BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pariwisata
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan
maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan
tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang
diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan
wisatawan.[1]
Dalam
semakin bertambahnya waktu, suatu konsep yang disebut pariwisata atau
aspek-aspek yang mengikutinya, semakin mengalami perkembangan yang signifikan.
Salah satunya adalah mengenai jenis-jenis pariwisata. Dapat diambil suatu garis
besar, bahwa jenis-jenis pariwisata berkembang sesuai dengan minat wisatawan
yang ingin melakukan suatu kegiatan wisata.
Salah
satu cabang dari salah satu jenis pariwisata akan menjadi suatu pembahasan yang
lebih mendalam dalam makalah ini, yaitu jenis dalam jenis wisata budaya yang
terkfokuskan pada objek wisata budaya manusia pada masa prasejarah.
Dalam
kajian ini, menguraikan secara umum mengenai salah satu objek wisata yaitu
wisata prasejarah. Seperti yang diketahui, bahwa suatu fase budaya manusia yang
dinamakan fase prasejarah merupakan tahapan awal manusia membuat suatu
peradaban dan mengembangkanya. Dari kegiatan pembuatan mula atau pun
pengembangan kebudayaan pada masa prasejarah banyak meninggalkan benda-benda
peninggalan sisa-sisa keberadaan aktivitas prasejarah yang sampai saat ini
dapat diamati ataupun dinikmatidengan nyata.
Dengan
adanya sisa-sisa peninggalan yang masih ada tersebut pastilah memiliki cerita
dibaliknya dan daya tarik sendiri bagi manusia jaman sekaran untuk dijadikan
bahan penelitian ataupun yang lebih berkembang adalah sebagai suatu objek
wisata. Pengembangan suatu fungsi dan pandangan masyarakt tersebut menjadi
suatu hal yang menarik untuk dikaji secara menadalam dan lebih jauh yaitu
mengenai objek wisata prasejarah.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1) Apa
yang dimaksud dengan objek wisata?
2) Apa
yang dimaksud dengan prasejarah?
3) Apa
yang dimaksud dengan objek wisata prasejarah?
4) Apa
karakteristik dan fungsi dari objek wisata prasejarah?
5) Bagaimana
kelebihan dan kekurangan dari objek wisata prasejarah?
6) Bagaimana
objek wisata prasejarah di Indonesia?
1.3
Manfaat
dan Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Mengetahui
dan memahami akan pengertian objek wisata;
2) Mengetahui
dan memahami akan pengertian prasejarah;
3) Mengetahui
dan memahami akan pengertian objek wisata prasejarah;
4) Mengetahui
dan memahami karakteristik dan fungsi dari objek wisata prasejarah;
5) Mengetahui
dan memahami kelebiahn dan kekurangan dari objek wisata sejarah;
6) Mengetahui
dan memahami mengenai objek wisata prasejarah di Indonesia.
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Memahami
lebih jauh akan definisi objek wisata, definisi prasejarah, dan objek wisata
prasejarah;
2) Memahami
lebih jauh akan karakteristik, fungsi, kelebihan dan kekurangan dari objek
wisata prasejarah;
3) Memahami
lebih jauh akan objek wisata prasejarah di Indonesia.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Objek Wisata
Pariwisata
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan
maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan
tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang
diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan
wisatawan.[2]
Pengertian
pariwisata menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 butir 3 dimana
yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Sementara
itu pengertian kepariwisatan menurut Undang – Undang No. 10 tahun 2009 pasal 1
angka 4 adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara, serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
Menurut
Oka Yoeti (1996) Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu yang diselengarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain
dengan maksud tujuan bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang di
kunjungi, tetapi semata-mata menikmati perjalanan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan/keinginan yang bermacam-macam.
Salah
satu yang sangat berhubungan dengan pariwisata yaitu obyek wisata yang
mempunyai pengertian yaitu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya
wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan
diusahakan sebagai tempat yang di kunjungi wisatawan. Obyek wisata dapat berupa
obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut atau berupa obyek
wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah dan
lain-lain.
2.1.1 Pengertian
Objek wisata
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objek wisata diartikan sumber daya alam
yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan, baik yang alami
maupun yang sudah dibudidayakan[3]
Obyek
dan daya tarik wisata menurut Undang-undang No 10 tentang kepariwisataan yaitu
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan dan daerah tujuan
pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata. Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administrative yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksebilitas serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Pariwisata
adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan wisata, termasuk obyek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata. Inti atau komponen pariwisata yaitu:
1. Atraksi/
attraction seperti atraksi alam, budaya dan buatan.
2. Amenitas/
amenities berhubungan dengan fasilitas atau akomodasi
3. Aksesibilitas/
accebilities berhubungan dengan segala jenis transportasi, jarak atau
kemudahan pencapaian. Serta unsur pendukung lainnya (masyarakat, pelaku
industry pariwisata, dan institusi pengembangan) yang membentuk sistem yang
sinergis dalam menciptakan motivasi kunjungan serta totalitas pengalaman
kunjungan wisatawan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud;1995;628)
Menurut
Ridwan (2012:5) mengemukakan pengertian obyek wisata adalah segala sesuatu yang
memilik keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan.
Berdasarkan
definisi diatas maka Obyek Wisata adalah tempat yang dikunjungi dengan berbagai
keindahan yang didapatkan, tempat untuk melakukan kegiatan pariwisata, tempat
untuk bersenang – senang dengan waktu yang cukup lama demi mendapatkan
kepuasaan, pelayanan yang baik, serta kenangan yang indah di tempat wisata.
Pada
intinya, suatu tempat/daerah agar dapat dikatakan sebagai objek wisata harus
memenuhi hal pokok berikut.
1. Adanya
something to see. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat.
2. Adanya
something to buy. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik dan khas untuk dibeli.
3. Adanya
something to do. Maksudnya adalah sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan di
tempat itu.[4]
2.2 Pengertian
Prasejarah
Prasejarah atau nirleka
(nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang
digunakan untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang
tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan permulaan
terbentuknya alam semesta, namun
umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum
mengenal tulisan.
Batas antara
zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah
mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah
adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman
setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman
sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban
bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar
tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu,
bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di Indonesia
diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar
abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang
berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah.
Karena tidak
terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan
mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam
artian bahwa bukti-bukti prasejarah didapat dari artefak-artefak yang ditemukan
di daerah penggalian situs prasejarah.[5]
2.2.1 Periodisasi
Archaeikum, yaitu zaman
yang tertua, berlangsung kira-kira 2.500 juta tahun. Kulit bumi masih panas
sekali, tak ada kehidupan sedikit pun. Berikutnya dalah Palaeozoikum, yang disebut juga zaman hidup tua. Dalam zaman yang
berlangsung sekitar 340 juta tahun ini, sudah nyata ada kehidupan, mulai dari
binatang-binatang terkecil yang tak bertulang punggung sampai kepada jenis
ikian dan permulaan amfibi dan pertil. Zaman berikutnya adalah Mesozoikum, yang disebut juga zaman
hidup pertengahan atau sekunder (kedua). Zaman ini berlangsung sekitar 140 juta
tahun. Selama zaman ini, bangsa ikan, amfibi,dan reptile semakin banyak. Zaman
yang keempat adalah Neozoikum atau Keinozoikum, yang disebut juga zaman
hidup baru, berlangsung kira-kira 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang.
Zaman ini dibagi atas zaman tersier (zaman ketiga) dan kuarter (zaman keempat).[6]
1. Pembagian
Zaman berdasarkan Geologi
Zaman prasejarah hanyalah meliputi zaman
terakhir dari pembagian itu, yaitu mulai dengan zaman kuarter. Zaman ini dibagi
dalam diluvium dan alluvium.
2. Pembagian
Zaman berdasarkan Arkeologi
Zaman batu terbagi atas zaman Palaeolithikum, Mesolithikum, dan Neolithikum.
Palaeolithikum disebut juga zaman
batu tua. Ciri pada zaman ini adalah alat-alat dibuat dari batu yang dikerjakan
secara kasar, tak diasah atau dihaluskan. Manusianya belum bertempat tinggal
tetap, masih mengembara. Zaman ini berlangsung selama zaman geologi plestozen atau diluvium (jadi kira-kira 600.000 tahun). Pembagian zaman
selanjutnya jatuh dalam geologi holosen atau aluvium. Mesolithikum
disebut juga batu tengah. Alat-alat pada zaman ini masih menyerupai alat-alat
pada masa paleolitikum. Orang sudah
mulai bertempat tinggal tetap. Neolitikum
juga disebut dengan zaman batu muda. Alat-alat batu sudah diasah atau diupam,
sehingga halus dan banyak juga yang indah. Kecuali tembikar, tenunan juga sudah
dikenal. Orang sudah mulai bertempat tinggal tetap dan bercocok tanam.
Zaman logam adalah zaman dimana orang
sudah dapat membuat alat-alat dari logam, yang ternyata lebih kuat dan lebih
mudah dikerjakan daripada batu. Zaman logam dibagi atas zaman tembaga, zaman
perunggu, dan zaman besi. Zaman besi ini adalah zaman terakhir dari prasejarah.
· Zaman Batu
Zaman
Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari
batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4
zaman, antara lain:
a. Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)
Terdapat
dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
- Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-variannya seperti kapak perimbas & kapak penetak
- Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang)
Bedasarkan
kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
Palaeolithikum antara lain:
- Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
- Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk menggemburkan tanah).
- Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-buahan & umbi-umbian).
- Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
- Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
- Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
- Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di China, dimana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
b. Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat
dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
1. Kebudayaan
Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger,
istilah dari bahasa Denmark, kjokken
yang berarti dapur &moddinger
yang berarti sampah (kjokkenmoddinger
= sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang
menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai
Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga
perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble& batu pipisan.
2. Kebudayaan
Abris Sous Roche
Abris
sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa
gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas
seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk
rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan
kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada
zaman Mesolithikum antara lain:
a)
Sudah mengenal rasa estetika
(dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang bentuknya sudah lebih
beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam pada
Zaman Paleolithikum);
b)
Masih belum dapat bercocok tanam
(karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk
menggemburkan tanah);
c)
Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan
diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga
disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk
sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti
pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai;
d)
Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi
bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
c. Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)
Ciri
utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia
sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan
antara lain:
- Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
- Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
- Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
- Pakaian dari kulit kayu
- Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia
pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia
(Khamer-Indocina).
d. Kebudayaan Megalith
Antara
zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu
kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan
puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith,
antara lain:
- Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
- Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
- Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
- Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
- Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
- Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
· Zaman Logam (Masa Perundagian)
Pada
zaman Logam orang sudah dapat
membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah
mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan.
Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan
cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a
cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam
masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan.
Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman
logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman
logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab
kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Zaman logam di
Indonesia dibagi atas:
a. Zaman Perunggu
Pada
zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tongkin China (pusat
kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan
perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat
perunggu pada zaman ini antara lain:
- Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian
- Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti
- Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
- Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)
b. Zaman Besi
Pada
zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang
diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga
maupun perunggu
sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat
besi yang dihasilkan antara lain:
- Mata Kapak bertungkai kayu
- Mata Pisau
- Mata Sabit
- Mata Pedang
- Cangkul
Alat-alat
tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan
Punung (Jawa Timur).[7]
3. Pembagian
Zaman berdasarkan Pola Kehidupan Manusia Prasejarah
a) Zaman
kehidupan berburu dan pengumpulan makanan tingkat awal;
b) Zaman
kehidupan berburu dan pengumpulan makanan tingkat lebih lanjut;
c) Zaman
bercocok tanam dan pertukangan (perundagian).[8]
2.3 Pengertian Objek
Wisata Prasejarah
Pariwisata
adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk
mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan.
Dalam
pengertian yang lebih teknis, pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah
negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan
kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang diadakan oleh pemerintah atau
masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.[9]
Dalam
uraianya, ada beberapa jenis pariwisata dari suatu sistem kepariwisataan
sendiri, Salah satu jenis itu adalah jenis pariwisata budaya. Yang dimaksud
pariwisata budaya adalah suatu perjalanan wisata dengan tujuan untuk
mempelajari adat istiadat, budaya, tata cara kehidupan masyarakat dan kebiasaan
yang terdapat di daerah atau negara yang dikunjungi. Termasuk dalam jenis
pariwisata ini adalah mengikuti misi kesenian ke luar negeri atau untuk
menyaksikan festifal seni dan kegiatan budaya lainya.[10]
Dalam
hal ini, yang menjadi pusat kajian adalah objek wisata prasejarah yang masuk
dalam ranah jenis wisata budaya. Dikatakan demikian karena prasejarah seperti
yang diuraikan sebelumnya merupakan suatu fase dalam paparan panjang kehidupan
manusia yang masih memulai atau membuat peradaban. Dalam aktivitasnya pada masa
prasejarah, hal tersebut merupakan suatu kebudayaan manusia meskipun begitu
sederhana. Sehingga hal tersebut dapat digolongkan menjadi wisata budaya, serta
hal tersebut ditunjang dengan peninggalan-peninggalan yang ada.
2.3.1 Konsep
Objek Wisata Prasejarah
Dari
uraian-uraian sebelumnya, mulai dari pengertian wisata sampai pada uraian
mengenai masa prasejarah, dalam pemikiran awam sudah terpaparkan bagaimana
suatu konsep objek wisata prasejarah itu sendiri.
Objek
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan benda, hal, Dan sebagainya
yang dijadikan sasaran untuk diteliti atapun diperhatikan.[11]
Dan
dari pengertian tersebut apabila disandingkan dengan pengertian wisata dan uraian
prasejarah dapat diartikan sebagai suatu tempat atau pusat wisatawan menyelenggarakan
perjalanan wisatanya tentunya dengan tujuan yang ingin didapat dari perjalanan
wisatanya, dan dalam hal ini lingkup kunjunganya merupakan nuansa peninggalan
baik tempat maupun benda yang merupakan sisa-sisa kehidupan manusia masa lampau
pada masa sebelum mengenal tulisan atau umum disebut dengan prasejarah.
Objek
wisata prasejarah ini akan terkelompokkan dengan sendirinya sesuai dengan
pembabakan waktu yang dimiliki kajian prasejarah. Dari klasifikasi tersebut
nantinya sangat berpengaruh terhadap jenis-jenis peninggalan yang ada pada
objek wisata prasejarah.
Dalam
objek wisata prasejarah, wisatawan akan dibawa pada nuansa masa kehidupan
manusia prasejarah. Dengan adanya beberapa objek atau koleksi benda peninggalan
atau tempat bekas peradaban prasejarah, akan memunculkan berbagai gambaran dan
sensasi tersendiri bagi wisatawan yang tentunya tidak akan didapati pada objek
wisata lainya.
Tidak
hanya memberikan kesan kesenangan semata layaknya suatu objek wisata, namun
objek wisata prasejarah memiliki peranan-peranan yang sangat penting bagi situs
prasejarah itu sendiri, antara lain; dalam hal pelestarian, dalam hal
pengetahuan atau pembelajaran bagi semua kalangan baik pelajar sampai
masyarakat umum, menumbuhkan rasa kecintaan dan kepedulian masyarakat terhadap
sejarah kehidupanya, dan masih banyak lagi peranan yang dimiliki objek wisata
prasejarah.
Pada
intinya, dalam konsep objek wisata prasejarah merupakan suatu pusat destinasi
perjalanan wisata para wisatawan yang didalamnya merupakan konten peninggalan
prasejarah.
2.4 Karakteristik Objek
Wisata Prasejarah
Dalam
membahas karakteristik objek wisata prasejarah, sebenarnya tidak terlepas dari
ciri-ciri prasejarah itu sendiri. Karena seperti yang diketahui bahwa objek
wisata prasejarah tentunya benda-benda peninggalan kehidupan atau kebudayaan
yang pernah ada sebelum manusia mengenal tulisan. Dan berikut beberapa
karakteristik dari objek wisata prasejarah, antara lain:
1) Selain
sebagai objek wisata rekreasi juga memiliki peran lain terutama pada bidang
edukasi;
2) Sebagai
wahana nyata pengamatan atau penelitian, maupun sebagai pembuktian nyata suatu
ceritera prasejarah;
3) Memiliki
objek atau koleksi peninggalan-peninggalan kehidupan masa lampau, yaitu masa
manusia memulai peradaban dan belum mengenal tulisan (prasejarah);
Benda-benda yang terdapat pada objek
wisata prasejarah diantaranya sebagai berikut:
Tabel 1. Contoh
Barang-barang Koleksi Objek Wisata Prasejarah
Kebudayaan
Batu Tua (Palaeolithikum)
|
||
Nama
|
Gambar
|
Keterangan
|
Kapak Perimbas
|
Kapak ini terbuat dari batu, tidak
memiliki tangkai, digunakan dengan cara menggengam. Dipakai untuk menguliti
binatang, memotong kayu, dan memecahkan tulang binatang buruan. Kapak
perimbas banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia, termasuk dalam Kebudayaan
Pacitan. Kapak perimbas dan kapak genggam dibuat dan digunakan oleh jenis
manusia purba Pithecantropus.
|
|
Kapak Genggam
|
Kapak genggam memiliki bentuk
hampir sama dengan jenis kapak penetak dan perimbas, namun bentuknya jauh
lebih kecil. Fungsinya untuk membelah kayu, menggali umbi-umbian, memotong
daging hewan buruan, dan keperluan lainnya. Pada tahun 1935, peneliti Ralph
von Koenigswald berhasil menemukan sejumlah kapak genggam di Punung,
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Karena ditemukan di Pacitan maka disebut
Kebudayaan Pacitan.
|
|
Alat-alat Serpih (Flakes
|
Alat-alat serpih terbuat dari
pecahanpecahan batu kecil, digunakan sebagai alat penusuk, pemotong daging,
dan pisau. Alatalat serpih banyak ditemukan di daerah Sangiran, Sragen, Jawa
Tengah, masih termasuk Kebudayaan Ngandong.
|
|
Perkakas dari Tulang dan Tanduk
|
Perkakas tulang dan tanduk hewan
banyak ditemukan di daerah Ngandong, dekat Ngawi, Jawa Timur. Alat-alat itu
berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek, dan mata tombak. Oleh peneliti arkeologis
perkakas dari tulang disebut sebagai Kebudayaan Ngandong. Alat-alat serpih
dan alat-alat dari tulang dan tanduk ini dibuat dan digunakan oleh jenis
manusia purba Homo Soloensis dan Homo Wajakensis
|
|
Kebudayaan
Batu Madya (Mesolithikum)
|
||
Nama
|
Gambar
|
Keterangan
|
Kapak Sumatra (Pebble)
|
Bentuk kapak ini bulat, terbuat
dari batu kali yang dibelah dua. Kapak genggam jenis ini
banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera, antara
Langsa (Aceh) dan Medan.
|
|
Kapak Pendek (Hache courte)
|
No-image
|
Kapak Pendek sejenis kapak
genggam bentuknya setengah lingkaran. Kapak ini ditemukan di
sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera.
|
Kjokken-moddinger
|
Kjokkenmoddinger berasal dari
bahasa Denmark, Kjokken berarti dapur dan modding artinya sampah. Jadi,
kjokkenmoddinger adalah sampah dapur berupa kulit-kulit siput dan kerang
yang telah bertumpuk. Fosil dapur sampah ini banyak ditemukan
di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera.
|
|
Abris sous roche
|
Abris sous roche adalah gua-gua
batu karang atau ceruk yang digunakan sebagai tempat
tinggal manusia purba. Berfungsi sebagai tempat tinggal
|
|
Lukisan di Dinding Gua
|
Lukisan di dinding gua terdapat di
dalam abris sous roche. Lukisan menggambarkan hewan buruan dan cap
tangan berwarna merah. Lukisan di dinding gua ditemukan di Leang
leang, Sulawesi Selatan, di Gua Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, di
Danau Sentani, Papua.
|
|
Kebudayaan
Batu Muda (Neolithikum)
|
||
Nama
|
Gambar
|
Keterangan
|
Kapak Persegi
|
Kapak persegi dibuat dari batu
persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap
tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau
juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan
Selatan, Sulawesi, dan Nusatenggara.
|
|
Kapak Lonjong
|
Kapak ini disebut kapak lonjong
karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada
yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah
dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku,
Papua, dan Sulawesi Utara.
|
|
Mata Panah
|
Mata panah terbuat dari batu yang
diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata panah
terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
|
|
Gerabah
|
Gerabah dibuat dari tanah
liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.
|
|
Perhiasan
|
Masyarakat pra-aksara telah
mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan
anting-anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa
Tengah.
|
|
Alat Pemukul Kulit Kayu
|
Alat pemukul kulit kayu digunakan
untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian.
Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum
manusia pra-aksara sudah mengenal pakaian.
|
|
Kebudayaan
Batu Besar
|
||
Nama
|
Gambar
|
Keterangan
|
Menhir
|
Menhir adalah sebuah tugu dari
batu tunggal yang didirikan untuk upacara penghormatan roh nenek moyang.
Menhir ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
|
|
Sarkofagus
|
Sarkofagus adalah peti mayat yang
terbuat dari dua batu yang ditangkupkan. Peninggalan ini banyak
ditemukan di Bali
|
|
Dolmen
|
Dolmen adalah meja batu tempat
menaruh sesaji, tempat penghormatan kepada roh nenek moyang, dan tempat
meletakan jenazah. Daerah penemuannya adalah Bondowoso, Jawa Timur.
|
|
Peti Kubur Batu
|
Peti Kubur Batu adalah lempengan
batu besar yang disusun membentuk peti jenazah. Peti kubur batu
ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
|
|
Waruga
|
Waruga adalah peti kubur batu
berukuruan kecil berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu utuh.
Waruga banyak ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
|
|
Arca
|
Arca adalah patung terbuat dari
batu utuh, ada yang menyerupai manusia, kepala manusia, dan hewan. Arca
banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur.
|
|
Punden Berundak
|
Punden berundak-undak merupakan
tempat pemujaan. Bangunan ini dibuat dengan menyusun batu secara
bertingkat, menyerupai candi. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak
Sibeduk, Banten Selatan.
|
|
Kebudayaan
Zaman Logam
|
||
Nama
|
Gambar
|
Keterangan
|
Nekara
|
Nekara adalah tambur besar yang
berbentuk seperti dandang yang terbalik. Benda ini banyak ditemukan
di Bali, Nusatenggara, Maluku, Selayar, dan Irian.
|
|
Moko
|
Nekara yang berukuran lebih kecil,
ditemukan di Pulau Alor, Nusatenggara Timur. Nekara dan Moko
dianggap sebagai benda keramat dan suci.
|
|
Kapak Perunggu
|
Kapak perunggu terdiri beberapa
macam, ada yang berbentuk pahat, jantung, dan tembilang. Kapak
perunggu juga disebut sebagai kapak sepatu atau kapak corong. Daerah
penemuannya Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, dan
Irian. Kapak perunggu dipergunakan untuk keperluan sehar-hari.
|
|
Candrasa
|
Sejenis kapak namun bentuknya
indah dan satu sisinya panjang, ditemukan di Yogyakarta.
Candrasa dipergunakan untuk
kepentingan upacara keagamaan dan sebagai tanda kebesaran.
|
|
Perhiasan Perunggu
|
Benda-benda perhiasan perunggu
seperti gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul
kalung pada masa perundagian, banyak ditemukan di daerah Jawa
Barat, Jawa Timur, Bali dan Sumatera.
|
|
Manik-manik
|
Manik-manik adalah benda perhiasan
terdiri berbagai ukuran dan bentuk. Manik-manik dipergunakan
sebagai perhiasan dan bekal hidup enam, bulat, dan oval. Daerah
penemuannya di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, dan Buni.
|
|
Bejana Perunggu
|
Bejana perunggu adalah benda yang
terbuat dari perunggu berfungsi sebagai wadah atau tempat menyimpan
makanan. Bentuknya bulat panjang dan menyerupai gitar tanpa
tangkai. Benda ini ditemukan di Sumatera dan Madura.
|
|
Arca Perunggu
|
Benda bentuk patung yang terbuat
dari perunggu menggambar orang yang sedang menari, berdiri, naik kuda,
dan memegang panah. Tempat-tempat penemuan di Bangkinang (Riau),
Lumajang, Bogor, dan Palembang.[12]
|
4) Berfungsi
seagai tempat penting pelestari benda-benda cagar budaya;
5) Dll.
2.5 Kelebiahan dan
Kekurangan Objek Wisata Prasejarah
Berikut
ini merupakan uraian dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh salah
satu objek wisata, yaitu objek wisata prasejarah.
2.5.1 Kelebihan
Kelebihan
dari objek wisata prasejarah antara lain sebagai berikut:
1) Memiliki
koleksi atau objek yang unik dan berasal dari masanya dan bernilai sejarah
didalamnya. Hal ini belum tentu dimiliki objek wisata lainya;
2) Selain
sebagai sarana rekreasi atau untuk kesenangan, objek wisata prasejarah
memberikan esensi yang lebih kepada para wisatawan seperti; edukasi,
pelajaran-pelajaran hidup dari peninggalan kebudayaan prasejarah, dan semakin
menimbulkan rasa ingin tahu (penasaran) terhdap objek-objek yang dilihat;
3) Merupakan
salah satu upaya pelestarian benda-benda atau tempat peninggalan kehidupan
prasejarah dari kerusakan atau kepunahan;
4) Dll.
2.5.2
Kekurangan
Kekurangan dari objek
wisata prasejarah antara lain sebagai berikut:
1) Kurang
memiliki daya tarik untuk semua kalangan wisatawan, dikarenakan butuh pemahaman
lebih terhadap objek prasejarah supaya menumbuhkan rasa ketertarikan;
2) Kurang
menyajikan sesuatu hal yang menarik bagi semua kalangan atau diragukan esensi
wisata sendiri yaitu kesenangan;
3) Meskipun
disajikan untuk umum, terkadang wisatawan enggan untuk datang karena dengan
paradigma yang terkesan objek untuk penelitian atau orang yang berkepentingan
saja atau terkesan tertutup;
4) Berkembang
atau tidaknya objek wisata prasejarah tergantung dari rasa penghargaan dan
kecintaan wisatawan terhadap sejarah peradabanya (peradaban manusia). Karena
apabila tidak ada antusiasme atau cenderung dilupakan, lama kelamaan akan
hilang fungsinya sebagai objek wisata.
5) Akses
dan akomodasi (fasilitas) yang cenderung sulit, menjadikan wisatawan enggan
untuk berkunjung ke objek wisata prasejarah.
6) Dll.
2.6 Objek Wisata
Prasejarah di Indonesia
2.6.1 Indonesia
Pada Masa Prasejarah
Seperti
yang telah kita ketahui, keunikan zaman prasejarah Indonesia tidak saja
terletak pada keadaan geografisnya, tetapi juga pada kesulitan menentukan
patokan kronologi budayanya, mengingat putusnya peradaban-peradaban di
sepanjang zaman.[13]
Wilayah Nusantara merupakan
kajian yang menarik dari sisi geologi karena
sangat aktif. Di bagian timur hingga selatan kepulauan ini terdapat busur
pertemuan dua lempeng benua yang besar: Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Di bagian ini, lempeng Eurasia
bergerak menuju selatan dan menghunjam ke bawah Lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke utara. Akibat hal ini terbentuk barisan gunung api di
sepanjang Pulau Sumatera, Jawa, hingga
pulau-pulau Nusa Tenggara. Daerah ini
juga rawan gempa bumi sebagai
akibatnya.
Di bagian timur
terdapat pertemuan dua lempeng benua besar lainnya, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Pertemuan ini membentuk barisan
gunung api di Kepulauan Maluku bagian
utara ke arah bagian utara Pulau Sulawesi menuju Filipina.
Wilayah
barat Nusantara moderen muncul kira-kira sekitar kala Pleistosen terhubung
dengan Asia Daratan. Sebelumnya
diperkirakan sebagian wilayahnya merupakan bagian dari dasar lautan. Daratan
ini dinamakan Paparan Sunda
("Sundaland") oleh kalangan geologi. Batas timur daratan lama ini
paralel dengan apa yang sekarang dikenal sebagai Garis Wallace. anjing
berguguk di tengah tengah hutan yang rimba sam Wilayah timur Nusantara, di sisi
lain, ilgeografis terhubung dengan Benua Australia dan berumur
lebih tua sebagai daratan. Daratan ini dikenal sebagai Paparan Sahul dan
merupakan bagian dari Lempeng Indo-Australia, yang pada gilirannya adalah
bagian dari Benua Gondwana.
Di akhir Zaman Es terakhir
(20.000-10.000 tahun yang lalu) suhu rata-rata bumi meningkat dan permukaan
laut meningkat pesat. Sebagian besar Paparan Sunda tertutup lautan dan
membentuk rangkaian perairan Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Selat Karimata, dan Laut Jawa. Pada
periode inilah terbentuk Semenanjung Malaya, Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau-pulau di sekitarnya. Di
timur, Pulau Irian dan Kepulauan Aru terpisah dari daratan utama Benua
Australia. Kenaikan muka laut ini memaksa masyarakat penghuni wilayah ini
saling terpisah dan mendorong terbentuknya masyarakat penghuni Nusantara
moderen.
·
Tumbuhan,
hewan dan hominid
Sejarah
geologi Nusantara memengaruhi flora dan fauna, termasuk makhluk mirip manusia
yang pernah menghuni wilayah ini. Sebagian daratan Nusantara dulu merupakan
dasar laut, seperti wilayah pantai selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Aneka fosil
hewan laut ditemukan di wilayah ini. Daerah ini dikenal sebagai daerah karst yang terbentuk
dari endapan kapur terumbu karang purba.
Endapan
batu bara di wilayah Sumatera dan Kalimantan memberi indikasi pernah adanya
hutan dari masa Paleozoikum.
Laut
dangkal di antara Sumatera, Jawa (termasuk Bali), dan Kalimantan, serta Laut
Arafura dan Selat Torres adalah perairan muda yang baru mulai
terbentuk kala berakhirnya Zaman Es terakhir (hingga 10.000 tahun sebelum era
moderen). Inilah yang menyebabkan mengapa ada banyak kemiripan jenis tumbuhan
dan hewan di antara ketiga pulau besar tersebut.
Flora
dan fauna di ketiga pulau tersebut memiliki kesamaan dengan daratan Asia
(Indocina, Semenanjung Malaya, dan Filipina). Harimau,
gajah, tapir, kerbau, babi, badak, dan berbagai unggas yang hidup
di Asia daratan banyak yang memiliki kerabat di ketiga pulau ini.
Makhluk
mirip manusia (hominin) yang menghuni Nusantara
yang diketahui adalah manusia Jawa. Fosil dari satu bagian tengkorakPithecanthropus
erectus ditemukan pada tahun 1891 oleh Eugene
Dubois di Trinil,
Kabupaten
Ngawi. Sejak 1934, G.H.R. von Koenigswald
beserta timnya menemukan serangkaian fosil hominin di lembah sepanjang Bengawan
Solo, yaitu di Sangiran dan Ngandong serta di tepi Sungai
Brantas di dekat Mojokerto. Para ahli paleontologi sekarang kebanyakan
berpendapat bahwa semua fosil temuan dari Jawa adalah Homo
erectus dan merupakan bentuk yang primitif. Semula diduga berumur
1.000.000 sampai 500.000 tahun (pengukuran karbon tidak
memungkinkan), kini berdasarkan pengukuran radiometri terhadap mineral vulkanik
pada lapisan penemuan diduga usianya lebih tua, yaitu 1,7-1,5 juta tahun.
Homo
sapiens moderen pertama masuk ke Nusantara diduga sekitar 100.000 tahun
lalu, melalui India
dan Indocina.
Fosil Homo sapiens pertama di Jawa ditemukan oleh van Rietschoten
(1889), anggota tim Dubois, di Wajak, dekat Campurdarat, Tulungagung, di tepian Sungai
Brantas. Ia ditemukan bersamaan dengan tulang tapir, hewan yang
pada masa kini tidak hidup di Jawa. Fosil Wajak dianggap bersamaan ras dengan
fosil Gua Niah di Sarawak dan Gua Tabon di Pulau Palawan. Fosil Niah
diperkirakan berusia 40.000-25.000 tahun (periode Pleistosen)
dan menunjukkan fenotipe "Australomelanesoid".
Mereka adalah pendukung budaya kapak perimbas (chopper)
dan termasuk dalam kultur paleolitikum (Zaman Batu Tua).
Pengumuman
pada tahun 2003 tentang penemuan Homo
floresiensis yang dianggap sebagai spesies Homo primitif
oleh para penemunya memantik perdebatan baru mengenai kemungkinan adanya
spesies mirip manusia yang hidup dalam periode yang bersamaan dengan H.
sapiens, karena hanya berusia 20.000-10.000 tahun sejak era moderen dan
tidak terfosilisasi.
Hal ini bertentangan dengan anggapan sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya H.
sapiens yang bertahan di Nusantara pada masa itu. Perdebatan ini belum
tuntas, karena penentangnya menganggap H. floresiensis adalah H.
sapiens yang menderita penyakit sehingga berukuran katai.
· Migrasi manusia
Bukti-bukti
Homo sapiens pertama diketahui dari tengkorak dan sisa-sisa tulang
hominin di Wajak, Gua Niah (Serawak), serta temuan-temuan baru di Pegunungan
Sewu sejak awal paruh kedua abad ke-20 hingga sekarang, membentang dari Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta,
hingga kawasan Teluk Pacitan, Kabupaten
Pacitan. Temuan di Wajak, yang pertama kali ditemukan sulit ditentukan
penanggalannya, namun fosil di Gua Niah menunjukkan usia sekitar 40.000 tahun
yang lalu. Usia fosil utuh di Gua Braholo (Gunungkidul, ditemukan tahun 2002)
dan Song (Gua) Keplek dan Terus (Pacitan) berusia lebih muda (sekitar 10.000
tahun sebelum era moderen atau tahun 0 Masehi). Pendugaan ini berasal dari
bentuk perkakas yang ditemukan menyertainya.
Walaupun
berasal dari masa budaya yang berbeda, fosil-fosil itu menunjukkan ciri-ciri Austromelanesoid, suatu
subras dari ras Negroid
yang sekarang dikenal sebagai penduduk asli Pulau
Papua, Melanesia,
dan Benua Australia. Teori mengenai asal usul ras ini
pertama kali dideskripsikan oleh Fritz
dan Paul
Sarasin, dua sarjana bersaudara (sepupu satu sama lain) asal Swiss di akhir abad
ke-19. Dalam kajiannya, mereka melihat kesamaan ciri antara orang Vedda yang menghuni Sri Lanka
dengan beberapa penduduk asli berciri sama di Asia
Tenggara kepulauan dan Australia.
· Periodisasi
1) Paleolitik
Periode
paleolitik di Nusantara diketahui dari alat-alat batu kasar (paleolit) atau
terbuat dari cangkang kerang yang ditemukan di berbagai penjuru. Temuan-temuan
fosil tengkorak dan tulang-belulang di Jawa menjadi petunjuk penting periode
ini. Hingga 2014 telah ditemukan fosil-fosil hominid di Patiayam (Jekulo,
Kudus), Miri (Sragen), Sangiran
(Sragen), Sambungmacan (Sragen), Trinil (Ngawi),
Punung
(Pacitan), Ngandong (Kradenan,
Blora)), Wajak (Tulungagung), Kedungbrubus (Kabupaten
Madiun)[5],
dan Perning (Jetis, Mojokerto). Dari Pulau Flores ditemukan fosil kerangka yang
diperdebatkan apakah termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.
Analisis
bekas irisan pada fosil tulang mamalia yang berasal dari era Pleistosen
mencatat 18 luka bekas irisan akibat alat serpihan cangkang kerang saat
menyembelih lembu purba, ditemukan pada formasi Pucangan di Sangiran yang
berasal dari kurun 1,6 sampai 1,5 juta tahun lalu. Tanda bekas irisan pada
tulang ini menunjukkan penggunaan alat batu pertama yang menunjukkan bukti
tertua penggunaan alat serpihan cangkang kerang yang ditajamkan di dunia.
2) Neolitik
Batu
yang diasah adalah bukti peradaban neolitik,
misalnya mata kapak batu dan mata cangkul batu yang diasah. Batu yang diasah
dan dihaluskan ini dikembangkan oleh orang-orang Austronesia
yang menghuni kepulauan Indonesia. Pada periode inilah berkembang tradisi
megalitik di Nusantara yang tampaknya berkembang secara independen dari
tempat-tempat lain, dan menjadi dasar tradisi asli Indonesia di masa-masa
berikutnya.
Nusantara
adalah rumah bagi banyak situs megalitik bangsa Austronesia pada masa lalu hingga masa kini.
Beberapa struktur megalitik telah ditemukan, misalnya menhir, dolmen, meja batu,
patung nenek moyang, dan piramida berundak yang
lazim disebut Punden Berundak. Struktur megalitik ini ditemukan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil.
Punden
berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Pagguyangan, Cisolok dan
Gunung Padang, Jawa Barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan
di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan sarkofagus.Punden
berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan
dasar bangunan candi
pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima
pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Candi Borobudur
dari abad ke-8 dan candi Sukuh dari abad ke-15 tak ubahnya adalah struktur punden
berundak.
Di
Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi
Tengah, ditemukan beberapa relik megalitik yang menampilkan patung nenek
moyang. Kebanyakan terletak di lembah Bada, Besoa, dan Napu.
Tradisi
megalitik yang hidup tetap bertahan di Nias, pulau yang
terisolasi di lepas pantai barat Sumatera, Kebudayaan Batak di pedalaman
Sumatera Utara, pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, serta kebudayaan Toraja di
pedalaman Sulawesi Selatan. Tradisi megalitik ini tetap bertahan, terisolasi,
dan tak terusik hingga akhir abad ke-19.
3) Zaman Perunggu
Kebudayaan
Dong Son menyebar ke Indonesia
membawa teknik peleburan dan pembuatan alat logam perunggu, pertanian padi
lahan basah, ritual pengorbanan kerbau, praktik megalitik, dan tenun ikat.
Praktik tradisi ini ditemukan di masyarakat Batak dan Toraja serta beberapa
pulau di Nusa Tenggara. Artifak peradaban ini adalah gendang perunggu Nekara yang
ditemukan di seantore Nusantara serta kapak perunggu upacara.
· Sistem kepercayaan
Warga
Indonesia purba adalah penganut animisme dan dinamisme
yang memuliakan roh alam dan roh nenek moyang. Arwah Leluhur yang telah
meninggal dunia dipercaya masih memiliki kekuatan spiritual dan mempengaruhi
kehidupan keturunannya. Pemuliaan terhadap arwah nenek moyang menyebar luas di
masyarakat kepulauan Nusantara, mulai dari masyarakat Nias, Batak, Dayak,
Toraja, dan Papua. Pemuliaan ini misalnya diwujudkan dalam upacara sukuran
panen yang memanggil roh dewata pertanian, hingga upacara kematian dan
pemakaman yang rumit untuk mempersiapkan dan mengantar arwah orang yang baru
meninggal menuju alam nenek moyang. Kuasa spiritual tak kasat mata ini dikenali
sebagai hyang di
Jawa dan Bali dan hingga kini masih dimuliakan dalam agama Hindu Dharma Bali.
· Penghidupan
Mata
pencaharian dan penghidupan masyarakat prasejarah di Indonesia berkisar antara
kehidupan berburu dan meramu masyarakat hutan, hingga kehidupan pertanian yang
rumit, dengan kemampuan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak,
hingga mampu membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Kondisi
pertanian yang ideal memungkinkan upaya bercocok tanam padi lahan basah (sawah)
mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM.memungkinkan desa dan kota kecil mulai
berkembang pada abad pertama Masehi. Kerajaan ini yang lebih mirip kumpulan
kampung yang tunduk kepada seorang kepala suku, berkembang dengan kesatuan suku
bangsa dan sistem kepercayaan mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang
cukup banyak dan tanah vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang
subur. Sistem sawah membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik
dibandingkan dengan sistem padi lahan kering (ladang) yang lebih sederhana sehingga
tidak memerlukan sistem sosial yang rumit untuk mendukungnya.
Kebudayaan
Buni berupa budaya tembikar berkembang di pantai utara Jawa Barat dan
Banten sekitar 400 SM hingga 100 M.Kebudayaan Buni mungkin merupakan pendahulu
kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di
Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang
menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa.
2.6.2 Peninggalan Masa Prasejarah sebagai Objek Wisata Prasejarah
Peninggalan
masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan
di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian
pada situs-situs purbakala.
Beberapa
lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:
- Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan;
- Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala Sangiran;
- Situs Purbakala Wajak, Tulungagung;
- Liang Bua, Pulau Flores;
- Gua Leang-leang, Sulawesi;
- Situs Gua Perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur;
- Situs Pasemah di Lampung;
- Situs Cibedug, Banten;
- Situs Pangguyangan, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat;
- Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat;
- Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat;
- Situs Gunungpadang, Cianjur, Jawa Barat;
- Situs Gunungpadang Cilacap, Cilacap, Jawa Tengah;
- Situs Dusun Mbolu, Desa Ngepo, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur;
- Situs Gilimanuk, Jembrana, Bali;
- Situs Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali;
- Situs Gua-gua Biak, Papua (40.000-30.000 SM);
- Situs Lukisan tepi pantai di Raja Ampat, Papua Barat;
- Situs Tutari, Kabupaten Jayapura, (periode Megalitikum);
- Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalong.[14]
Dari uraian
mengenai peninggalan-peninggalan yang masih ada tersebut, dapat dikatakan
sebagai objek wisata prasejarah. Meski melalui sautu pengolahan ataupun tidak,
tidak mengurangi esensi serta fungsi dari peninggalan-peninggalan prasejarah
tersebut, baik sebagai tempat/objek rekreasi ataupun suatu tempat istimewa
sesuai dengan tuuan masing-masing orang yang mendatanginya.
BAB
3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Pariwisata
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan
maupun kelompok di dalam wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan
tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor penunjang lainya yang
diadakan oleh pemerintah atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan
wisatawan.[15]
Salah
satu yang sangat berhubungan dengan pariwisata yaitu obyek wisata yang
mempunyai pengertian yaitu tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya
wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan
diusahakan sebagai tempat yang di kunjungi wisatawan. Obyek wisata dapat berupa
obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut atau berupa obyek
wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah dan
lain-lain.[16]
Sedangkan pengertian prasejarah atau nirleka (nir:
tidak ada, leka: tulisan)
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang
tertulis belum tersedia. Zaman prasejarah dapat dikatakan permulaan
terbentuknya alam semesta, namun umumnya
digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum
mengenal tulisan.[17]
Dan
dari pengertian tersebut apabila disandingkan dengan pengertian wisata dan uraian
prasejarah dapat diartikan sebagai suatu tempat atau pusat wisatawan
menyelenggarakan perjalanan wisatanya tentunya dengan tujuan yang ingin didapat
dari perjalanan wisatanya, dan dalam hal ini lingkup kunjunganya merupakan
nuansa peninggalan baik tempat maupun benda yang merupakan sisa-sisa kehidupan
manusia masa lampau pada masa sebelum mengenal tulisan atau umum disebut dengan
prasejarah.
3.2
Saran
Zaman
prasejarah, merupakan zaman yang begitu penting bagi tonggak sejarah kehidupan
manusia. Dari zaman tersebut, manusia mulai menciptakan suatu peradaban
kehidupan dan menemukan keperluan-keperluan hidup mulai dari hal yang sangat
sederhana sampai pada hal yang berguna sampai saat ini.
Masa yang
telah lewat, bukan berarti harus dibiarkan berlalu begitu saja meskipun dengan
segala peninggalan yang masih ada. Sungguh suatu pandangan yang sangat keliru
apabila berparadigma demikian. Oleh karena itu perlu adanya apresiasi lebih
masyarakat akan hal ini, terutama dalam hal kelestarianya maupun dalam fungsinya.
Diharapkan
dengan menjadi suatu sebutan “objek wisata” wisata prasejarah mampu menunjukkan
tajinya mengenai peran dan fungsinya. Meskipun sangat sulit, namun tidak
menutup kemungkinan untuk bisa dilaksnakan.
Setidaknya,
meskipun minim sekali rasa ketertarikan masyarakat terhadap
peninggalan-peninggalan prasejarah untuk menjadi suatu kajian keilmuan,
masyarakat luas dapat mengunjungi objek prasejarah sebagai seorang wisatawan
yang memandang objek prasejarah sebagai suatu refleksi untuk mencari
kesenangan.
DAFTAR PUSTAKA
Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu-Prasejarah
Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Objek Wisata. [08
September 2015].
https://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah. [08
September 2015].
https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara pada Periode Prasejarah. [08
September 2015].
http://kbbi.web.id/objek. [13 September 2015].
Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Mastugino. 2013. Peninggalan Kebudayaan Masa Praaksara. http://mastugino.blogspot.co.id/2013/10/peninggalan-kebudayaan-masa-praaksara.html.
[20 September 2015].
Praptanto, Eko. 2010.
Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah. Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA.
[1] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
[2] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
[3]http://kbbi.web.id/objekwisata. [13 September 2015].
[6]Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah.
Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA. Hlm. 3-7.
[8]Praptanto, Eko. 2010. Sejarah Indonesia-1 Zaman Prasejarah.
Jakarta: PT. Bina Karya Sumberdaya MIPA. Hlm. 13.
[9] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Hlm. 15.
[10] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Hlm. 15
[11]http://kbbi.web.id/objek. [13 September 2015].
[12]Mastugino. 2013. Peninggalan Kebudayaan Masa Praaksara. http://mastugino.blogspot.co.id/2013/10/peninggalan-kebudayaan-masa-praaksara.html. [20 September 2015].
[13]Forestier, Hubert. 2007. Ribuan
Gunung, Ribuan Alat Batu-Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm. 28-29.
[15] Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm. 15.
0 komentar:
Posting Komentar