BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam perjalanan pemerintahanya, Indonesia beberapa kali mengalami pergantian pemimpin.
Salah satu tokoh yang pernah memimpin Indonesia adalah K. H. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal dengan sebutan nama Gus
Dur.
Gus Dur memimpin Indonesia pada tahun 1999 sampai
dengan 2001, yang menggantikan presiden RI sebelumnya, yaitu Presiden B. J.
Habibi. Meskipun dapat dihitung bahwa masa kekuasaan gustur tidaklah lama,
namun cukup memberikan peran terhadap percaturan pemerintahan di Indonesia. Dan
tentunya dengan peran yang diberikan, pasti memiliki dampak bagi keadaan
Indonesia baik pada saat Gus Dur memimpin mauapun setelahnya.
Beberapa kali gusdur mengeluarkan kebijakan dalam
pemerintahanya untuk diterapakan dalam kehidupan negara Indonesia. Tidak
dipungkiri dalam mengeluarkan kebijakanya, banyak masyarakat yang kurang
sepaham dan lebih terkejut dengan kebijakan yang dibuat oleh Gus Dur.
Dengan sikap kebijakan yang sebentar namun
kontroversial tersebut, perlu adanya sauatu kajian analitis terhadapa
kebijakan-kebijakan selama pemerintahan Gus Dur di Indonesia. Sehingga dapat
diketahui secara mendalam, dapat dibuat suatu pelajaran maupun dijadikan
sebagai perbandingan dengan pemerintah lainya demi mencapai suatu pemerintahan
yang sesungguhnya diinginkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1)
Bagaimana sosok
Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)?
2)
Bagaimana proses pemerintahan
K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Indonesia?
3)
Apa saja
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) untuk pemerintahan Republik Indonesia?
4)
Bagaimana reaksi
terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K.H. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur)?
5)
Bagaimana analisis
kelebihan dan kekurangan terhadap kebijakn-kebijakan pemerintahan Presiden K.
H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta keberhasilan dan kegagalanya dalam
menyelenggarakan pemerintahan di Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah:
1)
Mengetahui dan
memahami akan seorang tokoh Indonesia yaitu Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur);
2)
Mengetahui dan memahami proses pemerintahan K. H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
3)
Mengetahui dan
memahami kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintahan Presiden K. H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
4)
Mengetahui dan
memahami reaksi yang muncul akibat kebijakan yang dibuat pemerintahan K. H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
5)
Mengetahui dan
memahami analisis kelebihan dan kekurangan terhadap, kebijakan-kebijakan
pemerintah Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) setta keberhasilan dan
kegagalannya dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka manfaat
dari pembuatan makalah ini adalah:
1)
Dapat memahami
lebih dalam akan sosok K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
2)
Dapat memahami
lebih jauh akan proses pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
3)
Dapat mengetahui
lebih jauh akan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan K. H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
4)
Dapat mengetahui
lebih jauh akan reaksi yang muncul akaibat kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur);
5)
Dapat mengetahui
lebih jauh akan analisis kritis terhadap pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur).
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Presiden K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Kiai Haji
Abdurrahman Wahid, akrab
dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang,
Jawa Timur,
7 September
1940 – meninggal
di Ciganjur,
30 Desember
2009 pada umur 69 tahun)
adalah tokoh Muslim
Indonesia
dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia
yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie
setelah dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu
1999. Penyelenggaraan pemerintahannya
dibantu oleh Kabinet
Persatuan Nasional.
Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober
1999 dan berakhir pada Sidang
Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat
23 Juli
2001, kepemimpinannya
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri
setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah
(badan eksekutif) Nahdlatul Ulama
dan pendiri Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB).
2.1.1 Proses Menuju Kepemimpinan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
1. Reformasi
a. Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur
Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai
politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga partai politik:
Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai
terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional
(PAN) bentukan Amien dan Partai
Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni
1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik
baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998
Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik
merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid
menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori
Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota
NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.
Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama
dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen
mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus
Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.
b. Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif.
PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan
partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada
Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, sehingga
membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi
partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai
menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan
komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan
Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak
pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden.
Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung,
ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR
kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih
sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313
suara.
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan,
pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih
sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan
wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil
meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta
dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
2.2 Masa Kepresidenan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
a. Tahun 1999
Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan
Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai
partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK).
Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai
melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan
Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi
kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.
Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN,
Jepang, Amerika Serikat, Qatar,
Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia
mengunjungi Republik Rakyat Tiongkok.
Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri
Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz
mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa
pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet
melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat. Beberapa menduga
bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas
pendekatan Gus Dur dengan Israel.
Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum
ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi
pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel
militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur
mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama
kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua
bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
b. Tahun 2000
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri
lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia
dan mengunjungi Arab Saudi
dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan
perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman,
dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus
Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur
mengunjungi Timor Leste.
Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba
untuk menghadiri pertemuan G-77,
sebelum kembali melewati Kota Meksiko
dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi
mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran,
Pakistan, dan Mesir
sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai
meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan
terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di
Timor Timur terhadap Wiranto.
Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan
berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian
mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat
Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid
adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak
pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan
Golkar dan PDI-P.
Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi
dengan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun
2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan
agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan
kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi
Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun
2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar
negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden
Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina
untuk Indonesia, diganti.
Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang
sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah,
yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada
bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma
Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota
TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan
tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali
harus menurut pada tekanan.
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad
tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad
pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen.
Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil
mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan
Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik
(Bulog) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang
pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk
mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya
terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu
yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri.
Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun,
Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal
Bruneigate.
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi.
Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun
terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato
Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari
kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.
Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada
awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi
Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan
kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan
ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru
lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota
Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.
Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana
semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh
anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan
terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di
Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan
berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena
hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap
gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh
Indonesia.
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa
dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah
Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu.
Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur
untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara
Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151
anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.
c. Tahun 2001 dan akhir kekuasaan
Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan
pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika
Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan
kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia
mengunjungi Australia.
Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari
2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika
hal tersebut terjadi. Pertemuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1
Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut
berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat
dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini.
Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU
melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur
turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk
berbicara dengan demonstran di Pasuruan.
Namun, demonstran NU terus menunjukkan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada
bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai
presiden hingga mati.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan
disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra
dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.
Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail
juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam
pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut
dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai
menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi penggantian menteri. Pada 30
April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR
pada 1 Agustus.
Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial,
dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono
untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur
memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle
kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan
bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000
tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara
sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekret
yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan
rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkarsebagai bentuk perlawanan terhadap
Sidang Istimewa MPR. Namun dekret tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada
23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.
Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal
di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia
pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.[1]
2.3 Kebijakan-Kebijakan
Pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid
Kabinet pertama Gus Dur, yaitu Kabinet Persatuan
Nasional adalah koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik, yaitu
PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non partisan dan TNI juga
ada dalam kabinet tersebut. K.H. Abdurrahman Wahid kemudian mulai melakukan dua
reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen
Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua
adalah membubarkan Departemen Sosial yang dianggap tidak efisien. Langkah
presiden K.H. Abdurrahman Wahid ini menimbulkan perdebatan di kalangan
masyarakat. Alasan pembubaran kedua lembaga tersebut adalah untuk efisiensi dan
perampingan kabinet, sekaligus untuk melaksnakan UU No. 2/1999 tentang otonomi
daerah. Langkah melikuidasi kedua departemen tersebut dilandasi oleh pemikiran
untuk mengurangi kekuasaan negara dan menyerahkan urusan masyarakat melaui
pengurangan hegemoni kekuasaan oleh negara.
Setelah satu bulan Kabinet Persatuan Nasional,
Menteri-Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz
mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November.[2]
Seperti yang diuraiakn tersebut, sudah tergamabarkan
sedikit kebijakan yang dikeluarkan Abdurrahman
Wahid ketika barusaja menjabat sebagai Presiden republik
Indonesia. menyangkut mengenai kebijakan-kebijakan pada masa Presiden Abdurrahman
Wahid yang dalam pemerintahanya dapat dikatakan singkat, ada
beberapa kebijakan-kebijakan yang pernah dibuat, anatara lain:
2.3.1
Pemulihan
Hak-hak Sipil Penganut Konghucu
K. H. Abdurrahman Wahid atau kerap dipanggil Gus Dur
adalah seorang intelektual, budayawan, dan tokoh masyarakat yang dikenal sangat
mengedepankan pliralisme. Akan tetapi, gagasan-gagasanya yang terkadang kontroversial
kerap menjadi perdebatan masyarakat. K. H. Abdurrahman Wahid menyadari bahwa
Indonesia terdiri atas berbagai kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang identitas
kultural yang beragam termasuk agama. Pada Era Orde Baru, kehidupan beragamadi
Indonesia diatur melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri No.
477/74054/B.A.012/4683/95 yang menyatakan bahwa agama yang diakui pemerintah
adalah Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha, sedangkan Konghucu tidak
diakui sebagai agama dan tidak boleh diajarakan di sekolah-sekolah. Untuk
mengatasi hal itu, Abdurrahman Wahid menerbitkan keputusan Presiden No. 6 tahun
2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut Konghucu. Etnis cina yang selama
bertahun-tahun diperlakukan sebagai kelompok minoritas, pada masa pemerintahan
Abdurrahman Wahiddapat merasakan kelegan yang berarti.
Presiden Abdurrahman Wahid berupaya membebaskan
kehidupan umat beragama dari campur tangan negara. Ia mengajak semua komponen
bangsa untuk saling menghargai satu dengan yang lain. Wawasan kebangsaan yang
berlandaskan relativisme ternyata masih berbenturan dengan sebagai kelompok
masyarakat yang berpaham etnosentrisme, lebih-lebih dalam kaitanya dengan isu
agama. Tantangan keras pertama terjadi pada awal pemerintahanya karena ia berkeinginan
membuka hubungan perdagangan dengan Israel. Keinginan tersebut mendapat
tentangan keras dari kekuatan-kekuatan Islam dan membawa persoalan ini sebagai
kasus agama.
2.3.2
Perhatian
Presiden pada Kebebasan Pers
Abdurrahman Wahid juga meneruskan kebijakan Presiden
B. J. Habibi di bidang pers, kendati beberapa peristiwa justru menunjukkan
kebalikan sikapnya yang selama ini dianggap sebagai seorang demokrat. Pada masa
pemerintahanya terjadi pengrusakan dan penyegelan terhadap kantor harian Jawa Pos di Surabaya yang dilakukan oleh
masa pendukungnya karena dianggap memuat pemberitaan tentang berbagai kasus
negatif di jaringan kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid. Walaupun demikian,
kejadian tersebut justru didukung oleh Abdurrahman Wahid yang menganggao bahwa
harian Jawa Pos telah menempuk
mekanisme yang salah. Ia juga seringkali menyalahkan dunia pers yang dianggap
salah mengutip berbagai pernyataan-pernyataan yang kontroversial.
2.3.3
Kasus
KKN Suharto Dibuka Kembali
Kasus KKN yang dituduhkan terhadap mantan Presiden
Suharto, pada masa Abdurrahman Wahid dibuka kembali pada tanggal 6 Desember
1999. Gus Dur mengusulkan agar Suharto sebaiknya menyerahkan hartanya kepada
negara, selain juga diproses hukum. Jaksa Agung Marzuki Darusman bertekad
menyelesaiakn kasus mantan Presiden RI ini di pengadilan. Namun Gus Dur
tampaknya lebih cenderung menghindari proses peradilan dan lebih mengutamakan
penyelesaian secara politis, asal Suharto mau mengembalikan sebagian kekayaanya
kepada masyarakat.
Di kemudian hari, proses peralihan Suharto pun
dimulai. Akan tetapi, pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan dengan alasan kondisi
kesehatan Suharto terganggu. Kejaksaan agung akhirnya hanya mengenakan tahanan
kota dan larangan bepergian ke luar negeri kepada mantan Presiden Orde Baru
tersebut. Setelah status tahanan kota berubah menjadi tahanan rumah, pada
tanggal 3 Agustus 2000 Suharto dinyatakan sebagai terdakwa kasus korupsi yang
berkaitan dengan yayasan-yayasan yang pernah dipimpinya.
2.3.4
Perjalanan Luar Negeri Presiden
Pada bulan Januari 2000, K. H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) melakukan perjalanan keluar negeri yaitu ke Swiss untuk menghadiri
forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang ke
Indonesia. Pada bulan February, Abdurrahman Wahid melakukan perjalanan luar
negeri lainya dengan mengunjungi Ingris, Prancis, Belanda, Jerman, dan Italia.
Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Abdurrahman Wahid juga mengunjungi Timor
Leste. Pada bulan April, Abdurrahman Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam
perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali
melewati kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Abdurrahman Wahid sekali
lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Prancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir
sebagai tambahan paru dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Ketika Abdurrahman Wahid berkelanan ke negara-negara
Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri
dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Abdurrahman Wahid
melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga
karena tuduhan pelanggaran HAM di Tiomor-Timur oleh Wiranto. Abdurrahman Wahid
kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan
Abdurrahman Wahiduntuk tidak menggantikanya. Pada bulan April 2000, Abdurrahman
Wahid memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan
Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Abdurrahman Wahid adalah
bahwa keduanya terlibat dalam kasusu korupsi, meskipun Abdurrahman Wahid tidak
pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Abdurrahman
Wahid dengan Golkar dan PDI-P.
2.3.5
Negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Pada bulan Maret 2000, pemerintahan Abdurrahman
Wahid mulai melakukan negosiasi dengan gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepakatan dengan GAM.
2.3.6
Pencabutan Pelarangan Marxisme dan Leninisme
Abdurrahman Wahid juga mengusulkan agar TAP MPRS No.
XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninnisme dicabut.
2.3.7
Membuka Hubungan dengan Israel
Selain itu, Presiden Abdurrahman
Wahid juga membuka hubungan dengan Israel, yang meyebabkan kemarahan pada
kelompok Muslim Indonesia. Isu ini dianggkat dalam pidato Ribbhi Awud, duta
besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain
muncul adalah keanggotaan Abdurrahman Wahid pada Yayasan Shimon Peres. Baik
Abdurrahman Wahid dan menteri luar negerinya Alwi meminta agar Awad, duta besar
Palestina untu Indonesia, diganti.
2.3.8
Reformasi Militer
Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan
militer dari ruang sosial politik, Abdurrahman Wahid menentukan sekutu, yaitu
Agus Wirahardikusuma, yang diangkat menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret.
Pada bulan Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melkibatkan Dharma Putra,
yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Abdurrahman Wahid mengikuti
tekanan tersebut, tapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan
Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun sehingga
Abdurrahman Wahid kembali harus menurut pada tekanan.
2.3.9
Amandemen
Kedua UUD 1945
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR
kemabali melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen yang dilakukan pada
tanggal 18 Agustus 2000 tersebut berkaiatan dengan susunan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi,
kabupaten, dan kota dengan memperhatikan kekhususan, keistimewaan, dan
keragaman daerah. Sementara itu, institusi ABRI yang selama rezim Orde Baru
diindikasikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dan melakukan tindakan
represif terhadap berbagai gerakan dan upaya demokrasi, dirombak dengan
memisahkan Polri dan ABRI sehingga terbentuk dua institusi, yakni TNI dan
Polri. Penegasan pemisahan ini sekaligus merupakan upaya untuk mengambil
fungsi-fungsi tiap-tiap institusi tersebut, yakni TNI sebagai alat pertahanan
negara dan Polri sebagai alat keamanan dan ketertiban masyarakat serta
penegakkan hukum. Bila pada masa Orde Baru ABRI menempati posisi sentral, pada
masa reformasi ABRI harus rela memberi jalan bagi instansi fungsional terkait
untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya.[3]
2.4 Reaksi
Terhadap Kebijakan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman
Wahid
Dalam segala tindakan, pasti menimbulkan suatu
reaksi dari berbagai pihak atau berbagai sisi. Begitu pula dengan tindakan
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Gus Dur memunculkan berbagai rekasi
di berbagai kalangan masyarakat Indonesia.
2.4.1
Ketegangan
antara Presiden dengan DPR
Dalam masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, beberapa
kali terjadi ketegangan antara Presiden dengan DPR. Diantara beberapa
ketegangan itu ialah kasus likuidasi Departemen Penerangan dan Departemen
Sosial, setrta seringnya Presiden memberhentikan dan mengangkat Menteri,
misalnya dalam kasus pemberhentian Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara
BUMN danm Jusuf Kalla sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Pemberhentian kedaua menteri tersebut memancing
kemarahan partai politik di DPR. Sebanyak 277 angota DPR mengajukan hak
Interpelasinya. Presiden kemudian memenuhi hak Interpelasinya dengan menghadiri
rapat DPR pada 20 Juli 2000. Akan tetapi, dalam rapat tersebut Presiden tidak
memberikan alasan yang memuaskan. Sebaliknya, ia menggugat penggunaan hak Interpelasi
tersebut karena dasar hukumnya tidak kuat, hanya berdasarkan Undang-Undang dan
tidak tercamtum dalam UUD. Pemecatan Jusuf Kalla sebagai Menteri juga
menimbulkan reaksi kemarahan dari sejumlah warga masayarakat Sulawesi selatan;
dan ketika Jusuf Kalla kembali ke Makasar, di Bandara Hasnuddin, ia justru
disambut “bak pahlawan”. Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin juga dipecat,
tetapi ia menolak pemecatan tersebut.
2.4.2
Memorandum
untuk Presiden Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 11 February 2001, DPR mengadakan rapat
paripurna untuk memberikan tanggapan dalam pemandangan umum fraksi-fraksi atas
hasil kerja Pansus. Rapat dipimpin oleh wakiln ketua DPR Sutarjo Suryoguritno
dari PDIP, dan mengambil keputusan untuk mengeluarkan memorandum pertama kepada
Presiden Abdurrahman Wahid. Melalui keputusan DPR No. XXXVI tanggal 1 Februari
2001 DPR menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Selanjutnya, melalui
ketetapan MPR No. III/MPR/1978 Pasal 7, DPR menyampaikan memorandum untuk
mengingatkan bahwa presiden Abdurrahman Wahid telah melanggar haluan negara,
yaitu UUD 1945 Pasal 9 tentang sumpah jabatan dan melanggar ketetapan MPR No.
XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Menanggapi situasi politik nasional tersebut, ribuan
massa baik yang pro ataupun yang anti presiden melakukan aksi unjuk rasa,
bahkan puluhan masa menuntut presiden mundur dengan mengepung istana merdeka 12
Maret 2001. Ketua MPR Amin Rais beserta sejumlah pemimpin MPR lain turut hadir dalam
demonstran tersebut. Dan di dalam istana sedang ada sidang kabinet yang
dipimpin oleh presiden Abdurrahman Wahid.
Pada tanggal 28 Maret 2001, Abdurrahman Wahid
menjawab memorandum pertama DPR di depan sidang paripurna DPR, presiden
menyatakan menerima memorandum sebagai kenyataan politik yang tidak dapat
dihindarkan. Akan tetapi ia tidak menerima isi karena tidak memenuhi landasan
konstitusional.
Dua bulan sesudah memberikan memorandum yang
pertama, DPR menjatuhkan memorandum yang kedua dalam rapat paripurna 30 April
2001. Dengan dikeluarkanya memorandum kedua ini oleg DPR kepada Presiden,
situasi politik dan keamanan semakin memanas. Pada 25 Mei 2001 Abdurrahman
Wahid mengeluarkan ancaman, apabila DPR meneruskan niatnya untuk melanggar
sidang istimewa MPR, ia akan mengambil tiga langkah; Mengumumkan keadaan darurat, mengadakan
pemilu dipercepat enam bulan mendatang,
dan selaku pemegang kekuasaan tertinggi AD, AL, AU, dan Kepolisian
Negara, ia akan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan hukum
terhadap sejumlah orang tertentu.
2.4.3
Dekrit
Presiden Abdurrahman Wahid
Dua hari menjelang pelaksanaan sidang paripurna DPR,
Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa hasil penyelidikan kasus skandal keuangan
Yayasan Yanatera Bulog dan sumbangan Sultan Brunei yang diduga melibatkan
presiden Abdurrahman Wahid tidak terbukti. Hasil akhir tersebut disampaikan
Jaksa Agung Marzuki Darusman kepada pimpinan DPR tanggal 28 Mei 2001. Pada hari
yang sama, Presiden mengeluarkan maklumat Presiden republik Indonesia yang dibacakan
oleh juru bicaranya, Yahya Staquf. Dan berikut isi pokok maklumat tersebut:
1. Membekukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia;
2. Mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang
diperlukan untuk menyelenggrakan pemilu dalam waktu satu tahun;
3. Menyelamatkan
gerakan reformasi total dari unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan partai
Golongan Karya sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami memerintahkan
seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia
untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi seperti
biasa.
Mengenai rencana sidang istimewa MPR yang akan
menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid, ribuan masa pendukungnya di berbagai
kota di Jawa Timur turun ke jalan. Aksi tersebut berujung pada pengrusakan dan
pembakaran fasilitas umum. Serta terjadi bentrok masa dengan aparat keamanan
yang menyebabkan beberapa orang cidera dan meninggal dunia.
Sementara itu langkah DPR untuk meminta MPR
menyelenggarakan sidang istimewa semakin kuat. Presiden dianggap tidak
mengindahkan memorandum yang kedua. Sehari sebelum rapat paripurna DPR,
presiden melalui suratnya tanggal 29 Mei 2001 menyampaikan jawabanya tentang
memorandum kedua DPR. Berbeda dengan jawaban memorandum pertama, tanggapan
memorandum kedua ini lebih mendetail dijelaskan langkah presiden pasca
memorandum kedua. Selain itu juga menyatakan bahwa landasan hukum memorandum
kedua belum jelas.
Rapat paripurna DPR yang meminta MPR supaya
menyelenggarakan sidang istimewa akhirnya dilaksnakan pada 30 Mei 2001.
Menanggapi hasil rapat tersebut Menko Polsoskam (memegang maklumat presiden)
Susilo Bambang Yudoyono mengatakan bahwa semua pihak wajib menghormati proses
politik atau demokrasi di DPR demi terselenggaranya sidang MPR. Meski demikian
presiden Abdurrahman Wahid tidak merencanakan untukl mengundurkan diri.
Akhirnya rapat MPR terlaksana pada 21 Juli 2001,
namun juga tidak menghasilkan kompromi politik. Pada intinya, Dekrit Presiuden
tersebut berisi keinginan presiden Abdurrahman Wahid dengan rasa tanggungjawab
untuk menyelamatkan negara dan bangsa, terpanksa mengambil ting langakah yang
diuraiakn pada maklumat sebelumnya. Dan pada kenyataanya, Dekrit itu tidak
dijalankan karena TNI dan Polri yang diperintah untuk mengamankan
langkah-langkah “penyelamatan” negara tidak melaksnakan tugasnya, karena tidak
mau terlibat dengan politik praktis.
2.4.4
Pemakzulan
Terhadap Presiden Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 23 Juli 2001, MPR akhirnya menggelar
sidang istimewa yang dipimpin langsung oleh ketua MPR Amien Rais dengan agenda
pemandangan umum fraksi-fraksi atas pertangungjawaban Presiden Abdurrahman
Wahid tidak memenuhi undangan MPR untuk menyampaikan pidato
pertanggungjawabanya. Dalam sidang tersebut, dari 601 anggota MPR yang
hadir,559 anggota dari 9 fraksi menolak maklumat presiden. MPR menyatakan bahwa
Maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001 tidak sah karena
bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Acara sidang kemudian dilanjutkan dengan pemungutan
suara untuk menerima atau menolak Rancangan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001
tentang penetapan WAKIL Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri
sebagai Presiden Republik Indonesia. Seluruh anggota MPR yang hadir, menerima
kedua ketetapan MPR tersebut yang menetapkan bahwa, ketidak hadiran dan
penolakan Presiden Republik Indonesia K. H. Abdurrahman Wahid untuk memberikan
pertanggungjawaban dalam sidang istimewa MPR Republik Indonesia tahun 2001,
serta penerbitan maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001,
melanggar haluan negara. Oleh karena itu, MPR memberhentikan K. H. Abdurrahman
Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia dan melantik Megawati Soekarnoputri
menjadi Presiden RI kelima pada tanggal 23 juli 2001.
2.5 Analisis
Kelebihan dan Kekurangan pada Kebijakan yang Dibuat Pemerintahan Presiden K. H.
Abdurrahman Wahid serta Keberhasilan dan Kegagalannya
dalam Melaksnakan Pemerintahan di Indonesia
2.5.1 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid
Berikut uraian analisis terhadap kepemimpinan
Presiden Abdurrahman Wahid di Indonesia dengan berbagai kebijakanya, antara
lain:
1.
Di Bidang Politik
·
Kelebihan :
1) Membentuk Kabinet Persatuan Nasional;
2) Sering melakukan perjalanan luar
negeri dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara lain, menarik investasi,
menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri bebagai forum dunia seperti
forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.;
3) Politik Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan kunjungan keluar negeri
sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini dilakukan untuk mengangkat
citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto, citra Indonesia dikenal
sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi yang rendah.
Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan ke Negara
Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua Amerika. Karena
kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara. Seringnya Presiden
Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari
dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama dalam bidang
perdagangan);
4) Iklim Politik Yang Demokratis
Semua tahu bahwa pada masa Gus Dur
suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini dapat terlihat dengan
tindakan gusdur yaitu:
o Penghapusan peraturan yang merugikan
kaum minoritas;
o Pembubaran instansi negara yang tak
lagi efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga “niat” Gusdur ini
membuka hubungan diplomati dengan Israel;
o Kecenderungan pemikiran Gusdur yang
menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari demokrasi) serta
reformis;
o Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi
perubahan drastis dalam bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi
departemen penerangan, sehingga media massa lebih leluasa melakukan
aktivitasnya;
o Gus Dur terkenal dengan faham
pluralismenya. Pada eranya lah kelompok minoritas Tionghoa mendapatkan
pengakuan lebih besar, seperti dalam pengurusan dokumen kependudukan dan
penetapan Imlek sebagai hari libur nasional;
o Sayang, sistem dan pola pemerintahan
Gus Dur tidak berjalan dengan baik. Terjadi kegaduhan politik yang tidak perlu,
sehingga stabilitas politik tidak terjaga;
o Stabilitas politik yang buruk
menyebabkan stabilitas ekonomi berjalan pincang.
·
Kelemahan :
1) Presiden Abdurahman Wahid sering
melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang kerap memanaskan suhu
politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan situasi politik dalam
negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau desakan mundur terhadap
sejumlah menteri;
2) Rendahnya tingkat popularitas
Gusdur;
3) Masyarakat kurang antusias dengan
gaya pemerintahan Gusdur;
4) Dengan beberapa keputusan yang
kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis. Sebagian kalangan
menganggap Gus Dur adalah tokoh nasionalyang diakui kecemerlangannya. Sebagai
sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis massa keagamann organisasi Nahdatul
Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang
negarawan yang harus arif dalammembuat kebijakan, Gus Dur diragukan
kemampuannya;
5) Tak Punya Basis Politik yang Kuat di
Paremen (MPR/DPR);
6) Gus Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenangkan
pemilu. Partai yang mengusungnya saat itu (PKB), bukan
partaidengansuara terbanyak;
7) Proses terpilihnya Gus Dur pun terbilang unik. Hasil dari lobby-lobby
politik yang akhirnya membuat Gus Dur
dipilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang
dibentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpamelihat
kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
8) Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos,
membuat banyak pihak yang awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi
sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus
Dur pun dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari Istana Negara hanya
dengan celana pendek dan kaos singlet.
2. Di Bidang
Ekonomi
·
Kelebihan :
1) Memberi kebebasan seluas-luasnya
kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya banyak berkecimpung di
bidang ekonomi dengan seluas-luasnya;
2) Berani bersikap dan tegas juga pada
sector-sektor ekonomi
·
Kelemahan :
1) Keterbatasan fisik sehingga performa
beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang berimbas pada bidang
ekonomi;
2) Seringnya melakukan perjalanan luar
negeri sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3. Di Bidang
Sosial
·
Kelebihan :
1) Dapat menciptakan kehidupan rukun
antar umat beragama dan antar suku di Indonesia.
·
Kelemahan :
1) Ada banyak pengangguran di Indonesia
sekitar 13,7 juta penganggur.
4. Di Bidang
Budaya
·
Kelebihan :
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antar umat
beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan
beragama. Hak tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan
presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1) Keputusan Presiden No.6 tahun 2000
mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama
Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6 dapat memiliki kebebasan
dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka misalnya
pertunjukan barongsai.
2) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK)
sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
·
Kelemahan :
Kerusuhan antar etnis terus
berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan
Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5. Di Bidang
Pertahanan dan Keamanan
·
Kelebihan :
1) Pada Maret 2000, pemerintahan Gus
Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal
tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme
dicabut.
2) Gus Dur memberikan Aceh referendum.
Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti
referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih
lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri
Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura di
provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan
pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
·
Kelemahan :
1) Akibat restrukturisasi lembaga
pemerintahan menyebabkan kondisi politik yang tidak stabil atau sering terjadi
pertentangan antar partai bahkan pertentangan intern partai.
6. Di Bidang
Ideologi
Ideologi yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan
Ideologi Pancasila.[4]
2.5.2 Keberhasilan
dan Kegagalan Pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman
Wahid
Meskipun memimpin kurang lebih 2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23
Juli 2001, Gus Dur telah menuai keberhasilan pada masany namun juga mengalami
kegagalan dalam pemerintahannya di Indonesia.
·
Keberhasilan
1) Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
Mampu memperbaiki citra Indonesia di mata negara-negara lain dengan
melalui kunjungan ke luar negeri dan sekaligus membuka peluang kerjasama.
2) Iklim Politik yang Demokratis
Telah membawa Indonesia ke dalam taraf demokratisasi yang lebih baik lagi
melalui perdamaianny dengan Israel.
·
Kegagalan
1) Rendahnya Tingkat Popularitas Gus Dur
Dengan beberapa keputusannya yang kontroversial (menuai banyak kritik),
membuat Gus Dur buka sosok yang populis. Bahkan ketika masa 100 hari
pemerintahannya pun, tingkat popularitas Gus Dur sudah melorot jauh dari
tingkat sebelumnya.
Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui
kecermelangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis masa
keagamaan organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya.
Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif dalam membuat kebijakan, Gus
Dur siragukan kemampuannya.
2) Tidak Memiliki Basis Politik yang Kuat di Parlemen (MPR/DPR)
Gus Dur
bukanlah tokoh dari partai yang memenagkan pemilu. Partai yan mengusungnya pada
saat itu ( PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses
terpilihnya Gus Dur adalah hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat
Gus Dur terpilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang
di bentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpa melihat
kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
Dengan gaya
Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukan
dukungan. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur dilengserkan
oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari istana Negara hanya dengan celana pendek dan
kaos singlet.[5]
BAB 3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Kiai Haji
Abdurrahman Wahid, akrab
dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang,
Jawa Timur,
7 September
1940 – meninggal
di Ciganjur,
30 Desember
2009 pada umur 69 tahun)
adalah tokoh Muslim
Indonesia
dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia
yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie
setelah dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu
1999.
Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet
Persatuan Nasional.
Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober
1999 dan berakhir pada
Sidang Istimewa MPR
pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri
setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah
(badan eksekutif) Nahdlatul Ulama
dan pendiri Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB).[6]
Dalam melaksnakan pemerintahanya, Presiden Abdurrahman Wahid melahirkan beberapa kebijakan, antara lain:
pemulihan hak-hak sipil penganut konghucu, perhatian terhadap pers, kasus KKN
Suharto dibuka kembali, perjalanan ke luar negeri, negosiasi dengan GAM,
pencabutan pelarangan Marxisme dan Leninisme, membuka hubungan dengan Israel,
amandemen UUD 1945, dll. Yang akhirnya menimbulkan berbagai reaksi, antara
lain: ketegangan presiden dengan DPR, memorandum untuk presiden, dekrit
Presiden Abdurrahman Wahid, pemakzulan terhadap presiden Abdurrahman Wahid.[7]
Mengenai masalah kelebihan,
kekurangan, keberhasilan, dan kegagalan Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahanya, secara garis
besar dapat ditarik simpulan yaitu presiden Abdurrahman Wahid lebih menjunjung asa demokrasi serta menghormati
pluralitas masyarakat Indonesia. Sehingga hal tersebut melahirkan berbagai
kebijakan dari Gus Dur. Dan mengenai hasil akhirnya, secara beragam ada
beberapa yang tercapai dan beberpa yang belum tercapai.
3.2 Saran
Dalam suatu
keputusan atau kelakuan, mendapatkan suatu reaksi adalah hal yang sudah biasa.
Lebih-lebih suatu tindakan atau keputusan tersebut menyangkut hal-hal yang
besar, seperti dalam pembahasan kali ini mengenai kebijakan presiden.
Suatu tanggapan
yang terkadang mendukung ataupun menentang, merupakan koridor masyarakat
sebagai warga negara yang demokratis. Namun dari semua ini perlu diingat, bahwa
resiko dalam setiap tindakan suadah pasti mengikuti, entah itu resiko baik
maupun buruk. Sebagai masyarakat atau orang yang bijak, berpendapat dengan
informasi tampak semata bukanlah sebagai landasan utama. Melainkan banyak sisi
yang perlu dilihat supaya kritikan-kritikan mengenai suatu hal bukanlah hanya
menjadi sampah belaka, melainkan dapat memerbaiki keadaan sesuai yang
diinginkan bersama kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid.
[20 Mei 2015].
Praptanto,
Eko. 2010. Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber
Daya MIPA. Hlm. 21-24.
Suryaningsih,
Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman Wahid). [20 Mei 2015].
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid.
[20 Mei 2015].
[2] Praptanto, Eko. 2010.
Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA.
Hlm. 20-21.
[3] Praptanto, Eko. 2010.
Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA.
Hlm. 21-24.
[4] Suryaningsih, Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman
Wahid).
[5] Suryaningsih, Ika. 2013. Makalah Tentang Gus Dur (Abdurrahman
Wahid). http://ikasurya.blogspot.com/2013/12/makalahtentang-gusdur-abdul-rahman-wahid.html.
[20 Mei 2015].
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid.
[20 Mei 2015].
[7] Praptanto, Eko. 2010.
Sejarah Indonesia – 10 Zaman Reformasi. Jakarta: PT. Bina Sumber Daya MIPA.
Hlm. 21-31.
..............KISAH NYATA..............
BalasHapusAssalamu Alaikum Saya Ibu Siti Dari Kota Makassar Ingin Berbagi Cerita
dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
Kanjeng Taat Pribadi di nmr 085325576777 Kyai Dari Probolinggo,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.
KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!
((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))
Pesugihan Instant 10 MILYAR
Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :
Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
dll
Syarat :
Usia Minimal 21 Tahun
Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda
Proses :
Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
Harus siap mental lahir dan batin
Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
Pada malam hari tidak boleh tidur
Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :
Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
Ayam cemani : 2jt
Minyak Songolangit : 2jt
bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt
Prosedur Daftar Ritual ini :
Kirim Foto anda
Kirim Data sesuai KTP
Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR
Kirim ke nomor ini : 085325576777
SMS Anda akan Kami balas secepatnya
Maaf Program ini TERBATAS hanya untuk 25 Orang saja..
weee.... lah iki jenenge sirik.. mbah.....
BalasHapusKi kanjengnya masuk penjara hahahaha tu syirik kan elu, gak ada kaya harta kalau gak berusaha. Tobat.....
BalasHapus