5 8 Agustus 1967 di Bangkok mengenai realisasi pembentukan
suatu kerja sama regional yang baru, Indonesia menentang pasukan asing di
wilayah Asia Tenggara; meskipun hendaknya hal ini tidak menjadi rintangan bagi
usaha pembentukan organisasi baru kerja sama regional Asia Tenggara yang harus
bersifat nonpolitik nonmiliter, dan hal itu hanya dapat terjadi dengan perginya
pasukan asing dari Asia Tenggara.
Menanggapi
persoalan di atas, Menlu Narcio Ramos dari Filipina, mengadakan pembelaan
terhadap pandangan pemerintahannya yang dianggap perlu adanya pangkalan asing
(Amerika Serikat) di Filipina. Sedangkan Singapura dan Malaysia menyatakan
bahwa pasukan Inggris yang ada di negeri mereka tidak lama lagi akan ditarik.
Karena
Indonesia baru saja terlepas dari kekuasaan komunis dan kebijaksanaan politik
luar negerinya menjauhi garis kiri, dan anggota anggota lainnya anti komunis
atau paling tidak non komunis, maka ada kesan bahwa ASEAN dibentuk oleh Blok
Barat guna membendung komunis di Asia Tenggara. Namun kesan tersebut sulit
dibuktikan, sebab negara negara anggotanya menghindari perlawanan dengan negara
negara komunis.
Jika
dilihat dari proses pembentukan ASEAN, kelihatan bahwa organisasi ini lebih
sebagai antisipasi terhadap perkembangan politik di masa itu serta masa masa
berikutnya. ASEAN tidak dibentuk sebagai sebuah organisasi dengan konsep konsep
yang dipersiapkan secara matang dan terencana untuk jangka panjang.
Situasi
pada waktu itu memang tidak memungkinkan. Dengan pemahaman atas keadaan seperti
ini, maka seluruh makna yang bisa diperoleh Indonesia dari ASEAN tersebut di
atas bukanlah makna makna besar yang langsung didapat setelah ASEAN terbentuk.
Sejak semula, harapan yng bisa ditumpukan pada organisasi baru ini dari pihak Indonesia
sebagai penggagas ialah ASEAN bisa berfungsi sebagai sarana peredaan setelah
terjadi perubahan politik lur negeri Indonesia.
Setelah
terjadi peredaan ketegangan, lalu diambil langkah langkah pemulihan cita
politik Indonesia di mata negara negara tetangga di kawasan Asia Tenggara
khususnya dan dunia internasional pada umumnya. Implikasinya, melalui ketahanan
ekonomi dan politik, bisa dirasakan makna ketahanan regional dalam bidang
pertahanan dan keamanan[10].
·
Perkembangan ASEAN
Sejak
tahun 1971 negara-negara anggota ASEAN mendukung konsep wawasan damai, bebas
dan netral di Asia Tenggara (Zone Of Peace, freedom and neutrality in South
East Asia = ZOPFAN). ASEAN akan senantiasa menanggapi perubahan-perubahan
diwilayah Asia Tenggara ini tidak dengan cara-cara militer, tetapi dengan
tindakan usaha meningkatkan kesatuan dan mengintensifkan usaha-usaha
pengembangan stabilitas nasional dan regional. Oleh karena itu tidaklah terlalu
keliru kalau dikatakan bahwa kerja sama ASEAN juga akan menyangkut soal
pertahanan, tetapi dalam arti bahwa ASEAN secara keseluruhan tidak bersedia
menerima suatu bentuk aliansi yang amanpun.
Selanjutnya
pada periode tahun 1973-1974 terjadi gelombang inflasi dan resensi kemudian
melanda keseluruh dunia. Hal ini ternyata sangat berpengaruh terhadap
perkembangan ASEAN terutama yang menyangkut soal ekonomi. Sehingga kerjasama
diberbagai bidang yang menyangkut soal ekonomi semakin diperkuat. Apalagi
dengan kemenangan vietnam tahun 1975, maka semakin mendesak untuk terus
memperkokoh kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN.
Memasuki
ulang tahunya yang kesembilan, ASEAN memulai bagan baru, dimana pada watu itu
tahun 1976 untuk pertama kali diselenggarakan pertemuan kepala-kepala
pemerintahan dari negara-negara anggota ASEAN dalam suatu KTT di Bali
(Indonesia). Hal ini merupakan tahap baru dari aktivitas ASEAN. Organisasi
regional ini berusaha mendekmonstrasikan solidaritas dari berbagai bidang
termasuk upaya terhadap solidaritas politik, sebagai suplemen yang ikut memperkokoh
kerjasama dibidang-bidang yang lain. Hal ini sebagai unsur pokok dalam konsep
regionalisme. Dan solidaritas itu menjadi semakin mantap setelah disusul dengan
KTT yang kedua tahun 1977 Kuala Lumpur.
Selama
sepuluh tahun ASEAN telah mencatat hasil yang cukup spektakuler yang belum
pernah diimpikan orang 15 tahun yang lalu. Tidak pernah terjadi dalam lintasan
sejarah di kawasan ini, kerjasama yang erat, saling pengertian diliputi suasana
kekeluargaan, tukar menukar mission, volume perdagangan yang semakin hari
semakin meningkat, disamping kerjasama dibidang ilmu pengetahuan, kebudayaan,
kesenian, dan solidaritas politik yang semakin mantab dan nyata, saling
tanggungjawab dan konsultasi.
KTT
kedua di Kuala Lumpur itu telah menghasilkan pernyataan bersama yang disebut
dengan final comunique. Para kepala pemerintahan menyatakan kepuasan, karena
ASEAN telah membuat kemajuan yang sangat menonjol terutama melalui peningkatan
dan penggiatan kerjasama ekonomi, sosial, budaya, serta pengokohan landasan keadilan
sosial dan persamaan derajat bagi semua negara-negara anggota secara
individual. Dalam komunike ini para kepala pemerintahan ASEAN juga menegaskan
kemabli bahwa deklarasi ASEAN dan Deklarasi Kesepakatan ASEAN, menjadi dasar
kerjasama ASEAN. Bentuk hubungan dan kerjasama berbagai sektor telah
mencampakkan suatu postur regionalisme yang betul-betul mantap. Bahkan
kerjasama dibidang politik yang merupakan konsekuensi dari semua itu telah
semakin riil dan mapan. Dilepaskanya tuntutan filipina atas Sabah terhadap
Malaysia adalah ;swalah satu bentuk nyata dari sikap kerukunanya yang
luarbiasa, agar merupakan solidaritas regional yang kokoh, tahan dan kompak.
Perkembangan
lain yang perlu dicatat dala KTT yang kedua tersebut adalah diadakanya dialog
dengan negara-negara sahabat yakni Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Dialog
dengan ketiga negara sahabat ini mempunyai arti penting. Disamping memberikan
keuntungan dibidang ekonomi, juga memperkuat posisi ASEAN di mata dunia
internasional. Dan ternyata ASEAN dalam perkembanganya telah dipandang sebagai
badan kerjasama ikut menentukan percaturan internasional. Bahkan secara
mendasar ASEAN tela menarik negara lain. Sebagai contoh keinginan Srilanka
untuk menjadi anggotanya. Semakin mantapnya posisi ASEAN di kawasan Asia
Tenggara, telah menimbulkan rasa risi dan iri dari negara-negara Indocina,
khususnya rezim Hanoi. Dengan berbagai alasan ketidak setujuanya terhadap
ASEAN, Vietnam seringkali melontarkan tuduhan-tuduhan kepada ASEAN sebagai
appendix dari negara-negara super powers
yang imperialistis. Tuduhan politis inilah yang sebenarnya perlu ada pengkajian
lebih lanjut. Apakah tuduhan-tuduhan vietnam itu tidak hanya sekedar kamuflase
dari berbagai kekurangan di dalam negeri atau ada alasan-alasan idiologis atau
politis. Ketiga alternatif ini sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan.
Soal
kekurangn dalam negeri terutama dalam usaha mensejahterakan rakyatnya, Vietnam
sementara ketinggalan dalam bersaing dengan ASEAN, karena ia harus berbenah
diri terlebih dahulu. Dari segi ideologi tidak dapat disangkal lagi jelas
ditopang oleh ideologi komunis yang selama ini melandasi sistem pemerintahanya.
Hal ini berbeda sekali dengan ideologi-ideologi yang dianut oleh masing-masing
negara anggota ASEAN. Sedangkan dari faktor politik jelas perkembangan ini
ditunjang ole adanya berbagai situasi konflik dan persaingan, misalnya konflik
Sino-Vietnam, konflik Sino-Soviet, persaingan antara Super-Powers Amerika- Uni Soviet, RRC dan persaingan antara ASEAN
dengan pihak Indocina sendiri. Ini semua ikut menetukan kompleksisitas dan
ramiflikasinya percaturan politik di kawasan Asia Tenggara.
Sehubungan
dengan itu, bagi ASEAN untuk menghadapi berbagai perkembangan tersebut harus
mengambil sikap yang lebih tegas dan konsisten. Pertama harus terus berupaya
untuk memperkuat organisasi ASEAN, kedua meningkatkan perkembangan ekonomi
rakyat di negara-negara komunis dan ketiga perlu memelihara kesatauan langkah,
sikap yang teguh dengan menyambut baik setiap sikap bersahabat dan konstruktif[11].
(Roeslan Abdulgani, 1978: 70-73).
Selain
itu, baru-baru ini dari seluruh anggota ASEAN sepakat untuk melakukan suatu
kerjasama-kerjasama. Dan dihasilkan kerjasama-kerjasama tersebut antara lain:
a. Kerja
Sama ASEAN-Cina (ACFTA) dan Penggadangan ME ASEAN
1. Kerjasama
ASEAN-Cina (ACFTA)
Sejak 1 Januari 2010, Perhimpunan
Bangsa-bangsa Asia Tenggara, ASEAN, mulai berlangsung Kawasan Perdagangan Bebas
ASEAN-Cina (ACFTA). Di satu sisi ASEAN berharap agar kerja sama itu dapat
membantu ekonomi ASEAN yang terpuruk dan mengurangi ketergantungannya pada
pasar barat, sedangkan di sisi lain Cina ingin mengimbangi kekuatan ekonomi
Jepang maupun ekonomi Barat lainnya.
Tujuan jangka panjang ASEAN mewujudkan
Komunitas ASEAN, berdasarkan tiga pilar keamanan, ekonomi, dan kebudayaan, yaitu
ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN
Social Cultural Community (ASCC).
Sejauh ini Cina sudah mengambil berbagai
kebijakan yang terkait dengan kalimnya atas wilayah di kawasan tersebut. Untuk
memperkokoh klaimnya, Cina sudah mengeluarkan undang-undang yang menguatkan
klaim atas pulau-pulau di Paracel dan Spratly. Negara tersebut juga
mengeluarkan lisensi kepada Crestone Oil Company, untuk eksplorasi minyak di
daerah yang jauh dari Cina, atau dari Spratly.
Selama dua dasawarsa, Cina dikenal
sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat yang diimbangi dengan
peningkatan kekuatan militernya. Karena itu tidak mengherankan apabila semua
media selalu menempatkan Cina sebagai berita utamanya, baik membahas dari segi
ekonomi maupun politiknya.
Bersamaan dengan mencuatnya kekuatan
ekonomi-milter Cina, dunia diwarnai kecemasan bagaimana “menangani” Cina.
Sebagai negara yang ekonominya kuat dan dibarengi dengan menonjolnya kekuatan
militernya, mendorong Cina semakin percaya diri. Karena itu Cina mulai
mengibaskan kekangan atau aturan yang berlaku di negara lain.
Di samping memiliki kekuatan ekonomi,
kekuatan militernya cukup mengagumkan. Kalau dilihat dari segi jumlah
personilnya, saat ini negeri itu memilki lebih dari 3 juta prajurit. Ini
berarti bahwa Cina mempunyai kekuatan militer yang terbesar di Asia, bahkan
dari segi personil paling besar di dunia. Sedangkan anggaran belanja untuk
keperluan Angkatan Bersenjatanya hampir menyamai Jepang. Sementara anggaran
Angkatan Bersenjata Jepang adalah nomor dua di sunia setelah merika Serikat.
Jika dilihat dari peralatan-peralatan
militer yang dibeli, maka bisa diperkirakan bahwa Cina memiliki motif
ekspansionis. Hal ini bisa diketahui dari pembelian alat-alat seperti berbagai
sistem pengendalian radar serta rudal jarak jauh. Kemudian pernah di coba
diledakkan di dekat Taiwan agar negeri pulau itu tunduk padanya. Bahkan Cina
secara aktif melakukan percobaan nuklir.
Kebangkitan ekonomi dan militer Cina
tidak mustahil jika memunculkan kekhawatiaran terjadinya ancaman terhadap Asia
Tenggara. Negara-negara di Asia Tenggara merasa khawatir terhadap pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi dan militer tersebut. Itulah sebabnya, walau para
anggota ASEAN hampir semuanya mempunyai hubungan diplomatik deagan Beijing,
tetapi kadar hubungan belum optimal. Hal ini disebabkan oleh rasa khawatir dari
para pemimpin negara-negara tersebut terhadap kemungkinan ancaman dari Cina.
Kawasan Asia Tenggara itu dulu menjadi
salah satu penyalur utama kebutuhan Cina, sedangkan sekarang ini telah berubah
menjadi wilayah pemasaran yang menguntungkan bagi Cina. Di sisi lain, ASEAN
juga sudah merasakan manfaatnya atas kerja sama dengan Cina. Perdagangan dengan
negeri itu meningkat tiga kali lipat dalam dekade lalu, dengan surplus di pihak
ASEAN. Di samping itu, ASEAN khawatir akan ditinggalkan dalam globalisasi.
Namun perlu disadari pula bahwa dalam
jangka panjang tidak dapat disangkal lagi jiak ASEAN akan berada di bawah
bayang-bayang kekuatan ekonomi Cina. Apalagi perkembangan militernya yang
begitu terprogram dan canggih, maka RRC juga bisa jadi ancaman militer terbesar
bagi negara-negara Asia Tenggar. Itulah beberapa sisi gelap yang perlu
diwaspadai.
2. Penggadangan
ME ASEAN
Pada tanggal 7-8 Mei 2011, ASEAN
mengadakan KTT KE-18 di Jakarta. Dalam KTT itu ditegaskan kembali niat ASEAN
untuk membentuk Masyarakat Ekonomi (ME) ASEAN tahun 2015. Hal ini sejalan
dengan Piagam ASEAN yang disahkan pada bulan Desember 2008.
Piagam tersebut merupakan tonggak
penting dan bersejarah bagi pembentukan kesatuan ekonomi, politik, demokarasi,
sosial budaya, perlindungan hak asasi, dan pelestarian alam. Gagasan
pembentukan pasar bersama (ME) ASEAN, antara lain, diinspirasi oleh proses
pembentukan dan pelaksakan Uni Eropa. Meskipun ASEAN bukanlah Uni Eropa,
peluang organisasi regional Asia Tenggara itu membentuk kesatuan ekonomi,
politik, dan budaya terbuka lebar pula. Keberadaan ASEAN yang sudah lebih dari
empat puluh tahun itu merupakan modal penting untuk membangun pasar bersama
ASEAN[12].
2.5
Dampak
Kerjasama Negara-Negara di Asia Tenggara
Dalam
segala tindakan, pasti memiliki suatu dampak atau efek dari tindakan-tindakan
yang dikerjakan. Begitu pula dengan suatu kegiatan kerjasama, lebih-lebih dalam
suatu bentuk kerjsama yang menyangkut organisasi besar seperti negara.
Kerjasama-kerjsama yang telah diuraikan sebelumnya yang ada di kawasan Asia
Tenggara, sedikit banyak memberikan perang yang cukup terlihat bagi
negara-negara anggotanya. Secara umum diperoleh dampaknya antara lain:
·
Semakin meningkatnya
perdamaian antar negara-negara dalam satu kawasan Asia Tenggara;
·
Dalam bidang militer,
semakin meningkatnya kekuatan pertahanan dalam kawasan Asia Tenggara;
·
Dalam bidang ekonomi,
semakin meningkatnya kerjasama-kerjasama yang saling menguatkan perekonomian
negara-negara ASEAN, serta memumculkan peluang-peluang ekonomi yang lebih besar
bagi perkembanganya. Sehingga muncullah beberapa wujud kerjasamanya, antar
lain:
1. Komite
keuangan dan perbankan (COFAB);
2. Komite
bahan pangan, pertanian, dan kehutanan (COFAF);
3. Komite
industri, mineral, dan energi (COIME);
4. Komite
perhubungan dan komunikasi (COTAC);
5. Komite
perdagangan dan pariwisata (COTT).
6. Dll.
·
Dalam bidang sosial
budaya, terbentuknya kerjasama-kerjasama dalam bidang sosial budaya. Dan
terwujud dalam beberapa kerjasama, antara lain:
1. Komite
pembangunan sosial;
2. ASEAN
conference on civil service matters;
3. ASEAN
senior on drug mattters;
4. Komite
kebudayaan dan penerangan;
5. Komite
ilmu pengetahuan dan teknologi[13];
6. Dll
(Sekretariat Nasional ASEAN, 1992: 29-126)
·
Dalam bidang politik,
yaitu semakin terbukanya upaya-upaya untuk menjembatani kepentingan-kepentingan
masing-masing anggota ASEAN dalam melakukan upaya diplomasi dengan sesama
anggota lainya;
·
Munculnya kerjasama
dengan bangsa ketiga atau negara-negara selain anggota ASEAN. Antara lain;
Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, Korea Utara, Selandia Baru,
Masyarkat Eropa (ME), dan UNDP[14].
·
Teratasinya
permaslahan-permasalahan masing-masing anggota ASEAN dengan bantuan anggota
lainya;
·
Dll.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara
etimologi kerjasama berasal dari bahasa Inggris “Cooperation” yang memiliki
arti yang sama yakni kerjasama. Kerjasama merupakan kegiatan bersama antara dua
orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama.
Sejak
abad 16 pada masa kolonialisme Eropa, merembeslah pula kebudayaan dan peradaban
barat di Asia Tenggara. Sejak itu kawasan Asia Tenggara menjadi daerah rebutan
antara berbagai kekuasaan Eropa. Sampai pecahnya perang Pasifik pada tahun
1945, maka kekuasaan-kekuasaan Dunia Barat itulah yang main dalam panggung
sejarah Asia Tenggara. Setelah interregnum okupasi militer Jepang selama
tiga setengah tahun antara tahun 1942-1945, maka tampillah rakyat pribumi
kembali sebagai pemain aktif di panggung sejarah Asia Tenggara hingga dewasa
ini berkat adanya Pergerakan Kemerdekaan Nasional di mana-mana.
Sejak
abad 16 pada masa kolonialisme Eropa, merembeslah pula kebudayaan dan peradaban
barat di Asia Tenggara. Sejak itu kawasan Asia Tenggara menjadi daerah rebutan
antara berbagai kekuasaan Eropa. Sampai pecahnya perang Pasifik pada tahun
1945, maka kekuasaan-kekuasaan Dunia Barat itulah yang main dalam panggung
sejarah Asia Tenggara. Setelah interregnum okupasi militer Jepang selama
tiga setengah tahun antara tahun 1942-1945, maka tampillah rakyat pribumi kembali
sebagai pemain aktif di panggung sejarah Asia Tenggara hingga dewasa ini berkat
adanya Pergerakan Kemerdekaan Nasional di mana-mana. kerja sama regional ialah
bahwa negara-negara yang melaksanakan kerja sama tadi terlebih dahulu mencapai
kata sepakat tentang manfaat bersama yang diperoleh dari keterikatannya pada
satu usaha bersama daripada menjalankan kegiatan pembangunan secara terpisah
dan tersendiri.
Sebelum
terbentuk organisasi-organisasi yang
khas Asia Tenggara, pada tahun 1947
sudah ada organisasi atau pun konferensi-konsrensi internasional yang
melibatkan bangsa-bangsa di Asia
Tenggara yang dibentuk oleh PBB maupun oleh Blok Barat maupun Timur.
Sedangkan konferensi-konferensi yang
melibatkan negara-negara Asia Tenggara adalah Konperensi Asia yang dibentuk di
New Delhi tahun 1947. Organisasi maupun
konferensi-konferensi yang melibatkan negara- negara di Asia Tenggara
tahun 1950 atau sebelumnya, terbukti tidak menghasilkan organisasi-organisasi kerja sama
regional, tetapi lebih merupakan forum komunikasi.
Dalam
perkembangannya, maka sejak tahun 1950 muncul organisasi,-organisasi regional
yang lebih bercirikan keja sama regional Asia Tenggara. Berikut bentuk-bentuk
kerjasama yang ada di Asia Tenggara:
- SEATO
- ASA
- MAPHILINDO
- ASEAN
3.2 Saran
Dalam
menjalankan suatu kehiduapan, selalu didalamnya terdapat upaya-upaya dalam
mempertahankan keberadanya dengan keadaan yang diinginkan dan mengupayakan
pencapaian tujuan.
Dalam
era serba modern saat ini, manusia dituntut untuk hidup dengan segala ketatnya
dan kerasnya persaingan kehidupan yang ada. Sesuai dengan konsep bahwa manusia
merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa manusia hidup selalu bersosial
dengan orang lain atau harus dengan bantuan orang lain atau bisa dikatakan
tidak bisa hidup sendiri.
Dalam
asumsi yang lebih besar dari seorang manusia yaitu kelompok manusia seperti
negara, juga kan melakukan tindakan demikian dalam melakukan upaya dalam
memenangkan keadaan dan selalu bertahan. Uapaya-upaya tersebut dapat
termanifestasikan dalam bentuk kerjasama. Kerjasama dibuat, tentunya untuk
mencapai suatu tujuan.
Sebagai
anggota dalam kerjasama, sudah sepantasnya melakukan hal-hal atau prosedur
sesuai dengan instruksi yang diberikan. Mengupayakan sikap sinergi antar
anggota serta loyalitas yang tinggi akan mampu mewujudkan harapan bersama
apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Oleh
karena itu, perlu kiranya kesadaran yang besar untuk melakukan kerjasama yang
nantinya akan menuaikan hasil yang positif bukanya kerugian yang di terima.
DAFTAR PUSTAKA
......... 2014. Pengertian
Kerjasama Menurut Para Ahli. http:// Pengertian
Kerjasama Menurut para Ahli _ DuniaPelajar.com.htm. [17 Mei 2015].
Abdulgani, Roeslan. 1978. Indocina
dalam Kawasan Asia Tenggara Dewasa Ini. Jakarta: Yayasan Idayu.
Cipto, Bambang. 2010. Hubungan
Internasional di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sekretariat Nasional ASEAN. 1992.
ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.
Wiharyanto, A Kardinat. 2012.
Sejarah Asia Tenggara dari Awal Tumbuhnya Nasionalisme Sampai Terbangunya
Kerjasama ASEAN. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Reny. 2012. Kerjasama Negara-Negara
di Asia Tenggara. http:// RennyManiez KERJA SAMA NEGARA NEGARA DI ASEA TENGGARA.htm.
[17 Mei 2015].
[1] ......... 2014. Pengertian Kerjasama Menurut Para Ahli. http:// Pengertian
Kerjasama Menurut para Ahli _ DuniaPelajar.com.htm. [17 Mei 2015].
[2] Abdulgani,
Roeslan. 1978. Indocina dalam Kawasan
Asia Tenggara Dewasa Ini. Jakarta: Yayasan Idayu. Hlm. 25-26.
[3] Abdulgani,
Roeslan. 1978. Indocina dalam Kawasan
Asia Tenggara Dewasa Ini. Jakarta: Yayasan Idayu. Hlm. 26-28.
[4] Wiharyanto, A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma. Hlm.
[5] Wiharyanto, A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma. Hlm.
[6] Reny.
2012. Kerjasama Negara-Negara di Asia
Tenggara. http:// RennyManiez KERJA SAMA NEGARA NEGARA DI ASEA
TENGGARA.htm. [17 Mei 2015].
[7] Wiharyanto,
A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara
dari Awal Tumbuhnya Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Hlm.
[8] Wiharyanto,
A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara
dari Awal Tumbuhnya Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Hlm. 177-185.
[9] Cipto, Bambang. 2010. Hubungan Internasional di Asia Tenggara.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 22-23.
[10] Wiharyanto, A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
[11] Abdulgani, Roeslan. 1978. Indocina dalam Kawasan Asia Tenggara
Dewasa Ini. Jakarta: Yayasan Idayu. Hlm. 70-73.
[12] Wiharyanto, A Kardinat. 2012. Sejarah Asia Tenggara dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunya Kerjasama ASEAN. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma. Hlm. 195-200.
[13] Sekretariat Nasional ASEAN. 1992. ASEAN Selayang Pandang. Jakarta:
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Hlm. 29-126.
PANGGILAN JIHAD FI SABILILLAH
BalasHapusDIBAWAH KOMANDO PERANG IMAM MAHDI
PASUKAN BERSENJATA PANJI HITAM
NEGARA KHILAFAH ISLAM
AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
MEMBUKA PENDAFTARAN MILITER SECARA RESMI TERBUKA
DISELURUH DUNIA
http://bit.ly/2yoTUC1
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.
Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati dalam hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com